I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sapi perah merupakan golongan
hewan ternak ruminansia yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan
pangan bergizi tinggi yaitu susu. Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun
terakhir ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini
senantiasa di dorong oleh pemerintah agar swasembada susu tercapai secepatnya.
Untuk memenuhi kebutuhan susu secara nasional, perkembangan sapi perah perlu
mendapat pembinaan yang lebih terencana sehingga hasilnya akan meningkat dari
tahun ke tahun. Hal tersebut akan dapat terlaksana apabila peternak sapi perah
dan orang yang terkait dengan pemeliharaan sapi perah bersedia melengkapi diri
dengan pengetahuan tentang pemeliharaan sapi perah.
Dalam meningkatkan kualitas serta
kuantitas produksi sapi perah, ada beberapa faktor penting yang harus di
terapkan secara profesional yaitu perlunya penanganan manajemen pemeliharaan
sapi perah yang baik. Karena hal tersebut mempunyai peran penting dalam
peningkatan kualitas produk susu sapi perah. Salah satu aspek yang mempunyai
pengaruh penting terhadap peningkatan produksi susu sapi adalah pemeliharaan
atau penanganan sapi perah masa kering kandang.
Masa kering kering pada sapi
perah dilakukan pada waktu kira-kira delapan minggu sapi menjelang melahirkan
anaknya. Pada masa ini pemerehan di hentikan total dengan tujuan memberi
kesempatan sapi untuk beristirahat serta mengoptimalkan peran pakan ternak
meningkatkan bobot yang ideal dan tepat untuk perkembangan janin bukan untuk
produksi susu. Dengan adanya penanganan pemeliharaan sapi perah masa kering
yang baik ini di harapkan juga menghasilkan bibit sapi perah yang unggul
sehingga kebutuhan akan swasembada susu di Indonesia segera terpanuhi.
Susu
sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang
semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan susu tersebut dilakukan peningkatan populasi, produksi
dan produktifivitas sapi perah. Untuk itu bibit sapi perah memegang peranan
penting dalam upaya pengembangan pembibitan sapi perah. Saat ini sebagian
peternakan sapi perah telah dikelola dalam bentuk usaha peternakan sapi perah
komersial dan sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelola dalam
skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding
yang terarah, walaupun dalam hal manajemen umumnya telah bergabung dalam
koperasi, namun masih sederhana sehingga bibit ternak yang dihasilkan kurang
dapat bersaing.
Pengembangan
pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi
ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu
pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung
usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk
memenuhi kebutuhan jumlah dan mutu sesuai standar, disamping pemberian
fasilitas bagi peningkatan nilai tambah produk bibit seperti antara lain
pemberian sertifikat.
Sapi
adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan
kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di
dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili
Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus),
dan anoa.Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi
diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan
seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India
dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat
pembiakan sapi Ongole murni.Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu
genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen.
Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah
Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai
dengan iklim dan kondisi di Indonesia.
Keberhasilan suatu produksi bergantung kepada faktor genetik
dan lingkungan, diantaranya meliputi peningkatan kemampuan teknis peternakan,
yang terdiri dari; peningkatan kemampuan tatalaksana reproduksi, tatalaksana
pemberian pakan, dan tatalaksana pemeliharaan sehari-hari bagi peternak yang
mutlak harus dimiliki. Masalah penyebab kerugian suatu usaha peternakan sapi
perah diakibatkan belum dilaksanakannya tatalaksana yang baik dalam usaha
peternakan sapi perah, sehingga berpengaruh lebih lanjut terhadap aspek-aspek
lainnya, terutama menghambat peningkatan produksi susu. Sebagian peternak,
kenyataannya belum melaksanakan tatalaksana peternakan yang baik atau sesuai
dengan harapan dalam menjalankan usaha peternakannya (Suherman, 2010).
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat
subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi
ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh
kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang salah satunya
mencakup aspek pemberian pakan. Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi
maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan
ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap)
diusahakan sekitar 3,5- 4% dari bahan kering.
Sapi adalah hewan
ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan
lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95%
kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae.
seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan
anoa.
Domestikasi sapi mulai
dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah,
kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir
abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu
pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.
Pada tahun 1957 telah
dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya
dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan
Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah
jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.
