Rabu, 11 November 2015

LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM KESEHATAN TERNAK



LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
KESEHATAN TERNAK






OLEH:
NURSHOLEH
E10011128
D





1aaa.png







FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013



KATA PENGANTAR
              Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena atas limpahan rahmat dan ridhoNya penulis diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan laporan semester Praktikum Kesehatan Ternak Tahun Akademik 2013/2014 ini.
              Laporan ini diharapkan dapat menjadi pegangan dan pedoman kita bersama pada mata kuliah praktikum Kesehatan Ternak ini. Laporan ini mencakup hasil-hasil dan pembahasan selama praktikum yang telah dilaksanakan selama satu semester ini, yang diharapkan berguna bagi mahasiswa agar lebih memahami tujuan praktikum tersebut.
              Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen dan staf asisten pengajar serta semua pihak yang telah membantu dan membimbing dengan sangat baik  sehingga dalam pembuatan laporan semester ini penulis merasa sangat terbantu.
              Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif dan membantu demi kebaikan pembuatan laporan selanjutnya sangat penulis harapkan untuk perbaikan dikemudian hari. Sehingga laporan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai kesehatan ternak.

                
Jambi,     Desember 2013

                                                                                                      Penulis







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.....................................................................................       i
DAFTAR ISI.....................................................................................................      ii
PENDAHULUAN............................................................................................      1
   Latar Belakang...........................................................................................      1
        Tujuan dan Manfaat....................................................................................      4
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................     5
MATERI DAN METODA.................................................................................    12
Waktu dan Tempat..............................................................................................    12
        Materi..........................................................................................................    12
       Metoda..........................................................................................................   13           
HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................    15
        Pemeriksaan Fisik pada Ternak................................................................    15           
        Penyakit Endoparasit (Telur Cacing).........................................................   18
  Pemeriksaan Protozoa................................................................................    32
        Vaksinasi ND..............................................................................................    34
        Koleksi dan Identifikasi Ektoparasit.........................................................   36
        Pengambilan dan Pengiriman Spesimen....................................................    46
        Sanitasi dan Desinfektan............................................................................   47
PENUTUP...........................................................................................................    49
Kesimpulan ...............................................................................................    49
Saran..........................................................................................................    50
  
DAFTAR PUSTAKA











DAFTAR TABEL

   
Tabel 1. Pemeriksaan Fisik Pada Ternak ............................................................    15           
Tabel 2. Pemeriksaan Telur Cacing.....................................................................    18
Tabel 3. Endoparasit yang menginfeksi ternak...................................................    20
Tabel 4. Pemeriksaan Protozoa...........................................................................    32





































DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Caplak pada Sapi ( Rhipicephalus evertsi ).......................................    37           
Gambar 2. Kutu Kerbau (Haematopinus eurysternus) .......................................    38
Gambar 3. Kutu Kambing (Damalinia bovis).....................................................    39
Gambar 4. Kutu Ayam (Mallopagha persicu)....................................................    40
Gambar 5. Kutu Kucing (Demodex canis)..........................................................    41           
Gambar 6. Caplak Kerbau (Rhipicephalus evertsi).............................................    41
Gambar 7. Caplak Sapi (Amblyoma hebraeum)..................................................    42
Gambar 8. Kutu Anjing (Ctenocephalides canis)...............................................    43
Gambar 9. Caplak pada Sapi ( Rhipicephalus evertsi ).......................................    37           
Gambar 10. Kutu Kerbau (Haematopinus eurystemus)......................................    44
Gambar 11. Caplak pada kambing ( Amblyoma cayannense )............................    45



 
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manajemen pemeliharaan yang baik, khususnya program kesehatan ternak menjadi hal yang paling mendasar untuk meningkatkan produksi. Pemeriksaan kesehatan ternak itu sendiri meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sistema. Dalam praktikum kesehatan ternak ini akan banyak berguna dikemudian hari. Kesehatan ternak mempelajari mengenai penyakit, pemeliharaan, vaksinasi, sanitasi, dan mendiagnosa penyakit pada ternak.
Penyakit parasit merupakan penyakit yang sering menyerang ternak seperti protoza contohnya cacing. Biasanya ternak yang diserang adalah ternak ruminansia dan non ruminansia. Penyakit parasit ini bisa biasanya menyerang ternak dengan cara hinggap pada tanah dan juga dapat melalui makanan. Akan tetapi parasit ini tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi kerugian yang diakibatkan oleh parasit cacing sangat besar. Parasit yang diserang oleh protozoa merupakan penyakit yang mudah berkembang dan menyerang ternak pada kondisi daerah yang beriklim tropis dengan kelembapan yang tinggi. Penyakit parasit cacing ini sering juga terjadi pada sapi, baik itu sapi lokal maupun sapi peranakan. Dengan adanya penyakit parasit cacing ini dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar, hal ini dapat berupa gangguan pertumbuhan, penurunan bobot badan, daya tahan tubuh, penurunan produksi telur bahkan sampai berhenti bereproduksi serta terjadi peningkatan biaya pemeliharaan.
              Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan ternak yang dipelihara program kesehatan. Ektoparasit adalah yang hidup di luar tubuh (permukaan kulit tubuh) induk semang. Cara hidupnya dari ektoparasit ini adalah dengan hinggap yang hanya bersifat sementara. Pada induk semang untuk mencari makan (numpang makan), atau tinggal menetap pada induk semang. Ektoparasit diketahui dapat mengakibatkan menurunya produksi telur sebesar 15-30% bahkan dapat menghentikannya sama sekali. Selain itu ektoparasit dapat menghambat pertumbuhan hewan terutama hewan-hewan muda, menurunkan berat badan dan bahkan menyebabkan kematian, jika serangan parasit atau ektoparasit itu hebat.
              Protozoa merupakan anggota dari hewan yang sederhana. Tubuhnya walaupun komplek, tersusun dari sel tunggal dan hampir semuanya mempunyai ukuran mikroskopis. Protozoa tersusun dari organela – organela tetapi bukan organ, karena mereka merupakan diferensiasi dari satu sel.
            Progaram vaksinasi ND yaitu hendaklah disesuaikan dengan situasi penyakit yang ada dilapangan, penyediaan atau tersedianya vaksin. Vaksin yang sering digunakan oleh peternakan adalah vaksin ND Strain La-sota. Vaksin ini bisa digunakan pada vaksinasi awal yaitu pada anak ayam dan bisa untuk vaksinasi ulangan. Program vaksinasi adalah salah satu cara yang paling sering digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit di suatu kawasan peternakan ayam. Semua program vaksinasi dibuat berdasarkan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau wilayah sekitarnya. Vaksinasi yang digunakan adalah vaksinasi ND yang terdiri dari dua strain antara lain ND strain la sota untuk ayam yang berumur 21 hari sedangkan ND B1 untuk ayam umur 1-4 hari. Pada praktikum ini vaksinasi yang digunakan adalah ND la sota, karena ayam yang digunakan mempunyai berat lebih dari 1 kg.           Vaksinasi biasanya bermanfaat bagi ternak, supaya ternak dapat mengetahui bahwa virus yang masuk adalah virus ND sehingga pada saat ayam diserang oleh ND kekebalan tubuh dari ternak tersebut akan mampu mendeteksi dan mengetahui bahwa yang menyerang adalah virus ND.
              Hasil akhir dari pemeriksaan di laboratorium sangat dipengaruhi oleh cara penanganan dan pengiriman contoh atau spesimen yang dilakukan oleh dokter, paramedis, petugas lapangan, maupun peternak. Contoh yang dikirim secara cepat dan terbuka kemungkinan akan dapat dicapai hasil pemeriksaan laboratorium yang 100% akurat.
Spesimen adalah sampel dari suatu ternak yang diambil guna untuk disimpan didalam botol atau sebagai bahan yang untuk diawetkan dengan memakai alkohol. Biasanya spesimen ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap antara lain yaitu persiapan,cara pengambilan spesimen, spesimen untuk uji serum,spesimen untuk uji virus. Dalam penelitian ini spesimen yang digunakan diambil dari seekor ternak yaitu itik. Dalam pengambilan ini organ yang diambil terdiri dari saluran pernafasan, hati jantung, empedu, usus halus, usus besar, limfa dan lain sebagainya. Semua organ ini akan dijadikan spesimen guna sebagai sampel di dalam pengujian baik itu pengujian tentang bakteri dan virus. Spesimen ini akan tahan lama bila diawetkan dengan menggunakan formalin. Di dalam pengambilan spesimen ini harus dilakukan dengan hati-hati supaya spesimen yang diharapkan tidak rusak. Sedangkan pengiriman spesimen ke dalam labor dapat dilakukan dengan cara memasukkan ke dalam labor supaya spesimen yang diharapkan agar tetap utuh dan tidak rusak.
Sanitasi merupakan proses menghilangkan secara fisik bahan biologis atau anorganik dari permukaan bangunan atau peralatan kandang. Sanitasi sangat berguna sekali didalam menghilangkan kuman penyakit yang terdapat disekitar kandang.sanitasi dilakukan pada saat kandang sudah bersih dari kotoran ternak. Sebaiknya perlakuan sanitasi dapat dilakukan setelah semuanya steril. Sedangkan Desinfeksi adalah proses membunuh mikroorganisme patogen pada permuakan bangunan atau peralatan atau pada ternak atau pada bahan biologis. Hal ini sangat bermanfaat sekali di dalam membunuh caplak, kutu dan juga lalat yang terdapat di dalam perkandangan ternak sapi karena dapat membunuh binatang pengganggu yang dapat mengganggu kenyamanan dari ternak sapi.
Adapun bahan yang digunakan di dalam sanitasi dan desinfeksi antara lain terdiri dari asam, basa, fenol, kresol,alkohol, halogen, zat pewarna, senyawa ammmonium kuartener, sabun dan deterjen, dan formaldehida. Semua zat ini sangat bermanfaat sekali di dalam membunuh kuman penyakit yang terdapat disekitar kandang ternak sapi. Dalam melakukan sanitasi dan desinfeksi ada bebepa faktor utama yang menetukan bagaimana desinfektan bekerja antara lain adalah : kadar desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, suhu desinfektan, jumlah atau tipe mikroorganisme yang ada, bahan yang dididesinfeksi.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pemeriksaan kesehatan ternak, jenis-jenis penyakit endoparasit, penyakit ektoparasit, sanitasi dan desinfeksi, cara-cara pengiriman spesimen, penyakit coccidia, vaksinasi ND, dan pengambilan spesimen.
            Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah supaya peserta praktikum bagaimana memvaksin yang baik dan benar, mengetahui jenis-jenis penyakit endoparasit, penyakit endoparasit, penyakit coccidia, bagaimana cara pengiriman spesimen dan sanitasi kandang yang benar sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.





















