Selasa, 10 November 2015

LAPORAN SEMESTER TEKHNOLOGI PENGOLAHAN HIJAUAN



LAPORAN SEMESTER
TEKHNOLOGI PENGOLAHAN HIJAUAN
“PEMBUATAN SILASE”



NURSHOLEH                         E10011128

.
.



https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRjlhDr_zFPDWgE9MIc83fTZf8q4Em7kvY5t3I6Ck-AfBHIOhqfWw


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013





PENDAHULUAN

Latar belakang
            Hijaun dalam bidang peternakan sangat dibutuhkan dapat dikatakan bahwa  kebutuhan untuk ternak ruminansia itu muklak. Dibidang peternakan dalam hal ini sangat dibutuhkan dalam pengembangan peternakan yang modern dan berkompeten untuk bersaing dalam mencukupi kebutuhan daging sesuai dengan visi Indonesia swsembada daging 2014.
Dalam upaya peningkatan produksi ternak harus seiring dengan peningkatan kualitas pakan hijauan. Karena pakan hijauan dapat  juga berfungsi sebagai Bulk dan juga sebagai sumber karbohidrat,protein,vitamin dan mineral.Untuk menjaga agar ketersediaan akan hijauan pakan ternak jangan sampai kekurangan maka salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan hijauan yang tumbuh secara alami.Pada sumber hijauan makanan ternak sesuai dengan kapasitas tampung terhadap jumlah ternak,disamping itu perlu adanya pembuatan kebun rumput yang menyediakan berbagai jenis hijauan yang berkualitas tinggi demi ketersediaan sumber hijauan yang mencukupi.
            Hijauan makanan ternak merupkan kelompok tanaman yang unggul dan berkualitas, sebagai kebutuhan utama makanan ternak yang mengandungan nutrient (gizi-gizi) yang lebih efisien dan bermanfaat terhadap ternak. Hijauan makanan ternak berasal daripada 2 bagaian komunitas besar yaitu kelompok rumput-rumputan (Graminae) dan kacang-kacangan (Leguminosa). Dalam penentuan keberadaan hijauan makanan ternak terdapat pengaruh besar yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan daripada produktifitasnya yaitu system penanamannya. Hingga saat ini banyak para ahli ingin menngusahakan system penanaman hijauan makanan ternak yang lebih unggul dan efisien serta tidak mengandung unsur genetik yang rendah sebagai penyedia hijauan makanan ternak yang terbaik.
            Teknologi pakan ternak (ruminansia) meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas nutrisi pakan, meningkatkan daya cerna hewan ternak, dan dapat memperpanjang daya simpan bahan pakan tanpa harus mengurangi mutu secara berarti. Dilain pihak pengembangan teknologi pakan dari hijauan atau limbah pertanian secara aktif telah memberikan sumbangan nyata terhadap penurunan potensi limbah pertanian yang terbuang. Pengetahuan tentang bahan-bahan pakan dan pakan yang telah siap  dikonsumsi oleh ternak, masih terpaku pada pengadaan dan proses, namun belum lebih jauh pada mutu dari kandungan nutrisinya.

Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum Tekhnologi Pengolahan Hijauan pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakuman bagi ternak. Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.
Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri silase yang baik dilihat dari organoleptik.