Salah satu hewan ternak
penghasil protein yang sangat penting adalah sapi perah. Sapi menghasilkan
sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu, dan 85% kebutuhan
kulit. Sapi perah merupakan penghasil air susu yang kaya akan protein yang
merupakan sumber gizi yang penting untuk bayi, anak dalam masa pertumbuhan
serta lanjut usia. Protein dalam air susu sangat penting untuk menunjang
pertumbuhan kecerdasan dan daya tahan tubuh. Selain bermanfaat bagi tubuh, sapi
perah juga berperan besar dalam menunjang perekonomi dan kelestarian ekosistem.
Sapi perah bisa dijadikan komoditas bisnis, selain itu bahan bakar dari
fefesnya dapat menjadi solusi untuk pencemaran udara.
Dilihat dari segi
ekonomi pula, peternak sapi perah sebenarnya mempunyai peluang usaha yang
sangat besar dikarenakan kebutuhanan permintaan masyarakat terhadap susu mulai
meningkat dan bertambah, sedangkan populasi sapi perah yang tidak seimbang
dengan permintaan tersebut. Hal itu menyebabkan kebutuhan susu tidak dapat
terpenuhi. Artinya prospek usaha ternak sapi perah cukup baik dan menjanjikan.
Sistem peternakan sapi
perah yang ada di Indonesia masih merupakan jenis peternakan rakyat yang hanya
berskala kecil dan masih merujuk pada sistem pemeliharaan yang konvensional.
Banyak permasalahan yang timbul seperti permasalahan pakan, reproduksi dan
kasus klinik. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga dilakukan praktikum
Manajemen ternak Perah mnegenai Pemeliharaan Sapi Perah.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari
pelaksanaan praktikum
ini adalah memberi pengetahuan kepada praktikan dalam melakukan manajemen
pemeliharaan sapi perah yang meliputi pemberian pakan, pembersihan kandang, dan
pemandian sapi dan Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah praktikan
dapat memperoleh ilmu manajemen peternakan sapi perah sehingga dapat melakukan
manajemen peternakan sesuai dengan cara yang benar.
Serta mengetahui aspek-aspek pemeliharaan, manfaat yang diberikan sapi perah
bagi manusia, dan peran dokter hewan dalam pemeliharaan sapi perah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Aberle et al. (2001). Pertumbuhan
dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuranlingkar dan bobot yang
terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberipakan, minum dan
mendapat tempat berlindung yang layak.
Akramuzzein (2009), Pakan sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
produksi ternak khususnya sapi perah sehingga diperlukan perhatian yang lebih
banyak. Semakin baik ketersediaan dan kualitas pakan yang diberikan, maka
akan semakin baik pula hasil produksi yang akan didapat. Untuk
meningkatkan produksi dalam beternak sapi perah maka perlu diketahui jenis
pakan dan bagaimana manajemen pemberiannya, serta kebutuhan nutrien sapi perah
untuk memenuhi hidup pokok dan produksi.
Blakely
and Blade (1991), Sapi Friesian
Holstein (FH) yang memiliki corak hitam putih memiliki produksi susu yang
tinggi dan berkadar lemak rendah. Hal ini sangat cocok dengan kondisi pemasaran
saat ini
Mahaputra, (1983), Pemeliharaan jenis sapi perah Friesian
Holstein memang sangat tepat ditinjau dari produksi susunya karena sapi ini
memiliki produksi susu yang paling tinggi bila dibandingkan dengan sapi perah
seperti, Jersey dan Friesian Sahiwal.
Parakkasi (1995). Tingkat
perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak
(bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas
Reksohadiprojo (1985),
menyatakan bahwa Hijauan adalah bahan pakan utama khusus ternak ruminansia yang
berfungsi sebagai pengenyang, sumber protein, dan karbohidrat, sumber energi,
mineral, dan vitamin.
Sudono.,et al (2000). Sapi
Fries Holland atau FH berasal dari provinsi Belanda Utara dan
Provinsi Friesland Barat. Sapi ini di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian
atau disingkat Holstein dan di Eropa disebut Friesian. Sapi
FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan
sapi perah bangsa lainnya, tetapi kadar lemak susunya
rendah. Sebagai gambaran, rataan produksi susu sapi FH
di Amerika Serikat rata-rata 7.245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65 %
Soetarno, (2003).Asal sapi jenis Friesian Holstein
adalah Friesland, Belanda. Di Indonesia sapi ini dikenal dengan nama Fries
Holland
Soetarno, (2003).Agar diperoleh hasil seoptimal
mungkin diperlukan susunan ransum yang seimbang, artinya ransum tersebut
mengandung semua zat-zat maknan (nutrisi) yang diperlukan dalam imbangna yang
tepat
Susilorini,
dkk,
(2008), yang menyatakan bahwa jenis kandang terbagi atas
duya yaitu kandang tunggal yaitu terdiri dari satu garis memanjang dan dipetak
– petak. Sementar kandang ganda terdiri dari dua baris berhadapan dan
dipisahkan oleh jalanan untuk pengelolaan.