TINJAUAN PUSTAKA
AAK (1996) menyatakan bahwa penyuntikan dapat dilakukan pada bagian dada atau paha.
AAK (1978) menyatakan bahwa penanganan yang sembarangan atau tidak terampil dan factor lingkungan seperti penyakit kulit dan perusakan oleh serangga banyak mengurangi nilai kulit kambing.
Agraris (2005) menyatakan bahwa Vaksin yang  virulensinya rendah seperti vaksin ND Strain HB pada umur 0-4 hari dan Strain ND Lasota ayam umur 21 hari. Vaksin letogenik dipergunakan sebagai vaksin dasar dimana ayam – ayam tersebut belum pernah divaksin.
Anonymous (1995) menyatakan bahwa penyebab dari penyakit Newcastle Disease adalah virus Paramyxovirus.
Anshory (1991) menyatakan bahwa semua kutu tidak bersayap, dia mempunyai tubuh pipih, dan antenna pendek dengan 3 sampai 5 ruas, dan kakinya pendek. Hanya mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk bepegangan pada bulu atau rambut.
Burns, M. (1996) menyatakan bahwa kondisi mulut, hidung yang kering hal ini membuktikan bahwa mereka menderita penyakit scabies dengan ciri-ciri antara lain dengan mengaruk-garukkannya.
Cameron (1996), menyatakan bahwa kutu merupakan parasit permanent eksternal dan obligat pada burung dan hewan mamalia. Kutu ini tidak meloncat ataupun terbang melainkan berjalan cepat.
Chairul Arifin (1995) menyatakan bahwa parasit ternak sapi sejenis arthropoda pada umumnya memiliki cici – ciri yaitu tubuh berbuku – buku, terdapat beberapa pasang kaki dan dilengkapi dengan sepasang antena/ caput pada bagian depan.
Chairul Arifin dan Soedarmono,(1982) menyatakan bahwa bentuk tubuh caplak terbagi atas 2 jenis, yaitu caplak keras atau scutate tick (hard tick) seperti Boophilus dan caplak lunak atau non scutate tick(Soft tick) seperti Orhthodorras dan Argas pada unggas. Selain itu pada kambing ditemukan pula caplak Amblyoma cayannense.
Chairul Arifin dan Soedarmono,(1982) menyatakan bahwa tempat yang paling tepat untuk mencari pinjal adalah pada tubuh kucing dan anjing piaraan, kedua hospes tersebut dapat diserang oleh pinjal anjing yakni Ctenocepholides canis, Pulex irritans.
Devendra, C (1998) menyatakan bahwa keadaan kulit binatang yang kurang sehat adalah keras,kering dan kaku bila kulit dilipat sulit merata kembali. Tetapi binatang yang sehat kulitnya lemas, mudah dilipat lipatan tersebut mudah rata kembali dan juga ketidak normalan kondisi tubuh ternak juga dapat dilihat pada urinnya terutama warna urin dan kekeruhanya.
Dirkeswan (1998) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya bedah bangkai adalah untuk mendiaognosis atau mengidentifikasi suatu penyakit yang menginfeksi ayam tersebut dan hasilnya akan dijadikan bahan pertimbangan menentukan penyakit yang sedang menyerang suatu kawasan peternakan.
Dirkeswan (1990) menyatakan bahwa pengambilan spesimen harus terhidar dari pencemaran oleh bakteri. Untuk keperluan tersebut maka spesimen hanya diambil dari hewan sakit atau karkas segar yang kematiannya belum melewati 2-4 jam.
Djamalin Djanah (1983) menyatakan bahwa bahwa caplak dan tengu termasuk ordo arachida,caplak merupakan binatang kecil yang terdapat dimana-man dan ada spesies yang hidup bebas di dalam tanah, air, humus dan pada sisa-sisa binatang atau tubuh yang sudah mati.
Drh.Nugroho, (1987) menyatakan bahwa kutu kepala ayam terdapat di kepala dan leher ayam.
DT H. Sihombing, (1997) menyatakan bahwa cacing bulat besar (Ascaris Suum) adalah parasit yang paling besar pada babi, panjang cacing dewasa berkisar antara 15 – 40 cm, feses dewasa parasit tersebut berlangsung dalam usus halus sedangkan larva dapat ditemukan dalam hati dan paru-paru. Sedangkan cacing kremi bermukim di secum dan usus besar babi, cacing dewasa bentuknya gemuk tetapi pendek (panjang 10-20 mm) daur hidupnya yakni mengeluarkan telur bersama feses, telur akan menetas dalam 1-3 hari dan berkembang menjadi larva.
Elmer R Noble dan Gleen A Noble,(1989) menyatakan bahwa kutu merupakan parasit pada permukaan tubuh burung dan mamalia. Di Negara beriklim panas, kutu paling banyak selama bulan Februari dan Maret dan paling sedikit bulan Juni dan Agustus. Alasan untuk variasi musiman dalam jumlah sedemikian ini tidak diketahui dengan pasti.
Fadilah dan kawan-kawan (2007) yang menyatakan bahwa pada ternak sapi banyak sekali terdapat protozoa yang dapat membahayakan siklus pertumbuhan, produksi dan yang lainnya sehingga pencegahan terhadap pertumbuhan protozoa harus diinstensifkan, salah satu nya yaitu protozoa Eimeria Buidnonensi.
Fischer, H, Horst, Selfert dan Brittner, A (1995) menyatakan bahwa binatang yang sakit akan nampak lemah lesu tetapi binatang yang sehat gerakannya akan lincah dan gembira.misalnya pada kuda setiap kali mendengar sesuatu telinganya bergerak, dilebarkan, dan di tengadahkan.
Ficher (1995) menyatakan bahwa untuk pencegahan penyebaran penyakit pada ternak harus lah dengan melakukan sanitasi dan desinfeksi yang baik dan teratur.     
              Glenn (1999) menyatakan bahwa larva stadium III pada parasit yang inaktif bila tertelan hewan bersama makanan akan berkembang menjadi dewas di dalam lambung penderita.
              James (1992) menyatakan bahwa kambing mengambil makanannya dengan menggunakan bibir dan kambing lebih menyukai dedaunan dari pada rumput, serta dapat menempuh perjalanan yang jauh untuk mencari makanan kesukaannya dibandingkan sapi dan domba.
Kartasudjana (2008) menyatakan bahwa banyak sekali protozoa yang hidup didalam tubuh ternak yang sangat berbahaya sehingga perlunya pemeliharaan lingkungan yang baik agar dapat mencegah pertumbuhan protozoa jahat yang dapat memberikan dampak buruk bagi ternak.
Komarudin (2008) menyatakan bahwa jenis protozoa Eimeria Necatrix yang terdapat pada ternak akan menurunkan produksi dari ternak tersebut dan juga mempengaruhi konsumsi pakan.
Natasasmita (1998) menyatakan bahwa bulu binatang yang sakit nampak kusam sedagkan pada binatang yang sehat nampak bulunya lebih  bersih dan licin mengkilat.  
Noble, E. (1996) menyatakan bahwa penyemprotan desinfektan terhadap kandang dan ternak bertujuan untuk membunuh bibit penyakit khususnya ektoparasit.
Norman (1995) menyatakan bahwa struktur dari ookista yang khas adalah dinding ookista terdiri dari satu atau dua lapis dan mungkin dibatasi selaput.
Nugroho (1989) menyatakan bahwa penyakit Newcastle Disease merupakan penyakit pernafasan yang akut dan mudah sekali menuar. Pencegahan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah vaksinasi dan sanitasi.
Nugroho (1998) menyatakan bahwa Eimeria necatrix merupakan protozoa yang terdapat dalam usus halus dan sekum pada ayam, dengan bentuk bulat memanjang dan halus. Protozoa ini dapat menyebabkan penyakit yang khronis pada ternak ayam.
Nugroho (1999) menyatakan bahwa untuk mengambil specimen pada ternak kita harus perhatikan keadaan ternak tersebut. Apabila ternak masih hidup kita dapat mengambil bagian-bagian tertentu seperti, leleran hidung atau telinga, darah, feces, kerokan kulit.
Rukmone, B. (1995) menyatakan bahwa dengan pemandian ternak dapat mencegah penyebaran penyakit terutama ektoparasit,sebab dalam sabun terdapat kandungan desinfektan yang dapat mencegah pertumbuhan dari ektoparasit.
Smith, (1998) menyatakan bahwa banyak cara yang dilakukan dalam vaksinasi yaitu diteteskan, melalui air minum, dengan injeksi. Cara ini juga amat mudah dan banyak dilakukan orang karena lebih efektif dan dosis yang dimaksut bisa lebih cepat dari pada dengan air minum.
Subronoto. (1996) menyatakan bahwa vaksin yang sudah dicampur dengan pelarut harus disimpan pada suhu 4-8 0 C, agar proses vaksinasi berhasil vaksin tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dan setelah dicampur dengan pelarut harus habis dalam waktu 2 jam setelah pencampuran dengan pelarut.
Soedarmono (1998) menyatakan bahwa penyakit endoparasit ini merupakan penyakit yang sanmgat berbahaya karena penyakit ini menyerang saluran pencernaan akan tetapi penyakitn ini dapat diatasi dengan pemberian anti parasit secara teratur. 
Soenarjo,(1975) menyatakan bahwa efisiensi kontrol terhadap caplak, terutama pada hewan yang dikandang adalah suatu aspek pentin dari kesehatan secar ekonomis sangat bernilai, sebab ternak dalam kondisi lebih tenang akan menyelamatkan zat-zat makanan yang berasal dari makanan yang dikonsumsi.
Soenarjo,C (1998) menyatakan bahwa suhu tubuh normal pada sapi adalah 38, 50 C sedangkan suhu tubuh domba adalah 37 0C. 
Soeprapto Soekardono (1997) menyatakan bahwa ternak yang terserang penyakit endoparasit akan memperlihatkan kestabilan tubuh ternak menurun nafsu makn berkurang serta produktivitas ternak bisa terhenti.
Solihin, T (1995) menyatakan bahwa penyebaran penyakit parasit cacing dapat berlangsung apabila daya tahan tubuh ternak menurun, kelembaban yang tinggi dan lingkungan tempat ternak digembalakan kotor.
Subronto (1996) menyatakan bahwa untuk mencegah perkembangan bibit penyakit yang menyerang ternak,sebaiknya pada pengelolaan ternak dilakukan dengan sanitasi dan desinfeksi secara teratur dan berkesinambungan.
Subronto. (1996) menyatakan bahwa parasit adalah suatu organisme yang menumpang pada makhluk lain yang dihinggapi dan menyebabkan kerugian contohnya adalah caplak dan serangga.
Sudono (1969) menyatakan bahwa sinar matahari pagi yang masuk kedalam kandang sangat penting, karena sinar pagi tak begitu panas dan lebih banyak mengandung sinar ultraviolet yang dapat berfungsi sebagai desinfektan dan membantu pembentukan kulit.
Sudarmono (2008) menyatakan bahwa tidak adanya protozoa dalam pemeriksaan protozoa secara laboratory mungkin karena kesalahan atau kurang telitian dalam pengambilan feces atau juga dalam pengerjaannya.
Suhardi (1993), menyatakan bahwa pada ternak yang terserang penyakit cacing dapat dilihat dengan adanya perubahan atau gejala-gejala yaitu anemia, kurus, bulu kusam, dan adanya rahang yang bengkak. Pemeriksaan feces dapat dilakukan dalam beberapa metode. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini dengan salah satu gejalanya yaitu terjadi anemia pada ternak.
Sumaprastowo (1995) menyatakan bahwa  penyebab penyakit ini banyak macamnya,kambing terkena penyakit ini dengan makan atau minum Yang mengandung telur cacing yang menempel pada rumput dan terbawa oleh air penyebaran penyakit ini berlangsung di saat musim hujan.
Sumianto (1990) menyatakan bahwa E. necatrix bertahan selama 12 hari dan dapat menyebabkan mukosa halus menjadi tebal dan akibatnya penyakit yang disebabkan sering dinyatakan sebagai koksidiosis yang khronis.
Sumo (1998) menyatakan bahwa adanya antropoda pada sampel feces ternak dikarenakan peces tersebut sudah lama dan sudan dihinggapi lalat yang menyebarkan bibit atau telur antropoda.
Supriadi (2005) menyatakan bahwa untuk penanganan penyakit parasit pada ternak sebenar tidak sulit, cukup dengan melakukan sanitasi yang teratur, dan pemberian obat cacing dengan teratur serta perhatian peternak terhadap ternaknya.
Sutresna (1996) menyatakan bahwa lalat merupakan ektoparasit penghisap darah.
Syamsul Bahrum (1999) menyatakan bahwa cacing sangat mudah sekali menyerang ternak unggas karena ternak unggas selalu memakan fecesnya sendiri apabila fecesnya tidak pernah dibersihkan.
Trobos (1997) menyatakan bahwa Newcastle Disease (ND) menunjukkan adanya suatu variasi yang besar dalam bentuk dan derajat keparahan penyakit.         
Williamson (1993) menyatakan bahwa penyakit yang biasa diderita sapi adalah menceret, dengan tanda-tanda mata sayu, lesu, menceret, dan kadang-kadang peningkatan secara abnormal dari suhu dan meningkatnya pernafasan.
Wodzicka, M,. ( 1996 ) menyatakan bahwa cacing hidup dalam saluran pencernaan dan seluruhnya memiliki siklus hidup berlangsung. Ini berarti bahwa parasit di tularkan dari ternak keternak yang lain melalui fase hidup bebas yang perkembangannya terjadi pada lingkungan diluar tubuh ternak. Cacing menghasilkan ribuan telur yang di keluarkan melaui kotoran ternak yang terinfeksi.






