TINJAUAN PUSTAKA
Silase adalah hijauan makanan ternak yang disimpan dalam keadaan segar, dalam suatu tempat yang disebut silo. Silo merupakan tempat penyimpanan makanan ternak (hijauan) baik yang dibuat dalam tanah maupun diatas tanah. Silase merupakan suatu proses fermentasi dengan maksud mengawetkan hijauan dalam keadaan basah (lembab). Hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan silase adalah pemadatan hijauan dalam silo yang kurang sempurna dan penutupan silo yang tidak sempurna (Komar, 1984). Silase yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri teksturnya tidak berubah, tidak menggumpal, berwarna hijau seperti daun direbus dan berbau asam. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi (40-80%) . Keunggulan pakan yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak memerlukan proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat pemanasan serta mengandung asam-asam organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi mikroorganisme pada rumen (perut) sapi (Febrisiantosa, 2007).
Udara (oksigen) dapat masuk, populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan panas dalam silase karena proses respirasi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemadatan bahan baku silase terkait dengan ketersediaan oksigen di dalam silo, semakin padat bahan, kadar oksigen semakin rendah sehingga proses respirasi semakin pendek (Murni et al., 2008). Kualitas silase dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam  silo (Regan, 1997).
Pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal. Bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam dan secara anaerob (Siregar, 1996). Tidak tumbuhnya jamur dalam proses pembuatan silase ini sangat penting untuk dipertahankan karena pH pertumbuhan optimum jamur adalah      4,0-6,5 (Syarief et al,. 2003)
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Pengolahan Hijauan dengan materi Silase yang dilaksanakan pada tanggal 21 Mei sampai 11 Juni 2014 pukul 06.30 – 08.30 WIB di Laboratorium Teknologi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jambi.
Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum silase adalah Legum Sentro sebanyak ………. gram. Peralatan yang digunakan dalam silase adalah pisau untuk memotong-motong daunLegum Sentro, timbangan untuk menimbang daun Legum Sentro, plastik sebagai tempat proses fermentasi daun Legum Sentro, plastic terpal hitam sebagai tempat menaruh Legum Sentro yang sudah di timbang, kertas label untuk menandai plastik pada perlakuan, tali rafia, lakban putih, pH meter untuk mengukur pH dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
Metoda
            Adapun cara kerja yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
Pengamatan yang dilakukan :
1.      Warna (akan diberikan standarnya pada saat pembukaan silo)
2.      Aroma
3.      Tekstur
4.      Pengukuran nilai pH
Sebanyak 20 g sampel silase segar dimasukkan kedalam botol plastic dan ditambahkan dengan 70 ml aquades. Sampel dikocok menggunakan shakeer selama 30 menit, kemudian disimpan dalam lemari pendingin pada temperature 4ºC selama 12 jam. Ekstrak disaring menggunakan 2 lembar kain kassa.
5.      Persentase kerusakan silase akibat pertumbuhan jamur :
Berat silase rusak /berat total silase x 100%
6.      Kehilangan BK dihitung dari selisih BK awal dengan BK yang terdapat pada silase rumput gajah analisis BK dilakukan menggunakan oven pada suhu 105ºC hingga beratnya stabil.
7.      Nilai Fleigh (NF)
Dihitung berdasarkan formula yang digunakan oleh OZTURK et al. (2006) sebagai berikut :
NF = 220 + (2x % BK - 15) - (40 x pH) ; nilai 85 – 100 menunjukan kualitas silase sangat baik ; 60 – 80, baik ; 55 – 60, agak baik ; 25 – 40, sedang dan <20, sangat buruk.
















HASIL DAN PEMBAHASAN
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku yang berupa tanaman hijauan , limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami lainya, dengan jumlah kadar / kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara , yang biasa disebut dengan Silo, selama sekitar tiga minggu.
Didalam silo tersebut tersebut akan terjadi beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana “bakteri asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi. Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya.

Kriteria Silase yang baik :
Indikasi dan penjelasan serta nilai keberhasilannya :
a. Kewangian
1.      Wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya.
2.      Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi
3.      Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung,rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama sekali tidak ada bau.
4.      Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap.
b.   Rasa
1. Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti youghurt/yakult.
2.Rasanya sedikit asam
3.Tidak ada rasa
4.Rasa yang tidak sedap, tidak ada dorongan untuk mencobanya.
c. Warna
1.      Hijau kekuning- kuningan.
2.      Coklat agak kehitam-hitaman.
3.      Hitam, mendekati warna kompos
d. Sentuhan
1. Kering, tetapi apabila dipegang terasa lembut dan empuk. Apabila menempel ditangan karena baunya yang wangi tidak dicucipun tidak apa-apa.
2. Kandungan airnya terasa sedikit banyak tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan dicuci bau wanginya langsung hilang.
3. Kandungan airnya banyak, terasa basah sedikit (becek) bau yang menempel ditangan, harus dicuci dengan sabun supaya baunya hilang.