Sutarno, (1994). Hal
yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kandang adalah cahaya matahari,
ventilasi, letak kandang, parit.
Tillman et al., (1991). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan tergantung pada
keserasian zat-zat makanan yang terkandungdidalamnya
Timan, (2003).Kandang berfungsi untuk melindungi
sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta keamanan dari gangguan
binatang buas dan pencurian.
Utomo, (2010).Pemberian pakan pada sapi perah tidaklah sama namun tergantung pada
periode sapi perahnya, manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi laktasi),
manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi dara), dan manajemen pemberian pakan
sapi perah (sapi pedet)
Williams (1982). Pertumbuhan adalahperubahan
bentuk atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan denganpanjang, volume
ataupun massa.
III. MATERI DAN METODA
3.1.Waktu dan Tempat
Praktikum Manajemen Ternak Perah ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 8 Juni 2013,di Fapet Farm
Universitas Jambi.
3.2.Materi
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum
Manajemen Ternak Perah ini adalah selang, air, sekop pembersih, Arit/ sabit,
sepatu bot, cangkul, sapu lidi, ember, baskom, Sapi, dedak, garam, Mineral Feed Suplements, Hijauan (rumput unggul dan rumput alam), dan
Obat-obatan (Intermectin, Hematopan, Vit. B,
Vit-B kompleks).
3.3. Metoda
Adapun Cara kerja yang dilaksanakan dalam praktikum ini
terbagi atas 4 bagian, yaitu:
Pertama Pembersihan
kandang ternak dilakukan dengan membuang feces
terlebih dahulu dengan menggunakan skop feses dan dipindahkan ke tempat
pengumpulan feces, kemudian kandang dibersihkan dengan menggunakan air dan sapu
lidi, kemudian sisa feces yang terbawa ke selokan di angkat dengan cangkul dan
dipindahkan ke samping kandang.
Yang kedua adalah memandikan ternak sapi dilakukan setelah kandang dibersihkan, sapidimandikan dengan
menyiram sapi terlebih dahulu dengan air bersih, lalu badan, kaki, dan bagian
kotor lainnya dibersihkan dengan menggunakan sikat, dan sapi disiram kembali
dengan air bersih. Dan yang ketiga adalah menimbang sisa pakan yang kemudian dibersihkan bak
tempat pakannya, kemudian adalah Pemberian pakan hijauan dan kosentrat diberikan sebanyak 2 kali sehari,
yakni pada pagi hari dan sore hari, pakan yang diberikan adalah berbentuk hijauan
segar yang telah dipotong kecil-kecil untuk mempermudah sapi mengambil pakan
tersebut. Pakan tambahan yang diberikan adalah Mineral Feed
Suplements.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
asalnya, sapi perah yang ada dibedakan menjadi dua yaitu sapi yang berasal dari
daerah tropis (Bos Indicus), antara lain sapi Red Sindhi, Sahiwal, Gir, Hissar,
Kankrey dan Halikar. Sedang yang kedua adalah sapi yang berasal dari daerah sub
tropis (Bos Taurus) antara lain Fries Holland, Brown Swiss, Jersey, Guernsey, Red
Danish dan Ducth Belted.
Keberhasilan usaha
peternakan sapi perah sangat tergantung dari keterpaduan langkah terutama di
bidang pembibitan (Breeding), pakan, (feeding), dan tata laksana (management).
Ketiga bidang tersebut kelihatannya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal
ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan ketrampilan peternak serta masih
melekatnya budaya pola berfikir jangka pendek tanpa memperhatikan kelangsungan
usaha sapi perah jangka panjang. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan pengetahuan
peningkatan produksi dan ekonomi.