MATERI DAN METODA
Waktu dan Tempat
Praktikum Kesehatan Ternak ini dilaksanakan pada setiap hari Rabu mulai tanggal 9 Oktober sampai 4 Desember 2013 pada pukul 15.00 WIB s/d selesai bertempat di Laboratorium Kesehatan Ternak dan Farm Experience Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Materi
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Pemeriksaan Kesehatan Ternak Secara Umum adalah stethoscope, thermometer, satu ekor sapi, kambing jantan dan betina, domba jantan dan betina.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Endoparasit (telur cacing) adalah feces sapi, tabung centrifuge, centrifuge, NaCl jenuh, gula Sheater, aquades, cover glass, object glass, dan mikroskop. Pada praktikum Ektoparasit alat yang digunakan alcohol 70%, aquades, cotton swab, botol plastic atau botol kaca, cawan Petri, objek glass, cover glass, mikroskop dan beberapa ektoparasit yang berhasil dikumpulkan.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Pemeriksaan Protozoa adalah feces ternak, kalium bicromat 2,5%, cawan Petri, dan alat – alat yang digunakan pada praktikum Endoparasit.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Vaksinasi ND adalah alat suntikan yang steril, aquades, vaksin ND strain La Sota, vial vaksin dan ayam yang akan divaksin.
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Pengambilan dan Pengiriman Spesimen adalah seekor ternak, alcohol 10 %, botol kaca, cuter, dn aquades.


Metoda
Pada Pratikum Pemeriksaan Ternak Secara Umum, metoda yang dilakukan yaitu amati keadaan ternak yang dimulai dari keadaan kulit dan bulu, sistem pencernaan, pernafasan, sirkulasi, sistem gerak dan uregenital. Perhatikan tiap-tiap bagian tersebut, apakah ada kelainan yang menunjukkan adanya penyakit.
Pada Praktikum Pemeriksaan Penyakit Endoparasit metoda yang dilakukan dengan 3 metoda yaitu : Metoda Natif dilakukan dengan meletakkan feces diatas gelas objek, ditambah satu tetes air, setelah itu dicampur dan tutup deng cover glass dan amati dibawah mikroskop. Metode Sheater dengan melakukan timbang 1 gr feces masukkan kedalam tabung reaksi dan tambahkan gula sheater dan disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm, setelah itu tambah kembali gula sheater hingga penuh, tepelkan cover glass tepat dibibir tabung. Angkat cover glass dan letakkan diatas glass objek dan amati dibawah mikroskop.Metoda Apung, ambil 5 gr feces masukkan dalam tabung centrifuge, kemudian tambah air sampai 2/3 tabung dan aduk rata biarkan 5 menit, air dan bahan yang terapung buang lalu tambahkan dengan air lagi dan centrifuge selama 10 menit. Cairan dibuang, lalu tambah dengan NaCl jenuh sampai 2/3 tabung, centrifuge lagi selama 10 menit. Tabung diambil, tambahkan lagi NaCl jenuh sampai permukaan kelihatan cembung, biarkan selama 10 menit lalu letakkan glass objek diatas bibir tabung, cairan yang menempel diamati dibawah mikroskop.
Metoda yang dilakukan pada praktikum Pemeriksaan Protozoa yaitu letakkan feces yang diambil dalam cawan petri dan campur dengan kalium bicromat, dan sipam selama 4-7 hari pada suhu kamar, lalu periksaa ookista pada feces dengan meggunakan metoda apung.
Metoda yang dilakukan pada praktikum Koleksi dan Identifikasi Ektoparasit yaitu kumpulkan ektoparasit seperti lalat, caplak dan kutu kambing, sapi, domba, kerbau, rusa, kucing, anjing dan ayam. Lalu masukkan kedalam botol plastik yang berisi alkohol 70 % yang berbeda. Lalu amati masing – masing ektoparasit dengan mikroskop.
Metoda yang dilakukan pada praktikum Vaksinasi ND siapkan alat suntik yang steril, lalu larutkan vaksin dengan menggunakan larutan aquadestilata dengan dosis 0,5 – 1,0 cc/ ekor, gunakan vaksin ND Strain La sota 50 dosis. Dan untuk 1 ekor ayam digunakan 0,5 cc / ekor maka 1 vial vaksin 50 dosis dilarutkan dalam 25 cc aquadestilata. Suntikkan 0,5 cc / ekor pada otot dada ayam.
Metoda yang dilakukan pada praktikum Pengambilan dan Penerimaan Spesimen yaitu potong terlebih dahulu ternak yang akan diambil spesimennya, lalu ambil bagian-bagian yang akan diuji spesimen seperti hati, ginjal, jantung, limpa, usus, proventrikulus, otak. Masukkan kedalam botol kaca yang berisi formalin 10 %.
Dalam kegiatan Sanitasi dan Desinfektan metoda yang dilakukan yaitu bersihkan kandang, lantai kandang dari kotoran ternak yang berserakan, tempat pakan kemudian mandikan sapi dengan sikat yang lembut dan sabun detol, lalu lakukan desinfektan dengan menggunakan Formalin dengan dosis yang ada, desinfeksi kandang ternak dan ternak.















 
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Fisik Pada Ternak
Adapun hasil yang diperoleh pada pemeriksaan fisik dari ternak yaitu :
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Secara Fisik
HASIL PEMERIKSAAN FISIK
Hasil
1
Bulu  dan kulit
Sapi I
Sapi II
Sapi III
Sapi IV
Turgor Kulit
Normal
Normal
Normal
Normal
Bulu
Normal
Normal
Normal
Normal
Luka
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Lesi / jejas
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
2
Pernafasan
Cara bernafas
Normal
Normal
Normal
Normal
Frekuensi
29
29
30
32
Cermin Hidung
Basah
Basah
Basah
Basah
Eksudat hidung
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Batuk
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
3
Sirkulasi
Denyut jantung
Lemah
Normal
Normal
Normal
Frekuensi pulsus
51
70
60
60
Pendarahan
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
4
Pencernaaan
Cara mengambil pakan
Pakai lidah
Pakai lidah
Pakai lidah
Pakai lidah
Cara mengunyah dan menelan
Normal
Normal
Normal
Normal
Tonus lambung
Ada
Ada
Ada
Ada
Peristaltic usus
Normal
Normal
Normal
Normal
Muntah
Tak ada
Tak ada
Tak ada
Tak ada
Cara buang kotoran
Normal
Normal
Normal
Normal
Frekuensi buang feces
Sedikit
Banyak
Normal
Normal
Konsistensi kotoran
Lembek
Lembek
Normal
Normal
5
Urogenital
Cara urine
Normal
Normal
Normal
Normal
Warna urine
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kekeruhan urine
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
6
Syaraf dan Gerak
Reaksi Refleks
Ada
Ada
Ada
Ada
Cara berjalan
Normal
Normal
Normal
Normal
7
Panca Indra
Mata
Tidak ada leleran
Ada
Ada
Ada
Telinga
Normal
Normal
Normal
Normal
Telinga
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Suhu tubuh
38°C
38,5°C
38°C
38,5°C