Jumlah nilai = Nilai wangi + Nilai rasa + Nilai warna + Nilai sentuh, angka 100 adalah yang terbaik

Penyimpanan Silase:
Silase dapat di simpan dalam waktu yang sangat lama selama tetap berada dalam keadaan kedap udara

Pengamatan Kualitas Fisik Silase
Hasil pengamatan praktikum pembuatan silase daun Legum Sentrodisajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. HasilPengamatan Organoleptik Silase Daun Legum Sentro
No
Kode Silase


Pengamatan



pH
Temperatur
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
1
P2A1.1

29ºC
Hijau Kecoklatan
Asam
Lembut
-
2
P2A1.2

29ºC
Hijau Kecoklatan
Asam
Lembut
-
3
P2A1.3

29ºC
Hijau Kecoklatan
Asam
Lembut
-
4
P2A1.4

29ºC
Hijau Kecoklatan
Asam
Lembut
-
5
Legum TAd

29ºC
Hijau Kecoklatan
Agak Asam
Lembut
-

Bau dan rasa
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bau dari silase daun Legum Sentrodiperoleh hasil pada minggu ke-0 masih berbau segar, minggu ke-1 berbau ….., minggu ke-2 berbau ……., minggu ke-3 berbau …….... Hal ini menunjukkan bahwa silase memiliki kualitas yang kurang baik karena bau silase sangat busuk dan merangsang. Bau silase yang baik adalah berbau busuk. Bau busuk dan merangsang pada silase tersebut dikarenakan adanya udara yang masuk dalam plastik, sehingga mikroorganisme beraktivitas karena didukung oleh suasana yang aerob, seharusnya tempat silo harus dalam suasana anaerob. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Murni et al. (2008) yang menyatakan udara (oksigen) dapat masuk, populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan panas dalam silase karena proses respirasi, sehingga menyebabkan perubahan untuk bahan silase. Rasa silase dari secara garis besar adalah asam. Hal ini dikarenakan bakteri yang ada pada sampel akan bekerja pada suasana asam dan dalam keadaan anaerob. Silase tersebut mempunyai kualitas yang sangat baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Deptan (1980) yang menyatakan bahwa silase yang baik mempunyai rasa yang asam.

Tekstur
            Berdasarkan hasil praktikum pengamatan tekstur silase Legum Sentro……gram, diperoleh hasil pada minggu ke-0 bertekstur sesuai asli, minggu ke-1 bertekstur …….., ke-2 bertekstur ……. dan ke-3 bertekstur ……. Silase yang terbentuk menandakan berkualitas jelek karena tekstur berubah menjadi lembek dikarenakan adanya rongga udara yang mengakibatkan adanya uap air yang tercampur dalam sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Komar (1984) yang menyatakan bahawa hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan silase adalah pemadatan hijauan dalam silo yang kurang sempurna dan penutupan silo yang tidak sempurna. Pioner Development foundation (1991) menambahkan bahwa kadar air yang rendah dapat mempengaruhi tekstur silase.


Warna
               Berdasarkan hasil praktikum pengamatan warna dari silase daun Legum Sentro……… gram, diperoleh hasil pada minggu ke-0 berwarna hijau, minggu ke-1 dan 2 berwarna hijau kecoklatan dan ke-3 berwarna hijau seperti daun direbus. Warna pada silase dikarenakan kandungan kadar air dalam daun Legum Sentro yang dimampatkan dalam suasana anaerob sehingga tidak terjadi proses fotosintesis dan menyebabkan warna menjadi hijau seperi daun direbus (menandakan normal). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Febrisiantosa (2007) yang menyatakan silase yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri teksturnya tidak berubah, tidak menggumpal, berwarna hijau seperti daun direbus dan berbau asam. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi (40-80%).