Farm
Fakultas Peternakan Universitas Jambi berdiri pada bulan Juli 2002 yang
berlokasi di dalam kawasan kampus Pinang Masak di Mendalo Darat Kecamatan Jambi
Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Luas Farm
Fakultas Peternakan Universitas Jambi ± 8 Ha, yang terdiri dari kandang sapi
potong, sapi perah jenis PFH, kandang kambing, kandang ayam petelur, kandang
ayam pedaging, gudang makanan ternak, areal kebun rumput dan rumah petugas
kandang
Dari kegiatan ini
penulis mendapat pengalaman mengenai kedisiplinan dan keteraturan. Untuk
beterna sapi perah ini dibutuhkan kedisiplinan waktu dan keteraturan dimana
kandang sudah harus dibersihkan pagi hari dan sore hari. Selain itu, penulis
juga mendapat pengalaman mengenai pentingnya kebersihan kandang karena kandang
yang bersih dapat mencegah munculnya bibit-bibit penyakit. Tetapi setelah
penulis melaksanakan Manajemen pemeliharaan ternak perah jenis PFH selama satu
minggu penulis melihat kelemahan mengenai ransum yang diberikan karena tidak
diketahui secara pasti bahan penyusunnya dan kandungan zat makanannya. Disamping itu,
walaupun kandang dan perlengkapannya sudah dibersihkan setiap hari, kotoran
kandang dibuang pada tempat yang berdekatan dengan kandang sehingga disekitar
kandang menjadi terlihat kotor dan bau.
Sapi perah yang ada di
Fapet Farm diantaranya memiliki ciri-ciri yaitu warana bulu hitam dengan putih
disekitar badan, badan langsing, dan mempunyai tanduk yang melingkar kedepan
Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (2002), menyatakan sapi PFH betina
dilahirkan dengan warna bulu putih kecokelatan dan abu-abu. Setelah dewasa
warna cokelat berubah jadi hitam gelap, jantan berubah menjadi hitam putih.
Pemeliharaan ternak
sapi di Fapet Farm Universitas Jambi bersifat intensif. Ternak sapi tersebut
dipelihara dengan cara ditempatkan pada kandang. Jenis rumput yang diberikan
pada ternak sapi di Fapet Darm adalah rumput Gajah, rumput Raja, dan rumput
Alam, pemberian dengan cara di potong-potong terlebih dahulu sebelum diberikan
keternak, guna pemotongan pakan ini adalah supaya ternak mudah mengkonsumsinya.
Pakan yang diberikan pada ternak sapi yang ada di Fapet Farm ini sebenarnya
kurang tepat untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi dalam waktu yang
singkat (penggemukan), karena hanya terdiri dari satu bahan makanan saja yaitu
hijauan, tanpa adanya pakan penguat seperti konsentrat yang dapat mempercepat
proses penggemukan sapi. Pemberian pakan ternak sapi harus diberikan secara
kontinu sepanjang waktu, sebab pemberian pakan yang tidakteratur dapat
menimbulkan hambatan pertumbuhan. (Aksi Agribisnis Kanisius, 1978).
Sapi perah ini
merupakan sapi yang sangat jinak dikarenakan oleh sapi ini sering diperah
sehingga sapi ini tidak merasa ketakutan apabila berhadapan langsung dengan
manusia akan tetapi sapi perah ini mudah mengalami stres apabila pemelihraannya
tidak sesuai. Apabila ternak mengalami stres maka produksinya turun secara
drastis dan mudah sekali terserang penyakit.
Perkandangan di Fapet Farm
Model
kandang sapi perah di fapet farm adalah model kandang terbuka dibangun dengan
tujuan agar sirkulasi udara dalam kandang dapat berjalan dengan baik. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Abidin (2002) bahwa fungsi ventilasi adalah sebagai
tempat aliran udara yang berguna memberikan suplai oksigen untuk kebutuhan
pernapasan ternak sekaligus mengusir karbon dioksida dan ammonia keluar
kandang.
Atap
kandang sapi perah di Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi terbuat dari
asbes yang berfungsi melindungi sapi dari air hujan dan terik matahari serta
menyerap panas, sedangkan sistem atapnya adalah sistem atap monitor yang
berfungsi menjaga agar keadaan udara di dalam kandang tetap stabil. Hal ini
sesuai dengan pendapat Whendrato (2004) bahwa atap monitor berfungsi untuk
mengatur sirkulasi udara di dalam kandang.
Lantai
kandang terbuat dari semen dan posisinya dibuat agak miring agar lantai tidak
becek akibat kotoran. Hal ini didukung oleh pendapat Sugeng (1993) bahwa lantai
kandang yang terbuat dari semen berfungsi untuk memudahkan peternak dalam
membersihkan dan membuang kotoran.