Dari hasil pemeriksaan pada sapi yang diamati, keadaan sistema sapi tersebut dari mulai kondisi kulit dan bulu, pernafasan, sirkulasi, cara makan, uregenitalis, syaraf dan gerak, dan juga panca inderanya dalam keadaan normal.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa kadaan sistema sapi tidak ada mengalami perubahan yang menunjukkan sapi tersebut tidak menderita penyakit yang membahayakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Fischer, H, Horst, Selfert dan Brittner, A, 1995) yang menyatakan bahwa binatang yang sakit akan nampak lemah lesu tetapi binatang yang sehat gerakannya akan lincah dan gembira.misalnya pada kuda setiap kali mendengar sesuatu telinganya bergerak, dilebaran, dan di tengadahkan.
Williamson (1993) menyatakan bahwa penyakit yang biasa diderita sapi adalah menceret, dengan tanda-tanda mata sayu, lesu, menceret, dan kadang-kadang peningkatan secara abnormal dari suhu dan meningkatnya pernafasan.
Dari hasil pemeriksaan pada kulit sapi yang telah dilakukan pada empat ekor sapi di fapet farm keadaan kulit sapi tersebut normal mengkilat dan halus. Hal ini sesuai dengan pendapat (Subronto, 1985) Kulit sehat dilihat dari bulu yang bersih mengkilat dan tidak rontok serta bulu dalam keadaan normal yang mana bulu tidak berdiri.
Pada pemeriksaan sapi jika dilihat dari keadaan sistemanya sapi tersebut sehat karena kulinta bersih, tidak kusam, bulunya tidak rontok dan tidak terdapat luka atau bekas luka tetapi sayangnya tubuh sapi perah banyak sekali terdapat caplak walaupun kandang sapi tersebut sering di bersihkan tetapi caplak tetap ada di tubuhnya dan ini dapat merugikan peternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan . (Subronto, 1996) yang menyatakan bahwa parasit adalah suatu organisme yang menumpang pada makhluk lain yang di hinggapi dan menyebabkan kerugian contohnya adalah caplak dan serangga.
Dari pengamatan yang telah dilaksanakan bahwa pernafasan pada ternak yang diamati dalam keadaan normal. Menurut (Subronto, 1989). Frekuensi pernafasan keteraturan serta dimana perlu diperiksa dari jarak yang tidak mengganggu ternak. Hewan akan normal dalam keadaan tenang serta lingkungan yang sedang.
             Pengamatan yang telah dilakukan bahwa proses pencernaan pada ternak dalam keadaan sehat atau normal. Menurut (Hiramune dan Murase 1975). Frekuensi tinja berguna untuk penentuan penyakit diare, sedangkan yang dinyatakan oleh (Santoso. 2000) Fungsi sistim  pencernaan hewan yang normal dapat dilihat dalam cara makannya seperti cara mengambil makan, mengunyah, dan menelan.
Jadi dari hal yang telah diamati bahwa hasil pratikum menyatakan ternak urogenitalnya dalam keadaan normal. Menurut (Samad. S. 1978). Dalam Proses Urogenital hewan yang normal dapat dilihat dari cara kencing dan diamati melalui warna urine, dan kekeruhan urine.
Sesuai dengan tinjauan yang mana hasil dari pengamatan bahwa ternak dalam keadaan normal. Menurut (Reksohadidjoyo. 1991). Ternak yang sehat dan normal mempunyai refleks yang bagus dan cara berjalan yang normal serta organ mata maupun organ telinga. Bila ternak terkejut mendengar suara yang aneh berarti ternak dalam keadaan yang sehat.
Kemudian suhu tubuh sapi tersebut tetap di periksa dengan menggunakan termometer yang diletakkan pada bagian anusnya di mana termometer tersebut sudah di normalkan terlebih dahulu dan di peroleh suhu tubuh sapi adalah 37,10C hal ini tidak sesuai dengan pernyatan Soenarjo,C (1998). yang menyatakan bahwa suhu tubuh normal pada sapi adalah 38, 50 C sedangkan suhu tubuh domba adalah 37 0C.  kemungkinan sapi ini dalm keadaan yang kurang sehat.

Penyakit Endoparasit Pada Ternak
(Cacing dan Protozoa)
Endoparasit adalah jenis protozoa yang menyerang ternak dari dalam  tubuh yang biasanya berkembang di dalam tubuh ternak dan menyebabkan ternak mengalami kegelisahan pada ternak tersebut sehingga mengganggu aktivitas dari ternak itu sendiri sehingga mengakibatkan ternak tidak mau makan dan akhirnya mengalami kekurusan pada ternak tersebut walaupun ternak tersebut makan banyak akan tetapi ternak juga akan mengalami kekurusan karena makanan yang dimakan akan dimakan lagi oleh cacing yang bersifat parasit di dalam tubuh ternak.
Ada beberapa pengujian endoparasit dalam spesimen diantaranya adalah:
  1. Uji Natif merupakan uji sederhana, yang perbandingan nya 1 : 10 feses dan air, kemudian  setelah homogen diambil beberapa tetes pada preparat lalu diamati dibawah mikroskop.
  2. Uji Sedimentasi merupakan uji yang menggunakan endapan dari hasil pengenceran spesimennya untuk diamati di bawah mikroskop.
  3. Uji Apung merupakan uji yang menggunakan NaCl dan feses yang diaduk sampai homogen, disaring, lalu disentrifus dengan kecepatan 1500rpm selama kurang lebih 5 menit hingga akhirnya diamati dibawah mikroskop
      Untuk pemeriksaan telur cacing pada praktikum ini digunakan 3 metoda. Berikut hasil yang didapatkan pada setiap metoda :
Tabel 2. Pemeriksaan Telur Cacing
Feses Ternak
Metoda Natif
Metoda Apung
Metoda Sheater
Ayam Arab
Heterakis galliae,
Davaina proglottina
Raileitina enchonobothrida,
Davaina proglottina,
Raileitina cesticulus
Heterakis galliae,
Strongyloides avium
Sapi perah
Eimeria ellispsoidals
Cooperia pectina,
Toxocara vitulorum
Eimeria aubumensis,
Eimeria cylindrica

Kerbau
Scistisoma spindalis,
Eurytrama pancreaticum
Scistisoma spindalis,
Eurytrama pancreaticum
Schistosoma bovis
Itik petelur
Strongyloides civian
Proshihogonimus sp,
Strongyloides avium
Reilietina cesticulus
Ayam broiler
Amoebataenia splencides
Amoebataenia sphenoides
Heterakis galliae
Sapi potong
Carmerius spatiosus,
Fishoedesius elongates
Carmerius spatiosus
Carmerius spatiosus
Ayam kampung
Raileitina enchonobothrida,
Davaina proglottina,

Raileitina enchonobothrida
Raileitina centripuncata
Kambing
Fasciola hepatica,
Paramphistonum cervi
Avetellina centripuncata
Avetellina centripuncata
Bebek
Synganus trachea,
Ascaridia galli
Prosihogonimus sp
Prosihogonimus sp
Kelinci

Pramphistonum ceervi,
Nematodirus spatiger

Kuda
Schistosoma bovis,
Carmerius spatiosus
Schistosoma bovis,
Carmerius spatiosus

Burung puyuh
Heterakis galliae,
Pramphistonum sp
Amoebataenia sphenoides

Anak sapi
Eurytroma pancreaticum,
Schistosoma nasalis
Schistosoma bovis,



Tabel 3. Endoparasit yang menginfeksi ternak di atas :
Schistosoma nasalis
Gambar

s.bovis.jpg


 Kingdom         : Animalia
Filum               : Platyhelminthes
Class                : Trematoda
Ordo                : Strigeatoida
Familia            : Schistosomatidae
Genus              : Schistosomae
Species           : Schistosoma nasalis
            Suhardi (1983), menyatakan bahwa pada ternak yang terserang penyakit cacing dapat dilihat dengan adanya perubahan atau gejala-gejala yaitu anemia, kurus, bulu kusam, dan adanya rahang yang bengkak. Pemeriksaan feces dapat dilakukan dalam beberapa metode. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini dengan salah satu gejalanya yaitu terjadi anemia pada ternak.
      Glenn (1989), menyatakan bahwa larva stadium III pada parasit yang inaktif bila tertelan hewan bersama makanan akan berkembang menjadi dewas di dalam lambung penderita.
Heterakis galliae
Gambar

heterakis.jpg


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum :  Nematoda
Class       : Secernentea
Subclass : Rhabditia
Ordo       : Ascaridida
Family     : Ascaridiae
Genus     : Heterakis
Spsies    : Heterakis galliae
Berdasarkan hasil dari praktikum telur cacing Heterakis galliae berbentuk oval dan memiliki banyak beruang. Anonim (2013) menyatakan Heterakis galliae adalah parasit yang tidak menimbulkan akibat yang serius pada kesehatan ayam. Minimal tidak menimbulkan gejala atau patologi yang signifikan. Cara penularan cacing ini yaitu ayam memakan telurnya, namun telur yyang mengandung larva akan infektif dalam dua minggu. Parasit ini dpata dibasmi dengan fenbendazde.
Davainea proglottina
Gambar

d.proglottina.gif


Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum   : Platyhelminthes
Class        : Cestoda
Ordo       : Davaineida
Family    : Davaieidae
Genus     : Davainea
Spesies   : Davainea proglottina

               Pada saat praktikum telur cacing Davainea proglottina berbentuk oval. Cacing ini adalah cacing pita dengan pathogenesis uang sangat bebahaya pada ayam (Kusumamiharja, 1992). Cacing ini sanagat paatogen karena bagian skdetsnya melakukan penetrasi ke dalam mukosa duodenum menyebabkan terjadinya enteritis hemoragis yang berat. Pada pemeriksaan natif ini telur D. proglottina seperti kapsul yang ujungnya runcing seperti pada polio.
Fasciola hepatica
Gambar

f.hepatica.jpg


Kingdom : Animalia
Phylum   : Platyhelminthes
Class        : termatoda
Ordo        : Echinestoniformes
Family     : Fasciolidae
Genus      : Fasciola
Spesies   : Fasciola hepatica