Jamur
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan jamur dari silase daun Legum Sentro….. gram, diperoleh hasil pada minggu ke-0 sampai minggu ke-1 tidak terdapat jamur dan pada minggu ke-2 dan ke-3 ada sebagian berjamur. Kualitas silase tersebut tergolong lumayan bagus dikarenakan adanya jamur yang tidak banyak pada minggu terakhir. Pertumbuhan jamur pada silase ini dapat disebabkan karena kondisi lingkungan yang mempunyai kelembapan tinggi dan aliran udara yang kurang baik yang tidak sesuai dengan keadaan normalnya. Hal ini sesuai dengan pendapat  Pioner Development foundation (1991) bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas silase adalah asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo. Regan menambahkan (1997) bahwa kualitas silase yang baik tidak terdapat jamur.

Penggumpalan
Berdasarkan hasil pratikum pengamatan ada tidaknya penggumpalan silase daun Legum Sentro dengan …….. gram, diperoleh hasil pada minggu ke-0, minggu ke-1 tidak terdapat penggumpalan, ke-2 dan ke-3 terdapat penggumpalan menyeluruh.  Hal ini disebabkan pada minggu ke-2 dan ke-3 karena adanya oksigen dalam  plastik, sehingga uap air dan oksigen dalam plastik tersebut menyebabkan silase menggumpal.Hal tersebut sesuai dengan pendapat  Murni et al. (2008) yang menyatakan bahwa udara (oksigen) dapat masuk, populasi yeast dan jamur akan meningkat dan menyebabkan panas dalam silase karena proses respirasi sehingga dapat menyebabkan penggumpalan.

pH
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan pH dari silase daun Legum Sentro…….. gram, diperoleh hasil pada minggu ke-3 pH ……….. Hal ini membuktikan penambahan bekatul dapat menjadikan suasana menjadi asam,    ciri-ciri silase yang baik yaitu bersifat asam. Hal ini sesuai dengan Siregar (1996) bahwa, pada pembuatan silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal.Syarief et al. (2003) menyatakan bahwa tidak tumbuhnya jamur dalam silase ini sangat penting untuk dipertahankan karena pH pertumbuhan optimum jamur adalah 4,0-6,5.

Data pemanenan
No
Kode silase
Berat silase utuh
Berat silase rusak
Berat silase baik
% silase rusak
Berat segar sampel
Berat kering sampel oven 60ºC
% BK 60ºC
% BK 105ºC
Nilai Fleigh
1
P2A1.1
966
32
934
3,31
250
120

4,15

2
P2A1.2
1030
116
914
11,26
250
124

4,09

3
P2A1.3
956
67
889
7,00
250
126

4,10

4
P2A1.4
977
62
915
6,34
250
119

4,00

5
Legum TAd
1003
-
1003
0
250
126

4,07




PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa prinsip utama pengawetan melalui teknologi silase adalah mempercepat kondisi anaerob dan suasana asam didalam silo. Hal ini dapat terjadi apabila jumlah udara di dalam silo minimal yaitu dengan pemadatan yang maksimal, disamping menekan aktivitas mikroba yang menyebabkan kerusakan silase dengan mendorong percepatan terbentuknya asam laktat.
Kualitas silase campuran rumput raja dan daun gamal menunjukkan hasil baik. Hal ini dikarenakan memilki sifat berbau dan rasa asam, berwarna hijau seperti daun direbus, tekstur hijau seperti bahan asal, tidak berjamur dan tidak menggumpal sesuai dengan persyaratan silase yang baik.

Saran
            ……















DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian, 1980. Silase sebagai Makanan Ternak. Departemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Ciawi, Bogor.
Febrisantosa, S. 2007. Silase Komplit Untuk Pakan Ternak. http://jiwocore. wordpress.com/2009/01/06/silase-komplit-untuk-pakan-ternak/. Diakses pada tanggal 11 Desember 2010 pukul 13.00 WIB.
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita, Bandung.

Murni, R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi pemanfaatan Limbah untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak fakultas Peternakan Universitas, Jambi. http://jojo.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Desember 2010 pukul 13.08 WIB.

Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet Dry Tropics for Small Landholder.

Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syarief, R., La E., dan C.C. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB Press. Bogor.