Kandang
sapi perah di Farm Fakultas Peternakan Universitas Jambi cukup baik karena
sudah memenuhi persyaratan yaitu konstruksi kandang sudah baik dan tidak mudah
roboh, pertukaran udara di dalam kandang baik sehingga udara di dalam kandang
selalu segar dan nyaman, kandang cukup terang sehingga mempermudah aktifitas di
dalam kandang, sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang, kandang mudah
dibersihkan, tersedianya air yang cukup banyak, letak kandang cukup jauh dari
perumahan penduduk.
Peralatan
kandang seperti tempat air minum (ember) dan tempat pakan dibuat dengan ukuran
yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ternak, lampu penerangan untuk malam
hari dan peralatan lain untuk membersihkan kandang seperti skop,
serok, timbangan, arit dan sapu.
Pembersihan Kandang di Fapet Farm. Pada saat sanitasi (pembersihan kandang
dan peralatan) praktikan melakukan kegiatan pembersihan kandang dan memandikan
sapi-sapi yang ada dikandang sapi perah yang dilakukan 2 kali/hari. Praktikan
memulainya pada pukul 06.00-07.30 WIB pagi hari, di siang harinya dilakukan
kegiatan penyiraman dan pemberian air minum pada pukul 12.00 WIB dengan tujuan
untuk menjaga suhu tubuh ternak dari kondisi panas dan dilanjutkan pada sore
hari pukul 16.00-17.30 WIB dengan melakukan pembersihan kandang dan
membersihkan bagian tubuh sapi yang kotor sera mencabuti caplak yang terdapat
pada tubuh luar sapi perah yang terserang ektoparasit.
Sanitasi yang rutin dapat meningkatkan produktivitas dari ternak sapi PFH yang ada di farm sesuai dengan pernyataan Kusnadi, (1979) bahwa untuk program sanitasi pada pemeliharaanm intensif sapi-sapi harus dikandangkan sehingga memudahkan dalam pengawasannya. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan sapi yang dipelihara tanpa naungan. Ternak sapi perah dimandikan 2 kali dalam satu hari.
Sanitasi yang rutin dapat meningkatkan produktivitas dari ternak sapi PFH yang ada di farm sesuai dengan pernyataan Kusnadi, (1979) bahwa untuk program sanitasi pada pemeliharaanm intensif sapi-sapi harus dikandangkan sehingga memudahkan dalam pengawasannya. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan sapi yang dipelihara tanpa naungan. Ternak sapi perah dimandikan 2 kali dalam satu hari.
4.1 Konsumsi Ransum
Peternakan
sapi perah yang ada di Indonesia masih merupakan jenis peternakan rakyat yang
hanya berskala kecil dan masih merujuk pada sistem pemeliharaan yang
konvensional. Banyak permasalahan yang timbul seperti permasalahan pakan,
reproduksi dan kasus klinik. Agar permasalahan tersebut dapat ditangani dengan
baik, diperlukan adanya perubahan pendekatan dari pengobatan menjadi bentuk
pencegahan dan dari pelayanan individu menjadi bentuk pelayanan kelompok.
Pakan sapi terdiri dari
hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu,
lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi
dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua
kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan
sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. . Hijauan diberikan siang hari
setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya.
Pemberian jumlah pakan
berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting,
periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih
tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan
sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang
menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan
konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah
dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat
berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta
mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan
konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi
diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum
sebanyak 10% dari berat badan perhari.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara.
Pemberian pakan secara
intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari
sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut
jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi
guna memperkuat kakinya.
Dari praktikum yang telah dilaksanakan
di dapatkan data sebagai berikut :
Perlakuan Pemberian Pakan di Fapet Farm adalah sebagai berikut
:
a.
Sapi Pedet diberi Kolostrum
b.
Sapi Dara diberi perlakuan Hijauan +
kosentrat
c.
Sapi Bunting diberi perlakuan Hijauan +
kosentrat
d.
Sapi Jantan diberi perlakuan Hijauan +
kosentrat
e.