Fasciola, Fascioliasis (Distomatosis, Liver fluke disease, Liver rot, Penyakit cacing hati) Fascioliasis atau penyakit cacing hati merupakan penyakit yang berlangsung akut, sub akut, atau kronik, disebabkan oleh trematoda genus Fasciola, Fascioloides, dan Dicrocoelium. Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola sp. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kerugian akibat fasciolosis ditaksir 20 Milyard rupiah/tahun yang berupa penurunan berat badan serta tertahannya pertumbuhan badan, hati yang terbuang dan kematian. Disamping itu kerugian berupa penurunan tenaga kerja dan daya tahan tubuh ternak (Subronto, 2003). Pada umunya fascioliasis digunakan untuk menggambarkan, atau untuk menentukan diagnosis, penyakit cacingan yang menyerang ternak sapi, kerbau, kambing, domba, unta, dan spesies lainnya yang disebabkan cacing trematoda genus Fasciola. Selain di jaringan hati, cacing dapat bertumbuh dan berkembang di jaringan lain, misalnya paru-paru, otak dan limpa. Distribusi geografik, didaerah tropik, termasuk Indonesia fascioliasis disebabkan Fasciola gigantica, yang diserang ternak sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Penyakit ini banyak diderita oleh ternak ruminansia di bagian bumilain, Australia, Amerika, Eropa penyebabnya cacing trematoda Fasciola hepatica disamping menyerang rumunansia juga menyerang manusia (Tabbu, 2000).
            Patogenesis Fasciolosis pada sapi, kerbau, domba dan kambing dapat berlangsung akut maupun kronik. Yang akut biasanya karena invasi cacing muda berlangsung secara masif dalam waktu pendek, dan merusak parenkim hati, hingga fungsi hati sangat terganggu, serta terjadinya perdarahan ke dalam rongga peritonium. Meskipun cacing muda hidup di jaringan hati, tidak mustahil juga mengisap darah, seperti yang dewasa, dan menyebabkan anemia. Diperkirakan 10 ekor cacing dewasa menyebabkan kehilangan darah sebanyak 2 ml/hari (Subronto. 2003). Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah. Perlu dikembangkan teknik diagnosa fasciolosis yang bisa mendeteksi adanya infeksi aktif. Salah satu teknik tersebut adalah dengan capture ELISA untuk deteksi coproantigen merupakan diagnosa Fasciola dengan memberikan hasil yang sensitif,  spesifik dan cepat (Tabbu, 2000).
Fascioliasis juga sering disertai diare, yang mungkin disebabkan oleh enjima yang terdapat di dalam cacing yang merangsang selaput lendir usus, hingga terjadi enteritis. Kurangnya produksi empedu juga menyebabkan metabolisme lemak terganggu, dan juga mendorong terjadinya diare (alimentaris). Infeksi oleh cacing Fasciola gigantica menyebabkan kerusakan hati serius dalam bentuk fibrosis, dan anemia pada sapi, kerbau, dan domba maupun kambing. Invasi campuran fasciola dan nematoda dapat mengakibatkan cacingan pada domba dan kambing (Subronto, 2003). Jumlah telur cacing yang terlalu sedikit dalam feses akan mengalami kesulitan dalam mendiagnosa, dan telur tidak akan ditemukan sampai cacing hati mulai produksi telur biasanya antara minggu ke 10-14 setelah hewan diinfeksi oleh cacing Fasciola Hepatica (Tabbu, 2000).

Toxocara vitulorum
Gambar

toxocara.jpg






Kingdom : Animalia
Phylum   : Platyhelminthes
Class        : Nematoda
Ordo        : toxocaranidae
Family     : Toxocaradidae
Genus     : Toxocara
Spesies   : Toxocara vitulorum
Toxocara vitulorum adalah cacing bulat yang teruama mempengaruhi hewan muda. Infeksi ditularkan dari ambing induk melalui kolostrum dan otot. Cacng ini mulai menumpahkan teluur dalam tinja pada 22hari setelah lahir. Telur-telur yang ditumpahkan mengandung larva tahap yang berkembang menjadi L3 dalam 2-4 minggu (Roberts, q990 disitasi oleh Amaral A C,2010).
Parasit dewasa yang hidup di usus kecil adalah produsen telur produktif dengan jumlah yang sangat babnyak, berdinding tebal dan sangat tahan terhadap kondisi iklim Indonesia serta lingkungan yang infektif ookista dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama (Husnain dan Usan, 2006) gejala klinis tahapan dapat menyebabkan diare kolik, pembusukan usus, enteritis, penurunan berat badan, atrofi dan bahkan keamtian, kerusakan paru-paru yang disebabkan oleh larva juga dapat mengakibatkan pneumonia (Junquera P, 2010)
Davainea proglottina
Gambar

r. enchi.jpg



Kingdom : Animalia
Phylum   : Platyhelminthes
Class        : Cestoda
Ordo        : Cyclophylidae
Family     : Cyclophylididae
Genus     : Raillietina
Spesies   : Raillitina sp, Raillietina cesticullus, Raillietina proglottina, Raillietina enchinobothrida

Raillietina sp, merupakan genus cacing pita pada ayam. Cestodosis menyerang ayam pada semua umur. Penyebarannya melalui kotoran ayam yang sakit atau alat-alat yang digunakan. Gejala yang terlihat antara lain lesu, pucat, kurus dan diikuti dengan sayap yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya diikuti kematian akibat komplikasi. Cacing Cestoda yang sering hidup pada ayam yaitu Raillietina spp. Tubuhnya mempumyai banyak proglotida. Terdapat restelum dengan kait berbentuk palu yang tersusun dalam lingkaran ganda. Alat penghisap kadang-kadang dipersenjatai dengan kait yang kecil yang tersusun dalam beberapa lingkaran (Levine dan Norman, 2001). Raillietina sp dapat membuat liang pada dinding duodenum sehingga membentuk nodul-nodul, serupa dengan nodul-nodul pada penyakit TBC unggas. Cara pencegahan yaitu dengan menjauhkan unggas dengan inang perantaranya. Infeksi Cestoda memiliki tingkat penyebaran lebih luas daripada infeksi oleh Nematoda dan trematoda. Pada usus ayam buras rata-rata ditemukan 132,27 ekor cacing yang antara lain terdiri dari cacing Cestoda Raillietina spp. Cacing Raillietina spp tergolong dalam phylum Platyhelmintes, Class Cestoidea, Sub Class Cestoda, Ordo Cyclophyllidea, Genus Railietina dan Spesies Raillietina spp (Hadi, 2004).

Strongyloides Avium
Gambar

strongyloides avium.jpg


Kingdom : Animalia
Phylum   : Platyhelminthes
Class        : Nematoda
Ordo        : Rhabditia
Family     :Strongyloididae
Genus      : Strongyloides
Spesies   : Strongyloides Avium
               Strongyloides Avium bersifat saprofit esotasus dengan bulbus valvulatorius, parasitic generation (generasi parasitic). Cacing ini hidup di dalam usus halus vertebraa. Pada tternak bentuk parasitic ada yang bias parthonogendic(filariform), dapat menmbus kulit induk semang melalui aliran darah paru-paru , trachea, faring dan usu halus adalah tujuannya. Bentuk parasit cacing dewasa ditandai dengan genital organ pada betina dan eshopagus realtif panjang. (Abdi,2013)
               Strongyloides Hospesnya sebagian besar hewan, lokasi infeksinya usus halus dan juga pada sekum. Strongyloides westeri kuda dan keledai. Strongyloides papilorus ruminan. Strongyloides ransomi babi. Strongyloides stercoralis anjing dan kucing. Strongyloides avium ayam/unggas. Penetrasi di kulit oleh larva infektif menyebabkan reaksi erythematus yang mana pada domba diikuti masuknya organisme asing yang menyebabkan pembusukan kaki/kuku. Jalur jalannya larva di paru-paru dapat terlihat ketika dilakukan pembedahan/nekropsi. Parasit dewasa ditemukan dalam duodenum dan jejunum bagian proximal dan jika ditemukan dalam jumlah banyak mungkin menyebabkan peradangan dengan oedema dan pengikisan epitel (Urquhart; et.all. 1996).

Asciridia galli
Gambar

http://www.rvc.ac.uk/review/Parasitology/images/largeJPGs/p150_Ascaridia-sp.jpg


Kingdom : Animalia
Phylum   : Nematoda
Class        : Secernentea
Ordo        :  Ascirididae
Family     :Asciridiidae
Genus      :Asciridia
Spesies   : Asciridia galli
Ascaridosis yang disebabkan oleh cacing Ascahdia galli merupakan penyakit parasitik yang sering menginfeksi temak unggas, khususnya ayam. Ascaridiosis dapat menyebabkan penurunan berat badan serta berat karkas (Raote et al., 1991) yang berkisardari 1,5 gram hingga 250 gram per ekor . Infeksi cacing ini dapat pula menurunkan jumlah telur dan berat telur hingga mencapai 33% (Tiuria, 1997). Menurut He et al., (1990) kerugian aktbat infeksi cacing saluran pencernaan termasuk A. galli diperkirakan mencapai US $ 2,49 - 3,48 juta per tahun.
            Ascaridia galli merupakan parasit besar yang umum terdapat di dalam usus kecil berbagai unggas peliharaan maupun unggas liar. Penyebarannya luas di seluruhdunia. Cacing A. galli merupakan cacing terbesar dalam kelas nematoda pada unggas. Tampilan cacing dewasa adalah semitransparan, berukuran besar, dan berwarna putih kekuning-kuningan (Admin,2008).    
Pada bagian anterior terdapat sebuah mulut yang dilengkapi dengan tiga buah bibir, satu bibir terdapat pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral. Pada kedua sisi terdapat sayap yang sempit dan membentang sepanjang tubuh. Cacing jantan dewasa berukuran panjang 51 – 76 mm dan cacing betina dewasa 72 – 116 mm. Cacing jantan memiliki preanal sucker dan dua spicula berukuran panjang 1 – 2,4 mm, sedangkan cacing betina memiliki vulva dipertengahan tubuh. Telur A. galli berbentuk oval, kerabang lembut, tidak bersegmen, dan berukuran 73–92 x 45–57µm (Levine, 1994).
Infeksi Ascaridia disebabkan oleh Ascaridia galli , Ascaridia dissimilis, Ascaridia numidae, Ascaridia columbae dan Ascaridia bonase. Ascaridia galli selain berparasit pada ayam juga pada kalkun, burung dara, itik dan angsa. Ascaridia galli merupakan cacing yang sering ditemukan pada unggas dan menimbulkan kerugian ekonomik yang tinggi karena menimbulkan kerusakan yang parah selama bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva. Migrasi terjadi dalam lapisan mukosa usus dan menyebabkan pendarahan, apabila lesi yang ditimbulkan parah maka kinerja ayam akan turun drastic. Ayam yang terserang akan mengalami gangguan proses digesti dan penyerapan nutrient sehingga dapat menghambat pertumbuhan.
Ayam muda lebih sensitif terhadap kerusakan yang ditimbulkan Ascaridia galli. Sejumlah kecil cacing Ascaridia galli yang berparasit pada ayam dewasa biasanya dapat ditolerir tanpa adnya kerusakan tertentu pada usus. Infeksi Ascaridia galli dapat menimbulkan penurunan berat badan, pada kondisi yang berat dapat terjadi penyumbatan pada usus.  (Zalizar dkk., 2005) Ayam yang terinfeksi Ascaridia galli dalam jumlah besar akan kehilangan darah, mengalami penurunan kadar gula darah, peningkatan asam urat, atrofi timus, gangguan pertumbuhan, dan peningkatan mortalitas.

Avetellina centripuncata
Gambar

http://www.iaszoology.com/wp-content/uploads/image/Economic%20Zoology/Trypanosoma.jpg


Kingdom : Animalia
Phylum   : Platyhelminthes
Class        : termatoda
Ordo        : Anoplocephalidinae
Family     : Anoplocephalidiae
Genus      : Avetellina:
Spesies    : Avetellina centripuncata
               Berdasarkan gambar di atas bentuk telur Avetellina centripuncata ini berbentuk kapsul dengan didalamnya terdapat lagi bentuk kapsul. Parasit genus Avetellina ini terdapat pada domba, kambing dan ruminansia lain. Cacing ini memiliki ukuran 3mm x 3mm dengan bagian ujungnya posterior silindris. Proglotid pendek dengan segmentasi tidak jelas, mepunyai satu set alat kelamin. Letak porus genitalis bargnti tidak teratur. Par uterine organ berdinding tebal, telur didalam kapsul dengan ukuran 25-45 mikrometere dan tidak memiliki pyiroform apparatus. Siklus hidup dapat bertindak sebagai hospes intermediet dari cacin ini. (Yudhi , 2010).

Paramphistomum cervi
Gambar

s. haematobium.jpg


Kingdom         : Animalia
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : termatoda
Ordo                 :  Digenea
Family             :Echinostomida
Genus              : Paramphistomum
Spesies            : Paramphistomum cervi dan Paramphistomum microbothrium

               Gejala klinis yang paling sering adalah diare disertai anorexia dan dehidrasi. Kadang-kadang pada sapi, disertai hemoraghi di rektum. Kematian pada perjangkitan akut dapat mencapai 90% (Urquhart; et.all. 1996).
Pemeriksaan Protozoa

            Feces unggas yang diamati yaitu feces ayam petelur, ayam broiler, dan ayam kampung, berikut hasilnya :
Tabel 4. Pemeriksaan Protozoa
Protozoa pada Feces ayam kampung  (Eimeria tenella)
Eimeria maxima oocysts
Klasifikasi      :
Kingdom         : Animalia
Phylum           : Protozoa
Class               : Sprozoasida
Ordo                : Coccidia
Family            : Eimeriidae
Genus              : Eimeria
Species            : Eimeria tenella
Protozoa pada feces ayam Petelur (Eimeria mitis)
e.mitis.jpg

Klasifikasi      :
Kingdom         : Animalia
Phylum           : Protozoa
Class               : Sprozoasida
Ordo                : Coccidia
Family            : Eimeriidae
Genus              : Eimeria
Species            : Eimeria mitis
Eimeria Aurbunsis
e.auburnsis.jpg


Klasifikasi      :
Kingdom         : Animalia
Phylum           : Protozoa
Class               : Sprozoasida
Ordo                : Coccidia
Family            : Eimeriidae
Genus              : Eimeria
Species            : Eimeria aurbunsis


Phylum            : Protozoa        
            Class                : Sporozoa
            Ordo                : Coccidia
            Family             : Eimeriidia
            Genus              : Eimeria
            Species                         : Eimeria curnii


            Dari hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa feces ayam kampong terdapat ookista Eimeria tenella pada stadium perkembangan. Disini terlihat bahwa bentuk dari E. tenella bulat telur, dengan dilapisi seperti selaput. Norman (1955), menyatakan bahwa struktur dari ookista yang khas adalah dinding ookista terdiri dari satu atau dua lapis dan mungkin dibatasi selaput.
            Eimeria masuk dalam keluarga Eimeriidae. Sekitar 75% dari keluarga Eimeriidae merupakan spesies dari genus Eimeria, dengan sekitar 1.700 spesies yang sudah ditemukan.
Upaya untuk membagi unit taksonomi besar menjadi genus terpisah telah dilakukan. Eimeria pada ikan telah dibagi menjadi empat berdasarkan morfologi dan siklus hidupnya.
             Gejala infeksi Eimeria termasuk diare berdarah karena jaringan epitel usus tidak mampu bekerja saat sejumlah besar ookista dan merozoit menyembur keluar dari sel. Jaringan nekrotik menyumbat sekum, menyebabkan organ mati
Pada genus  Eimeria tenella memiliki empat sporosista dimana masing-masing berisidua sporozoit didalamnya, bentuk  ovoid dengan ukuran 14 31 x 9 -25 µm dengan rata-rata25 x 19 µm, memiliki dua lapis dinding halus tanpa Micropyle atau dalam  suatu residiummemiliki suatu butir polar.Dinding oosista halus, tanpa microfili dan waktu yang diperlukan untuk bersporulasibervariasi dipengaruhi oleh temperature yaitu 8 jam pada suhu 29 °C, 21 jam dalam suhu 26-28 °C, 24 jam pada suhu 20-24 °C, 24-28 jam pada temperature kamar dan tidak bersporulasipada suhu dibawah 8 °C (Soulsby, 1982). Menurut Soulsby (1982), dinding oosista tersusundari dua lapis yang umumnya jernih dan transparan dengan batas jelas, sedangkan Levin(1995) menyatakan mungkin dibatasi oleh selaput dan ada beberapa spesies yang berwarnakekuningan atau kehijauan. Dinding oosista ini sangat berguna dalam melindungi oosista dantahan terhadap beberapa desinfektan. Dinding sebelah luar mempunyai ketebalan10-20% dariseluruh ketebalan dinding, sedangkan dinding sebelah dalam memiliki 80-90% dari seluruhketebalan dinding dari oosista itu sendiri. Secara keseluruhan dinding oosita terdiri dari 67%peptide, 14% lipida, dan 19% karbohidrat
            Pada feces kambing terdapat ookista E. pallida dengan bentuk bulat melebar, dengan dilapisi dua selaput. Sedangkan untuk feces domba terdapat protozoa E. granulose yang juga ditemukan pada ternak kambing. Pada gambar terlihat E. granulose berbentuk ulat telur dengan ukuran yang besar, halus, pada ujung mikropiler terdapat sebuah topi.
Eimeria curnii dapat menjangkit ternak sapi hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Lapage (1956) yang menyatakan bahwa Eimeria curnii ini adalah salah satu protozoa yang dapat menyerang ternak sapi, yang dapat mengakibatkan nafsu makan dan daya tahan tubuh ternak menjadi menurun.

Vaksinasi ND (Newcastle Disease)
      Pada praktikum vaksinasi ini, kami melakukan vaksinasi Newcastle Disease pada ternak ayam yang memiliki bobot badan sekitar 1 kg yang berumur lebih dari 21 hari. Sebagaimana kita ketahui bahwa penyakit Newcastle Disease merupakan penyakit yang sering terdapat pada ternak unggas. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang dapat dicegah dengan cara vaksinasi. Strain yang digunakan pada vaksinasi ini adalah strain La Sota.
      Vaksinasi yang dilakukan pada praktikum ini adalah vaksinasi ND yaitu vaksin yang dapat mencegah penyakit ND atau tetelo pada ternak unggas. Penyakit ND atau tetelo merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada ternak ayam, dan untuk pencegahan dari penyakit ini adalah dengan cara vaksinasi. Anonymous (1975), menyatakan bahwa penyebab dari penyakit Newcastle Disease adalah virus Paramyxovirus. Ternak yang menderita penyakit ND tampak lesu dan sulit bernafas, gangguan pencernaan antara lain diare berwarna kehijau-hijauan, gangguan susunan syaraf pusat antara lain kelumpuhan dan terticolis.
            Sesuai dengan pernyataan Nugroho (1989) bahwa penyakit Newcastle Disease merupakan penyakit pernafasan yang akut dan mudah sekali menuar. Pencegahan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah vaksinasi dan sanitasi.
      Takehara (1987) juga menyatakan bahwa Newcastle Disease (ND) menunjukkan adanya suatu variasi yang besar dalam bentuk dan derajat keparahan penyakit.    
      Pada praktikum ini kami menggunakan dosis yaitu dosis dilarukan dalam 0,5 cc aquadestilata kemudian vaksin ND Strain La sota 50 dosis. Sedangkan untuk dosis setiap 1 ekor ayam : 1 cc/ekor maka 1 vial dilarutkan dalam 50 cc aquadestilata.
Vaksin yang baik adalah vaksin yang mampu memberikan kekebalanyang kuat dan tahan lama. Kekebalan yang terbentuk seaiknya terjadi padahewan yang divaksinasi maupun fetus yang dikandungnya. Vaksin diharapkanb3ebas dari efek samping yang merugikan. Vaksin yang baik memberikanefek pasca vaksinasi yang ringan, stress yang nbditimbulkan tidak berlangsung lama dan tidak merusak organ system kekebalan. Vaksin yangbaik juga seharusnya murah,mantap, sesuai untuk vaksinasi masal danidealnya merangsang tanggap kebal yang tidak dapat dibedakan dari yangdisebabkan oleh efek ilmiayh, sehingga vaksinasi dan pemberantasanberlangsung serempak.Vaksinasi merupakan cara utama untuk mengendalikan penyakit padaternak myang disebabkan virus maupun bakteri. Struktur virus yang samadengan sel inang menyebabkan pengembangan virus dengan bahankemoterapetika antiviral sulit dilakukan. Oleh karena itu pengembanganvaksin antiviral akhirnya lebih maju disbanding dengan vaksin bacterial.Vaksin dilakukan dengan cara memasukan vaksin ke dalam tubuhternak dan merupakan suatu usaha dengan tuuan melindungi ternak terhadapserangan penyakit tertentu. Vaksin adalah bibit penyakit yang ntelahdilemahkan virulensinya atau dimatikan sehingga virulensinya tidak membahayakan. Apabila di berikan pada ternak, vaksin tidak menimbulkanpenyakit, melainkan merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya.