Sapi Laktasi diberi perlakuan Hijauan +
kosentrat tetapi dalam jumlah yang banyak
Pemberian
Pakan di Fapet Farm
Pakan yang diberikan
untuk ternak di Fapet Farm Ransum
diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 06.30
WIB dan sore hari pukul 16.30 WIB. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2004)
yang menyatakan bahwa pemberian pakan ternak sebaiknya 2 kali dalam satu hari
dimana jatah ransum hari tersebut dibagi dua, hal ini dilakukan agar tempat
ransum tidak tumpah dikarenakan terlalu penuh.
Kebutuhan
Pakan
Kebutuhan ternak
terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan
nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase
(pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan
lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot
badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan
yang berbeda pula.
Rekomendasi yang
diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council)
mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan dinyatakan dengan
angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi tersebut dapat
digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia,
yang akan dipenuhi oleh bahan-
Ternak ruminansia yang
normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam
jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok.
Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat
produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula. Tinggi
rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
a) Temperatur
Lingkungan
Ternak
ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai
dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak.
Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi
ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan,
bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat
kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.
Apabila terjadi
perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan
konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan
kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya,
maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap
pakan akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah,
ternak akan membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas.
Pengaturan panas
tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan
cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
b) Palatabilitas
Palatabilitas
merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik
dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya
seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan
temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak
untuk mengkonsumsinya.
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.
Sapi
perah yang ada di farm Fakultas Peternakan menyukai rasa manis yang dihasilkan
dari UMB yang diberikan. Selain itu aroma UMB juga memiliki bau (aroma) yang
khas dan dapat meningkatkan palatabilitas untuk dikonsumsi oleh ternak
tersebut.
c) Selera
Selera
sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada
ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang
menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan
cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan
konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.
d)Status fisiologi
Status
fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh
(misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi
pakannya.
e)
Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap
konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan.
Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya.
Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan
menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang
dikandung pakan rendah.
f)
Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk
butiran (hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan yang
diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih
mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya
dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.
Pada saat memberikan hijauan segar untuk ternak perah jenis PFH (Peranakan Friesian Holstein) yang ada di farm fakultas peternakan, praktikan melakukan pencacahan atau pemotongan hijauan sehingga memiliki ukuran yang lebih kecil atau lebih pendek dari sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memudah keternak ddalam mengkonsumsi pakan sehingga tidak banyak pakan yang terbuang.
Pada saat memberikan hijauan segar untuk ternak perah jenis PFH (Peranakan Friesian Holstein) yang ada di farm fakultas peternakan, praktikan melakukan pencacahan atau pemotongan hijauan sehingga memiliki ukuran yang lebih kecil atau lebih pendek dari sebelumnya. Tujuannya adalah untuk memudah keternak ddalam mengkonsumsi pakan sehingga tidak banyak pakan yang terbuang.
g) Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat
konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi
terhadap pakan. Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman
berat badan ternak yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat badan
metabolis” yang merupakan bobot tubuh ternak tersebut.
Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat
timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara
mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan
menggunakan formula: Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci)
/ 661 Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara
meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75 .Berat Badan Metabolis = (Berat
Badan)0,75
h) Produksi
h) Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan
berat badan (ternak potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja)
atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang dihasilkan, makin tinggi pula
kebutuhannya terhadap pakan.
Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan)
lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat badannya
(terutama selama masa puncak produksi) di samping performansi produksinya tidak
optimal.
Jenis Pakan Ternak Perah
1) Hijauan
Segar
Hijauan segar
adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternakdalam bentuk segar, baik
yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut
langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunan yang
berasal dari rumput-rumputan, tanaman bijibijian/jenis kacang-kacangan.
Rumput-rumputan
merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena
memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering
dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para
peternak/pengelola ternak
Hijauan banyak
mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang
sangat berperan dalam menghasilkan energi.
a. Rumput-rumputan
Rumput
Gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum maximum), rumput Setaria
(Setaria sphacelata), rumput Brachiaria(Brachiaria decumbens), rumput Mexico
(Euchlena mexicana) dan rumput lapangan yang tumbuh secara liar
b.
Kacang-kacangan
Lamtoro
(Leucaena leucocephala), stylo (Sty-losantes guyanensis), centro (Centrocema
pubescens), Pueraria phaseoloides, Calopogonium muconoides dan lain-lain
c.
Daun-daunan
Daun
nangka, daun pisang, daun turi dan daun petai cina
1) Jerami dan hijauan kering
1) Jerami dan hijauan kering
Termasuk
kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan pakan ternak yang
sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat kasarnya lebih dari 18%
(jerami, hay dan kulit biji kacang-kacangan).