Koleksi dan Identifikasi Ektoparasit

Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya diluar tubuh (permukaan kulit tubuh) induk semang. Cara hidup dari ekoparasit ini adalah dengan hinggap sementara pada induk semang untuk mencari makan atau tinggal menetap pada induk semang. Pada umumnya ektoparasit terdiri atas bagian kepala,dada dan bagian belakang. Ektoparasit termasuk phylum Arthropoda, yaitu binatang yang berbuku-buku (Arifin, 1982).
Kehadiran ektoparasit pada ternak tidak akan menyebabkan kematian secara langsung karena memang nyatanya ektoparasit tidak dapat menurunkan kekebalan tubuh ternak atau pun menyebabkan suatu organ atau tubuh ternak rusak hingga ternak yang dihinggapinya mengalami kematian layaknya endoparasit. Namun, ektoparasit inilah yang membawa virus dan bakteri pathogen yang dapat membunuh ternak, seperti lalat dan nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti  misalnya, merupakan agen penyakit demam berdarah yang sangat  berbahaya nagi manusia. Ektoparasit di sini hanya bertindak sebagai vector dan bukan sebagai agen. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamalin (1982) yang menyatakan bahwa ektoparasit atau parasit luar adalah binatang yang hidup menumpang pada permukaan tubuh makhluk jenis lain dengan merugikan makhluk yang  ditumpanginya.
Ektoparasit yang didapatkan dari pengamatan adalah sebagai berikut:

Ektoparasit pada Sapi
Menurut Dirkeswan (1980), menyatakan bahwa ektoparasit merupakan serangga yang dapat mengganggu aktivitas dari ternak yang dapat mengakibatkan ternak akan kehilangan nafsu makan karena akibat dari serangga yang menghisap darah ternak . Sedangkan menurut Lapage (1996) menyatakan bahwa tidak semua ektoparasit  tidak hanya mengigit akan tetapi juga menghisap darah dari ternak yang dijadikan induk semang sebagi tempat hidupnya dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Dalam Koleksi ektoparasit pada ternak sapi yang ditemukan pada permukaan tubuh sapi adalah caplak, kutu,dan lalat kandang.
1.    Kutu pada Sapi

Gambar 1. Caplak pada Sapi ( Rhipicephalus evertsi )

1.Caplak Sapi (Rhipicephalus evertsi)
Kingdom : Animalia
Filum       : Arthropoda                                           
Class       : insecta                                  
Ordo        : Phtiraptra
Sub ordo : Mallophaga
Family    : Trichodectidae
Spesies   : Damalinia bovis




Damalinia bovis merupakan kutu aktif yang menyerang pada ternak sapi dan dapat menyebabkan kerugian pada peternakan, maka perlu diperhatikan atau tempat tinggal ternak tersebut baik kebersihan kandang maupun kebersihan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Glynn.T, 2009) menyatakan bahwa tindakan pencegahan merupakan salah satu tindakan tepat untuk menimalkan adanya infestasi kutu pada sapi dengan menjaga kebersihan kandang, serta pemberian pakan dan air minum yang bersih.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa banyak telur cacing yang terdapat pada feses ternak baik itu ruminansia maupun ternak unggas dan melalui metode apung ini ditemukan telur cacing Schistoma bovis pada sapi perah. hal ini sesuai dengan pendapat  Wodzicka, M,. ( 1996 ) yang menyatakan bahwa cacing hidup dalam saluran pencernaan dan seluruhnya memiliki siklus hidup berlangsung. Ini berarti bahwa parasit di tularkan dari ternak keternak yang lain melalui fase hidup bebas yang perkembangannya terjadi pada lingkungan diluar tubuh ternak. Cacing menghasilkan ribuan telur yang di keluarkan melaui kotoran ternak yang terinfeksi.
2.      Kutu Kerbau

Gambar 2. Kutu kerbau (Haematopinus eurysternus)

2 .Kutu kerbau (Haematopinus eurysternus)
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Mallophagorida
Ordo                : Mallophaga
Family             : Mallophagaidae
Genus              : Haematopinus
Species            : Haematopinus
                          eurysternus












3.      Kutu kambing
http://images.detik.com/content/2011/12/22/763/kutu-kelamin-(nlm.nih.gov)-dpn.jpg






Gambar 3. Kutu Kambing (Damalinia bovis)

Kutu Kambing (Damalinia bovis)

Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum       : Arthropoda                                           
Class        : insecta
Ordo        : Phtiraptra
Sub ordo : Mallophaga
Family    : Trichodectidae
Spesies   : Damalinia bovis












Pada kambing, pemotongan bulu atau rambut mampu menghilangkan 30% - 50% populasi kutu. Selain itu bisa juga melakukan dipping untuk mengurangi keberadaan kutu serta penyemprotan ( Williamson dan Payne, 1993). Ektoparasit Damalinia bovis dapat memberikan efek yang serius pada ternak seperti produktivits menurunkan produksi susu dan daging
Kutu merupakan jenis serangga tidak bersayap, kutu juga dapat berfungsi sebagai transmitter dari penyakit hewan menular. Menurut Elmer R Noble dan Gleen A Noble,(1989) menyatakan bahwa kutu merupakan parasit pada permukaan tubuh burung dan mamalia. Di Negara beriklim panas, kutu paling banyak selama bulan Februari dan Maret dan paling sedikit bulan Juni dan Agustus. Alasan untuk variasi musiman dalam jumlah sedemikian ini tidak diketahui dengan pasti.

4.      Kutu pada Ayam
Koleksi dan identifikasi pada ayam dilakukan pada ayam kampung yang ditemukan caplak dan kutu. Kutu yang ditemukan pada ayam kebanyakkan didapat didaerah kepala dan didalam telinga maka disebut dengan golongan kutu kepala ayam sesuai dengan pendapat Drh.Nugroho, (1987) yang menyatakan bahwa kutu kepala ayam terdapat di kepala dan leher ayam. Kutu Ayam (Argas persicus)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzWPJAqYId18VtxPzXRQ8qksQzs2AiF972naYdPBxcY_08k-6Z1eXctLhp2oNhOmM7LooG0k44HHgfrvGChdTu1JxoC_mZB9hy832wDiTeC7ExvHmKMZy8qdm-5wF_Lo4PgwWOWkBaH1s/s1600/images.jpg





Gambar 4. Kutu Ayam Mallopagha persicus

Kutu Ayam Mallopagha persicus
Klasifikasi
      Kingdom   : Animalia
Phylum      : Arthropoda
Class          : Mallophagorida
Ordo          : Mallophaga
Family       : Mallophagaidae
Genus        : Mallopagha
      Species      : Mallopagha persicus










                                              

5.    Kutu pada Kucing
Koleksi ektoparasit pada kucing dilakukan dengan pengambilan kutu yang terdapat pada kucing umumnya terdapat didaerah telinga.
Gambar 5. Kutu Kucing (Demodex canis)

Klasifikasi
      Kingdom   : Animalia
Phylum      : Arthropoda
Class          : Mallophagorida
Ordo          : Mallophaga
Family       : Mallophagaidae
Genus        : Mallopagha
      Species      : Mallopagha persicus



6.      http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/81/Rhipicephalus_sanguineus.jpgCaplak kerbau




Gambar 6. Caplak Kerbau (Rhipicephalus evertsi)

Caplak Kerbau (Rhipicephalus evertsi)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia                             
Filum       : Arthropoda                                           
Class        : Acarinorida
Ordo        : Ixodorina
Family     : Ixodoridae
Genus     : Rhipicephalus
Spesies   : Rhipicephalus evertsi









Whitfield (1979) yang menyatakan bahwa caplak Rhipceohalus evertsi adalah jenis caplak keras yang sangat merugikan bagi ternak dan dapat membuat kulit ternak menjadi rusak akibat gigitan caplak.

7.      http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b6/Ixodes_hexagonus_(aka).jpg/200px-Ixodes_hexagonus_(aka).jpgCaplak Sapi






Gambar 7. Caplak Sapi (Amblyoma hebraeum)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum       : Arthropoda                                           
Class        : Acarinorida
Ordo        : Ixodorina
Family    : Ixodorindae
Genus     : Amblyoma
Spesies   : Amblyoma hebraeum


Kutu dan caplak merupakan phylum arthropoda yaitu hewan yang mewakili tubuh beruas-ruas. Sesuai dengan pendapat (Askew, 1971) bahwa semua kutu tidak bersayap, ia mempunyai tubuh pipih dan antenna pendek dengan 3 sampai 5 ruas dan kakinya pendek. Hanya mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk berpegangan pada bulu atau rambut.

8.      Kutu Anjing

Gambar 8. Kutu Anjing (Ctenocephalides canis)

Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum       : Arthropoda                                           
Class        : Acarinorida
Ordo        : Siphonapterorida
Family    : Siphonapteroridae
Genus     : Ctenocephalides
Spesies   : Ctenocephalides canis



            Bila menggunakan obat-obatan insektisida yang digunakan harus sanggup membunuh serangga atau ektoparasit dari berbagai spesies, tanpa menimbulkan resistensi bagi yang dijadikan sasaran (Murtidjo, 1992).

9.      Kutu Kerbau






Gambar 9. Kutu Kerbau (Haematopinus eurystemus)

Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum       : Arthropoda                                           
Class        : Mallophagorida
Ordo        : Mallophaga
Family     : Mallophagaidae
Genus     : Haematopinus
Spesies   : Haematopinus eurystemus


Cameron (1956), menyatakan bahwa kutu merupakan parasit permanent eksternal dan obligat pada burung dan hewan mamalia. Kutu ini tidak meloncat ataupun terbang melainkan berjalan cepat.

10.  Lalat Kandang






Gambar 10. Lalat Kandang (Musca domestics)
Klasifikasi:
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Filum       : Arthropoda                                           
Class        : Hymenoplera
Ordo        : Diptera
Family     : Dipteroridae
Genus     : Stemoxys
Spesies   : Musca domestics


            Tidak hanya kutu atau caplak yang menyebabkan penyakit ektoparasit tetapi lalat juga salah satu agen penyakit, sesuai dengan pernyataan (Smyth, 1976) bahwa lalat merupakan ektoparasit penghisap darah.

11.  Caplak Kambing
Gambar 11. Caplak pada kambing ( Amblyoma cayannense )

            Dari hasil yang didapat maka caplak dan kutu merupakan parasit yang merugikan, baik itu merugikan ternak tersebut sebagai tempat hidup kutu dan caolak, jug adapt merugikan para peternak. Mereka harus mengeluarkan banyak biaya untuk mengatasi masalah ini.
            Cameron (1956), menyatakan bahwa kutu merupakan parasit permanent eksternal dan obligat pada burung dan hewan mamalia. Kutu ini tidak meloncat ataupun terbang melainkan berjalan cepat.
            Kutu dan caplak disini merupaka phylum Arthropoda yaitu hewan yang memiliki tubuh beruas-ruas. Sesuai dengan pernyataan Askew (1971) bahwa semua kutu tidak bersayap, dia mempunyai tubuh pipih, dan antenna pendek dengan 3 sampai 5 ruas, dan kakinya pendek. Hanya mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk bepegangan pada bulu atau rambut.
            Bukan hanya kutu atau caplak yang menyebabkan penyakit ektoparasit, tetapi lalat juga salah satu agen penyakit. Sesuai dengan pernyataan Smyth (1976), bahwa lalat merupakan ektoparasit penghisap darah.