2) Silase
Silase
adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal
dari tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan.
4) Konsentrat (pakan
penguat)
Contoh: dedak padi,
jagung giling, bungkil kelapa, garam dan mineral.
4.2
Produksi Air Susu
Sapi perah di Indonesia
pada umumnya bangsa Friesian Holstein (FH) dan keturunannya, dengan tujuan
pemeliharaan untuk mendapatkan produksi susu. Produksi susu pada dasarnya
merupakan hasil interaksi antara faktor‐faktor genetik dan lingkungan. Untuk mendapatkan
produksi susu yang optimal salah satu cara dilakukan dengan perbaikan mutu
genetik dengan tujuan memperbaiki genetik populasi generasi keturunan
berikutnya melalui program seleksi yang terarah.
Membahas tentang perkembangbiakan
produksi ternak sapi perah di Indonesia. produksi susu yang dihasilkan dari
berbagai kota serta masalah yang terjadi pada perkembangbikan sapi perah yang diakibatkan
oleh banyaknya sapi yang sudah mulai tua dan tidak bisa memproduksi susu lebih
maximal. adanya inseminasi buatan dari bibit sapi perah yang di import dari
luar negri. dan juga adanya kawin silang untuk memoptimalkan produksi susu sapi
tersebut agar produksi susu yang dihasilkan lebih optimal.
Produksi susu dari
bebagai kota selalu diawasi perkembangannya guna memperlancar distribusi untuk
ke berbagai kota yang sangat membutuhkan suplai susu. Insiminasi buatan juga
banyak di import dari luar negri untuk menambah produktivitas sapi perah di
indonesia yang sekarang mulai berkurang karena ada beberapa masalah yang ada.
Faktor kekurangan asupan makanan pada sapi yaitu rumput juga mempengaruhi hasil
produktivitas susu yang dihasilakan. banyak dari beberapa kota yang masalahnya sama
yaitu menenai asupan makanan untuk ternak sapi yang hasilnya agar lebih maximal
dalam memproduksi susu.
Dalam memproduksi susu
juga makanan yang dikonsumsi sapi perah juga dapat mempengaruhi hasil produksi
susu. Maka dari itu peternak lebih selektif dalam pemilihan makanan atau rumput
yang akan dikonsumsi oleh sapi agar produksi susu yang dihasilkan oleh sapi
tersebut maximal. Peternak juga harus memperhatikan kesehatan dari sapi sapi
tersebut.
Sebagai
ternak ruminansia yang menghasilkan susu, sapi perah merupakan komoditi ternak
yang perlu mendapatkan perhatian serius dalam peningkatan kualitas serta
kuantitas produksinya. Dalam pemeliharaannya, ada beberapa faktor yang
mempunyai pengaruh penting terhadap hasil produksi sapi tersebut, diantaranya
suhu, kondisi kandang, sanitisi kandang, kebutuhan pakan, kelembaban, dan
kondisi lingkungan sekitar. Pada dasarnya secara umum pemeliharaan sapi perah
meliputi pemeliharaan sapi dara dan bunting, pemeliharaan sapi laktasi,
pemeliharaan sapi kering kandang, dan pemeliharaan pedet (Blakely dan Bade,
1998).
Pada saat praktikum di Fapet Farm tidak
dilaksanakan pemerahan, karena masa kering kandang. Sehingga sapi tidak menghasilkan
susu dan ambing sapi terlihat kecil.
4.3
Efisiensi Pakan
Pakan
merupakan salah satu faktor yang harus mendapatkan perhatian, oleh karena itu pemberian
pakan ternak harus sesuai dengan kualitas pakan dan juga harus diperhatikan
dari segi ekonominya yang dibutuhkan. Sugeng (1992), menyatakan pendapatnya
bahwa pakan bagi ternak dapat berfungsi untuk hidup pokok, pertumbuhan dan
reproduksi. Jenis pakan yang yang diberikan serta cara memberikan kunci
keberhasilan usaha pengemukan sapi perah. Pakan (ransum) yang diberikan
merupakan hijauan dan konsentrat.
a.
Air Minum
Air
minum diberikan dengan mencampurkan garam kedalamnya, air yang diberikan
bersih, jernih dan tidak berbau. Air yang ada di kandang diperoleh dari sumur
bor yang dialirkan ke tangki air yang kemudian dialirkan ke tempat air minum
pada wadah penampungan.