Pengambilan Dan Pengiriman Spesimen
            Specimen merupakan bagian / organ tubuh ternak yang diambil untuk diuji secara laboratories untuk mengetahui penyakit ternak yang menyebabkan kematian. Pada praktikum yang telah kami laksanakan ini kami mencoba mengambil specimen ternak yang masih hidup yaitu bebek betina untuk di uji .
      Pada praktikum yang telah dilaksanakan dengan membagi bagian-bagian yang akan dikirim. Adapun bagian yang dikirim yaitu hati, limpa, otak, jantung, usus, uterus, ginjal, proventrikulus. Masing-masing dipotong dan dimasukkan kedalam botol kaca yang berisi formalin 10 %.
            Nugroho (1989), menyatakan bahwa untuk mengambil specimen pada ternak kita harus perhatikan keadaan ternak tersebut. Apabila ternak masih hidup kita dapat mengambil bagian-bagian tertentu seperti, leleran hidung atau telinga, darah, feces, kerokan kulit.
Laboratorium dalam hal ini digunakan utuk pemerisaan spesimen. Sepesimen merupakan segala macam benda apa saja yang dianggap tercemar oleh suatu penyakit hewan atau jasad renik penyebab penyakit hewan termasuk bagian-bagian tubuh hewan atau berupa hewannya sendiri yang mati, sakit atau tersangka sakit perlu dikirim secara cepat dengan memperhatikan ketentuan yang diperlukan. Manfaat pengiriman spesimen pada lembaga yang secara profesional berwenang misalnya Balitvet, BPPH atau laboratorium di beberapa perguruan tinggi tidak hanya berarti terhadap diagnosa penyekit itu sendiri namun juga untuk pengendalian penyakit secara lebih luas misalnya dalam ruang lingkup epidemiologi.
Dasar pengumpulan spesimen adalah, jenis spesimen yang dikirim tergantung pada jenis penyakit sehingga organ yang dikirim juga spesifik khususnya organ atau jaringan yang secara klinis mengalami perubahan, spesimen dikirim dalam keadaan aseptik menggunakan bahan yang ditetapkan sesuai prosedur atau peralatan yang telah dicuci, dikeringkan dan disterilisasi, botol diberi diberi identitas yang jelas dan teknis pemeriksaan apa yang diinginkan, botol spesimen disimpan dalam termos es dan selama proses pengambilan spesimen lakukan secara hati-hati khususnya terhadap pencemaran.
Ada beberapa yang mempengaruhi seleksi pengiriman spesimen daintaranya yaitu: waktu, peralatan, teknik, transportasi, dantidak kalah penting adanya form/ dokumen sepesimen. Pada prinsipnya bahan yang diperlukan, cara pengepakan, dan metode yang dikehendaki harus disesuaikan dengan apakah spesimen tersebut untuk diperiksa secara bakteriologik, virologik, mikologik, parasitologik, toksikologik, serologik dan pemeriksaan histopatologik. Penyakit dan organ yang terserang biasanya spesifik oleh karenanya pengiriman spesimen harus memperhatikan gejala klinis penyakit dan jenis spesimen serta pengawetan yang digunakan.
Sanitasi dan Desinfektan   
            Dari praktikum yang telah dilakukan yaitu dengan langkah – langkah : membersihkan kandang, dengan membuang terlebih dahulu feces – feces yang ada dilantai lalu menyiram dengan air. Bersihkan tempat pakan, tempat pakan dikosongkan. Lalu mandikan sapi dengan menggunakan sikat yang lembut dan sabun dettol atau sejenisnya. Pada praktikum ini saya memandikan sapi yang diberi nama Bobo, siputih.
      Setelah itu gembalakan sapi tersebut agar dia dapat makan dan berinteraksi dengan udara bebas. Selagi sapi digembalakan maka kita dapat membersihkan peralatan, tempat pakan, lantai kandang.
      Setelah semua bersih masukkan sapi, dan lakukan proses desinfeksi untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada kandang, peralatan dan bahkan pada tubuh ternak. Disini kami menggunakan desinfektan cyperkiller, yang dapat digunakan untuk membunuh nyamuk, lalat, caplak, kutu dan ektoparasit lainnya.    Sudono (1969), menyatakan bahwa sinar matahari pagi yang masuk kedalam kandang sangat penting, karena sinar pagi tak begitu panas dan lebih banyak mengandung sinar ultraviolet yang dapat berfungsi sebagai desinfektan dan membantu pembentukan kuli.
Jamilah (2000) menyatakan bahwa antiseptik adalah substansi kimia yang dipakai pada kulit atau selaput lendir untuk mencegah pertumbuhan mikrooganisme dengan menghalangi atau merusaknya. Sedangka yang dinyatakan oleh Lapage (1956) yang menyatakan bahwa desinfektan adalah substansi kimia yang digunakan pada benda-benda mati untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi atau merusaknya.


PENUTUP
Kesimpulan
                        Kesimpulan yang saya dapat dari pratikum pemeriksaan ternak secara fisik pada ternak kambing dan sapi ini adalah bahwa Kesehatan ternak mutlak harus diperhatikan, mengingat keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan ternak yang dipelihara. Maka dari itu kita harus senantiasa menjaga kebersihan dan kesehatan ternak tersebut dengan jalan pemerksaan klinis agar keseluruhan fisik ternak dan sistema pada sapi dan kambing masih dikategorikan normal dan tidak ditemukan kelainan-kelainan pada ternak.
Kesimpulan yang dapat diambil pada pratikum penyakit endoparasit cacing dan protozoa adalah praktikum ini didasarkan atas kewajiban atau keharusan untuk menemukan sebuah hasl yang tidak tentu kebenarannya sehingga hasil praktikum hanya sebuah karangan para praktikan saja. Penyakit parasit cacing dapat menyebabkan penderita-penderita mengalami hambatan pertumbuhan berat badan .Karena parasit cacing ini dapat menyerang hati ternak ruminansia dengan menetap di usus kecil,menyebar kedalam jaringan otot, menyerang dan berdiam di lambung dan mengisap darah serta dapat menyerang bagian mata, seperti pada kantong konjungtiva, kamar mata dan saluran air mata.
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya diluar tubuh (permukaan kulit tubuh) induk semang, Ektoparasit termasuk phylum Arthropoda, yaitu binatang yang berbuku-buku. Ektoparasit pada ternak walaupun hidup diluar tubuh ternak akan tetapi dampak yang ditimbulkannya terhadap ternak tersebut sangat membahayakan pada status kesehatan ternak tersebut.
Dapat diambil kesimpulan bahwa vaksinasi adalah memasukkan bibit penyakit yang telah dilemahkan ke dalam tubuh makhluk hidup dan diharapkan dapat menimbulkan kekebalan. Dan vaksin itu sendiri adalah bibit penyakit yang berasal dari virus dan bakteri yang telah dilemahkan dan dimasukkan ke dalam tubuh penerima, sehingga terjadi peningkatan kekebalan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dari vaksin yang dimasukkan tersebut. Vaksinasi wajib dilakukan mengingat belum ada obat yang efektif untuk menyembuhkan penyakit viral.
Program sanitasi, vaksinasi, dan program pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai tampak serta program lainnya yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan dapat mencegah ternak terkena penyakit. Melakukan vaksinasi pada ayam, baik saat masih DOC maupun sudah besar akan meningkatkan kekebalan tubuh ternak terhadap penyakit.

Saran
            Manajemen pemeliharaan ternak yang baik akan dapat mencegah ternak terserang berbagai macam penyakit, faktor kebersihan kandang dan ternak juga tak lain adalah faktor yang ikut menentukan kesehatan ternak.
Tata laksana vaksinasi dan kehati-hatian merupakan hal penting agar vaksinasi tidak menyebabkan kematian pada ternak, kebanyakan kematian ternak pasca vaksinasi karena kesalahan pelaksanaan vaksinasi. Vaksinlah ayam sedini mungkin untuk menghindari serangan penyakit agar ternak mempunyai daya tahan tubuh.
.
    













 
DAFTAR PUSTAKA


AAK. 1990. Kawan Beternak II.. Jakarta Press. Jakarta.
Anggorodi. R. 1997. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.
Anonymous. 1995. Penataran Ilmu Penyakit Unggas. Panitia Penyelengara Penataran Ilmu Penyakit Unggas. Yogyakarta.

Anshory  Irfan.  1984.  Bahan  Pakan  dan  Formulasi  Ransum.  Jakarta.  Erlangga.

Aris. A. 1993. Kriteria Pakan Berkualitas. Universitas Indonesiaa Press. Jakarta.

Darmono. 1992. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta.

Devendra, C. 1990. Produksi Kambing Didaerah Tropis. ITB. Bandung.

Glenn, R. N. 1999. Parasitologi. Gadjah mada University Press. Yogyakarta.

Gultom S. 1998. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. LUW-Universitas Brawijaya Animal Husbandry Project.

Hendalia, et.al. 2008. Biokimia Nutrisi. Fapet UNJA. Jambi.

Jamestown, 1997.  Theory and Practice Penambol Books Armidale. NSW. Australia.

John Siregar. 1998. Introduction Partical Animal Breeding. Granada Publishing, Mexico

Joseph. 1991. Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Kaswari. T. 2008. Diktat Nutrisi Ternak dasar. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.

Kenan. 1990. An Introduction to Partical Animal Breeding. Granada Publishing, Newyork.

Kenan. 1990. General  College  Chemistry.  New  York.  Harper  and  Row  Nurhayati, et.al. 2008. Nutrisi Ternak Unggas. Fapet UNJA. Jambi.

Lukman.a. 1997. Pemberian Ransum Unggas. Gramedia. Jakarta.

Mozeys. 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University.Yogyakarta.

Parrakkasi.a. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Petnowati, 1999.  Bahan  Pakan  dan  Formulasi  Ransum. Erlangga. Jakarta.

Purba, Michael.  2003.  Kimia  2000.  Erlangga. Jakarta.

Samuel, 1997.  A Short History Of Nutritional Science (1995 – 1997). journal of Nutrition. 

Soedarno. 1997. Introduction Partical Animal Breeding. Granada Publishing. Newyork.

Sondjya. 1998. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed.M.L. Scott & Associates, Ithaca, New York.

Sutresna, Nana. 1995.  Kimia 2. Ganeca  Exact. Bandung.

Tobing. L.R. 1991.  Kimia Organik Pangan. Depdikbud. Jakarta.

Trobos. 2007. Pasar Menganga Bibit Langka. PT. PWI. Jakarta.
Trobos. 2008. Tuna Budidaya Jepang Mengancam. PT. PWI. Jakarta.
Ucoep Haroen et.al. 2008. Bahan Ajar Nutrisi Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi.




















 

1 komentar:

  1. Numpang komentar ya gan,
    Saya ingin memberitahukan informasi mengenai tentang Ayam-ayaman.
    Bagi para Botoh pemula yang ingin belajar cara ternak ayam, merawat ayam, menjadi ayam lebih kuat.

    Anda Bisa Mengunjungi Artikel Sabung Ayam Dipersembahkan Oleh tajenonline.com

    Ayam Aduan Birma Drunken Mengenal Lebih Dalam
    https://tajenonline.com/ayam-aduan-birma-drunken-mengenal-lebih-dalam/

    Anda Juga Bisa Melakukan Chatting Langsung Di Whatsapp Kami +62-8122-222-995

    Terima Kasih Sudah Membaca Komentar Saya

    BalasHapus