Air
sangat penting bagi ternak sapi perah sesuai dengan pendapat Rasyaf (2004)
bahwa air merupakan komponen yang sangat penting untuk metabolisme tubuh,
apabila ternak kekurangan air maka akan terjadi dehidrasi dan akan berakibat
fatal bagi produktivitas ternak.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keberhasilan produksi sapi perah bergantung pada pakan.
Pakan yang dikonsumsi oleh ternak harus mengandung gizi yang tinggi. Pakan yang
dikonsumsidigunakan untuk pertumbuhan, produksi hidup pokok dan reproduksinya.
Pakan yang diberikan harus sesuai dengan karakteristik, sistem dan fungsi
saluran ternak. Manajemen pakan merupakan pengggunaan secara bijaksana
sumberdaya yang dimiliki agar tujuan pemberian pakan tercapai. Terdapat
empat tujuan pemberian pakan termasuk (1) memenuhi kebutuhan ternak akan
nutrien, (2) palatabel, (3) ekonomis, dan (4) baik untuk kesehatan
ternak. Keseluruhan tujuan pemberian pakan tercermin dari usaha
pemenuhan kebutuhan pakan secara kuantitas, kualitas dan kontinuitas serta
teknik pemberian pakan yang digunakan. Pemberian pakan pada sapi perah tidaklah sama namun tergantung pada
periode sapi perahnya, manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi laktasi),
manajemen pemberian pakan sapi perah (sapi dara), dan manajemen pemberian pakan
sapi perah (sapi pedet).
5.2 Saran
Perlu adanya tindakan pengolahan kotoran yang menumpuk dipinggir atau pada selokan untuk di manfaatkan menjadi sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan seperti biogas. Sehingga limbah hasil ternak tersebut memiliki nilai additif yang berguna bagi kehidupandan menjadi lebih ramah lingkungan.
Perlu adanya tindakan pengolahan kotoran yang menumpuk dipinggir atau pada selokan untuk di manfaatkan menjadi sumber energi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan seperti biogas. Sehingga limbah hasil ternak tersebut memiliki nilai additif yang berguna bagi kehidupandan menjadi lebih ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin. 2002. Pemerahan, Satu Faktor Penentu Jumlah Air Susu. Swadaya
Peternakan Indonesia, (42) 1988:
23-24.
Aksi
Agribisnis Kanisius. 1978. Petunujuk Beternak-Beternak Sapi Potong, Perah
dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta
Anonim, 2010. Master Kuliah Manajemen Ternak Perah FAPET UNPAD.
Bandung.
Djarijah,
Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius.
Kasim , S.N. dkk . 2011. Strategi
Pengembangan Usaha Sapi Perah Di Kabupaten Enrekang. Jurnal AGRIBISNIS Vol. X
(3) .
Kusnadi, Uka dan E. Juarini. 2006.
Optimalisasi Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Perah Dalam Upaya Peningkatan
Produksi Susu Nasional. WARTAZOA Vol. 17 No. 2.
Muljana. 2005 Pemeliharaan dan
Kegunaan Ternak Sapi Perah. Penerbit Aneka Ilmu. Semarang.
Reaves, P. M., E. J. Robert, and M.
E. William. 1973. Dairy Cattle: Feeding and Management. John
Wiley and Sons Inc. Canada.
Sudono, A. 1990. Pedoman Beternak
Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi Pertanian. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Sudono, A. 1999. Produksi Sapi
Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Suherman, Dadang. 2010. Evaluasi
Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem
Individu dan Kelompok di Rejang Lebong. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol.
3, No 1.
Suprajitna. 2008. Sapi Perah dan
Pemberian Makanannya. Diktat Kuliah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Utomo, Budi dan Miranti D P.
2010. Tampilan Produksi Susu Sapi Perah Yang Mendapat Perbaikan Manajeman
Pemeliharaan. Caraka Tani XXV No.1.
Wiharto 2000.
Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Gramedia. Jakarta.
LAMPIRAN
1.
Pembersihann Kandang
dan tempat pakan
Gambar 1. Pembersihah tempat
pakan
Gambar 2. Pembersihan Lantai
Kandang
2.
Pemberian Pakan
Gambar
3. Pemberian Pakan Hijauan
Gambar
4. Pemberian Pakan Tambahan
3.
Pemberian Obat-obatan
Gambar
5. Pemberian Obat-obatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar