LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
KESEHATAN TERNAK
OLEH:
NURSHOLEH
E10011128
D

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena atas limpahan
rahmat dan ridhoNya penulis diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan laporan
semester Praktikum Kesehatan Ternak Tahun Akademik 2013/2014 ini.
Laporan
ini diharapkan dapat menjadi pegangan dan pedoman kita bersama pada mata kuliah
praktikum Kesehatan Ternak ini. Laporan ini mencakup hasil-hasil dan pembahasan
selama praktikum yang telah dilaksanakan selama satu semester ini, yang
diharapkan berguna bagi mahasiswa agar lebih memahami tujuan praktikum
tersebut.
Tidak
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen dan staf asisten pengajar serta
semua pihak yang telah membantu dan membimbing dengan sangat baik sehingga dalam pembuatan laporan semester ini
penulis merasa sangat terbantu.
Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif dan
membantu demi kebaikan pembuatan laporan selanjutnya sangat penulis harapkan
untuk perbaikan dikemudian hari. Sehingga laporan ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai kesehatan ternak.
Jambi, Desember
2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
Latar Belakang........................................................................................... 1
Tujuan dan Manfaat.................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 5
MATERI DAN METODA................................................................................. 12
Waktu dan Tempat.............................................................................................. 12
Materi.......................................................................................................... 12
Metoda.......................................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 15
Pemeriksaan Fisik pada Ternak................................................................ 15
Penyakit Endoparasit (Telur Cacing)......................................................... 18
Pemeriksaan Protozoa................................................................................ 32
Vaksinasi ND.............................................................................................. 34
Koleksi dan Identifikasi Ektoparasit......................................................... 36
Pengambilan dan Pengiriman Spesimen.................................................... 46
Sanitasi dan Desinfektan............................................................................ 47
PENUTUP........................................................................................................... 49
Kesimpulan ............................................................................................... 49
Saran.......................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemeriksaan
Fisik Pada Ternak ............................................................ 15
Tabel 2. Pemeriksaan Telur Cacing..................................................................... 18
Tabel 3. Endoparasit yang menginfeksi ternak................................................... 20
Tabel 4. Pemeriksaan Protozoa........................................................................... 32
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Caplak
pada Sapi ( Rhipicephalus evertsi
)....................................... 37
Gambar 2. Kutu
Kerbau (Haematopinus eurysternus) ....................................... 38
Gambar 3. Kutu
Kambing (Damalinia
bovis)..................................................... 39
Gambar 4. Kutu
Ayam (Mallopagha persicu).................................................... 40
Gambar 5. Kutu Kucing (Demodex canis).......................................................... 41
Gambar 6. Caplak Kerbau (Rhipicephalus
evertsi)............................................. 41
Gambar 7. Caplak Sapi (Amblyoma hebraeum).................................................. 42
Gambar 8. Kutu Anjing (Ctenocephalides canis)............................................... 43
Gambar 9. Caplak
pada Sapi ( Rhipicephalus evertsi
)....................................... 37
Gambar 10. Kutu Kerbau (Haematopinus eurystemus)...................................... 44
Gambar 11. Caplak
pada kambing ( Amblyoma cayannense )............................ 45
|
Latar Belakang
Manajemen pemeliharaan yang baik, khususnya program kesehatan ternak
menjadi hal yang paling mendasar untuk meningkatkan produksi. Pemeriksaan
kesehatan ternak itu sendiri meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
sistema. Dalam praktikum kesehatan ternak ini akan banyak berguna dikemudian
hari. Kesehatan ternak mempelajari mengenai penyakit, pemeliharaan, vaksinasi,
sanitasi, dan mendiagnosa penyakit pada ternak.
Penyakit parasit merupakan penyakit yang sering menyerang ternak seperti
protoza contohnya cacing. Biasanya ternak yang diserang adalah ternak ruminansia
dan non ruminansia. Penyakit parasit ini bisa biasanya menyerang ternak dengan
cara hinggap pada tanah dan juga dapat melalui makanan. Akan tetapi parasit ini
tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi kerugian yang diakibatkan oleh
parasit cacing sangat besar. Parasit yang diserang oleh protozoa merupakan
penyakit yang mudah berkembang dan menyerang ternak pada kondisi daerah yang
beriklim tropis dengan kelembapan yang tinggi. Penyakit parasit cacing ini sering juga terjadi pada sapi, baik itu sapi
lokal maupun sapi peranakan. Dengan adanya penyakit parasit cacing ini dapat
menimbulkan kerugian yang cukup besar, hal ini dapat berupa gangguan
pertumbuhan, penurunan bobot badan, daya tahan tubuh, penurunan produksi telur
bahkan sampai berhenti bereproduksi serta terjadi peningkatan biaya
pemeliharaan.
Keberhasilan
usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan ternak yang dipelihara
program kesehatan. Ektoparasit adalah yang hidup di luar tubuh
(permukaan kulit tubuh) induk semang. Cara hidupnya dari ektoparasit ini adalah
dengan hinggap yang hanya bersifat sementara. Pada induk semang untuk mencari
makan (numpang makan), atau tinggal menetap pada induk semang. Ektoparasit
diketahui dapat mengakibatkan menurunya produksi telur sebesar 15-30% bahkan dapat menghentikannya sama
sekali. Selain itu ektoparasit dapat menghambat pertumbuhan hewan terutama
hewan-hewan muda, menurunkan berat badan dan bahkan menyebabkan kematian, jika
serangan parasit atau ektoparasit itu hebat.
Protozoa
merupakan anggota dari hewan yang sederhana. Tubuhnya walaupun komplek,
tersusun dari sel tunggal dan hampir semuanya mempunyai ukuran mikroskopis.
Protozoa tersusun dari organela – organela tetapi bukan organ, karena mereka
merupakan diferensiasi dari satu sel.
Progaram
vaksinasi ND yaitu hendaklah disesuaikan dengan situasi penyakit yang ada
dilapangan, penyediaan atau tersedianya vaksin. Vaksin yang sering digunakan
oleh peternakan adalah vaksin ND Strain La-sota. Vaksin ini bisa digunakan pada
vaksinasi awal yaitu pada anak ayam dan bisa untuk vaksinasi ulangan. Program
vaksinasi adalah salah satu cara yang paling sering digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit di suatu kawasan peternakan ayam. Semua program vaksinasi
dibuat berdasarkan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau wilayah
sekitarnya. Vaksinasi yang digunakan adalah vaksinasi ND yang terdiri dari dua
strain antara lain ND strain la sota untuk ayam yang berumur 21 hari sedangkan
ND B1 untuk ayam umur 1-4 hari. Pada praktikum ini vaksinasi yang digunakan
adalah ND la sota, karena ayam yang digunakan mempunyai berat lebih dari 1 kg. Vaksinasi biasanya bermanfaat bagi
ternak, supaya ternak dapat mengetahui bahwa virus yang masuk adalah virus ND
sehingga pada saat ayam diserang oleh ND kekebalan tubuh dari ternak tersebut
akan mampu mendeteksi dan mengetahui bahwa yang menyerang adalah virus ND.
Hasil
akhir dari pemeriksaan di laboratorium sangat dipengaruhi oleh cara penanganan
dan pengiriman contoh atau spesimen yang dilakukan oleh dokter, paramedis,
petugas lapangan, maupun peternak. Contoh yang dikirim secara cepat dan terbuka
kemungkinan akan dapat dicapai hasil pemeriksaan laboratorium yang 100% akurat.
Spesimen adalah sampel dari suatu ternak yang diambil guna untuk disimpan
didalam botol atau sebagai bahan yang untuk diawetkan dengan memakai alkohol.
Biasanya spesimen ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap antara lain yaitu
persiapan,cara pengambilan spesimen, spesimen untuk uji serum,spesimen untuk
uji virus. Dalam penelitian ini spesimen yang digunakan diambil dari seekor
ternak yaitu itik. Dalam pengambilan ini organ yang diambil terdiri dari
saluran pernafasan, hati jantung, empedu, usus halus, usus besar, limfa dan
lain sebagainya. Semua organ ini akan dijadikan spesimen guna sebagai sampel di
dalam pengujian baik itu pengujian tentang bakteri dan virus. Spesimen ini akan
tahan lama bila diawetkan dengan menggunakan formalin. Di dalam pengambilan
spesimen ini harus dilakukan dengan hati-hati supaya spesimen yang diharapkan
tidak rusak. Sedangkan pengiriman spesimen ke dalam labor dapat dilakukan
dengan cara memasukkan ke dalam labor supaya spesimen yang diharapkan agar
tetap utuh dan tidak rusak.
Sanitasi merupakan proses menghilangkan secara fisik bahan biologis atau
anorganik dari permukaan bangunan atau peralatan kandang. Sanitasi sangat
berguna sekali didalam menghilangkan kuman penyakit yang terdapat disekitar
kandang.sanitasi dilakukan pada saat kandang sudah bersih dari kotoran ternak.
Sebaiknya perlakuan sanitasi dapat dilakukan setelah semuanya steril. Sedangkan
Desinfeksi adalah proses membunuh mikroorganisme patogen pada permuakan
bangunan atau peralatan atau pada ternak atau pada bahan biologis. Hal ini
sangat bermanfaat sekali di dalam membunuh caplak, kutu dan juga lalat yang
terdapat di dalam perkandangan ternak sapi karena dapat membunuh binatang
pengganggu yang dapat mengganggu kenyamanan dari ternak sapi.
Adapun bahan yang digunakan di dalam sanitasi dan desinfeksi antara lain
terdiri dari asam, basa, fenol, kresol,alkohol, halogen, zat pewarna, senyawa
ammmonium kuartener, sabun dan deterjen, dan formaldehida. Semua zat ini sangat
bermanfaat sekali di dalam membunuh kuman penyakit yang terdapat disekitar
kandang ternak sapi. Dalam melakukan sanitasi dan desinfeksi ada bebepa faktor
utama yang menetukan bagaimana desinfektan bekerja antara lain adalah : kadar
desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, suhu desinfektan,
jumlah atau tipe mikroorganisme yang ada, bahan yang dididesinfeksi.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pemeriksaan kesehatan ternak, jenis-jenis
penyakit endoparasit, penyakit ektoparasit, sanitasi dan desinfeksi, cara-cara
pengiriman spesimen, penyakit coccidia, vaksinasi ND, dan pengambilan spesimen.
Sedangkan manfaat yang dapat
diperoleh dari praktikum ini adalah supaya peserta praktikum bagaimana
memvaksin yang baik dan benar, mengetahui
jenis-jenis penyakit endoparasit, penyakit endoparasit, penyakit coccidia,
bagaimana cara pengiriman spesimen
dan sanitasi kandang yang benar sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
TINJAUAN PUSTAKA
AAK (1996) menyatakan
bahwa penyuntikan dapat dilakukan pada bagian dada atau paha.
AAK (1978) menyatakan bahwa penanganan yang
sembarangan atau tidak terampil dan factor lingkungan seperti penyakit kulit
dan perusakan oleh serangga banyak mengurangi nilai kulit kambing.
Agraris (2005) menyatakan bahwa Vaksin yang virulensinya rendah seperti vaksin ND Strain
HB pada umur 0-4 hari dan Strain ND Lasota ayam umur 21 hari. Vaksin letogenik
dipergunakan sebagai vaksin dasar dimana ayam – ayam tersebut belum pernah
divaksin.
Anonymous (1995) menyatakan bahwa penyebab dari penyakit
Newcastle Disease adalah virus Paramyxovirus.
Anshory (1991) menyatakan bahwa semua kutu tidak bersayap, dia mempunyai tubuh
pipih, dan antenna pendek dengan 3 sampai 5 ruas, dan kakinya pendek. Hanya
mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk bepegangan pada bulu atau
rambut.
Burns, M. (1996) menyatakan bahwa kondisi mulut, hidung yang kering hal
ini membuktikan bahwa mereka menderita penyakit scabies dengan ciri-ciri antara
lain dengan mengaruk-garukkannya.
Cameron (1996), menyatakan bahwa kutu merupakan parasit
permanent eksternal dan obligat pada burung dan hewan mamalia. Kutu ini tidak
meloncat ataupun terbang melainkan berjalan cepat.
Chairul Arifin (1995)
menyatakan bahwa parasit ternak sapi sejenis arthropoda pada umumnya memiliki
cici – ciri yaitu tubuh berbuku – buku, terdapat beberapa pasang kaki dan
dilengkapi dengan sepasang antena/ caput pada bagian depan.
Chairul Arifin dan
Soedarmono,(1982) menyatakan bahwa bentuk tubuh caplak terbagi atas 2 jenis, yaitu
caplak keras atau scutate tick (hard tick) seperti Boophilus dan caplak lunak atau non scutate tick(Soft tick) seperti
Orhthodorras dan Argas pada unggas. Selain itu pada kambing ditemukan pula
caplak Amblyoma cayannense.
Chairul
Arifin dan Soedarmono,(1982) menyatakan bahwa tempat yang paling tepat untuk
mencari pinjal adalah pada tubuh kucing dan anjing piaraan, kedua hospes
tersebut dapat diserang oleh pinjal anjing yakni Ctenocepholides canis, Pulex irritans.
Devendra, C (1998) menyatakan
bahwa keadaan kulit binatang yang kurang sehat adalah keras,kering dan kaku
bila kulit dilipat sulit merata kembali. Tetapi binatang yang sehat kulitnya
lemas, mudah dilipat lipatan tersebut mudah rata kembali dan juga ketidak
normalan kondisi tubuh ternak juga dapat dilihat pada urinnya terutama warna
urin dan kekeruhanya.
Dirkeswan (1998) menyatakan bahwa tujuan
dilakukannya bedah bangkai adalah untuk mendiaognosis atau mengidentifikasi
suatu penyakit yang menginfeksi ayam tersebut dan hasilnya akan dijadikan bahan
pertimbangan menentukan penyakit yang sedang menyerang suatu kawasan
peternakan.
Dirkeswan (1990) menyatakan bahwa pengambilan spesimen harus terhidar dari
pencemaran oleh bakteri. Untuk keperluan tersebut maka spesimen hanya diambil
dari hewan sakit atau karkas segar yang kematiannya belum melewati 2-4 jam.
Djamalin Djanah (1983)
menyatakan bahwa bahwa caplak dan tengu termasuk ordo arachida,caplak merupakan
binatang kecil yang terdapat dimana-man dan ada spesies yang hidup bebas di
dalam tanah, air, humus dan pada sisa-sisa binatang atau tubuh yang sudah mati.
Drh.Nugroho, (1987) menyatakan
bahwa kutu kepala ayam terdapat di kepala dan leher ayam.
DT H. Sihombing, (1997) menyatakan bahwa cacing bulat besar
(Ascaris Suum) adalah parasit yang paling besar pada babi, panjang cacing
dewasa berkisar antara 15 – 40 cm, feses dewasa parasit tersebut berlangsung
dalam usus halus sedangkan larva dapat ditemukan dalam hati dan paru-paru.
Sedangkan cacing kremi bermukim di secum dan usus besar babi, cacing dewasa bentuknya
gemuk tetapi pendek (panjang 10-20 mm) daur hidupnya yakni mengeluarkan telur
bersama feses, telur akan menetas dalam 1-3 hari dan berkembang menjadi larva.
Elmer R Noble dan Gleen A
Noble,(1989) menyatakan bahwa kutu merupakan parasit pada permukaan tubuh
burung dan mamalia. Di Negara beriklim panas, kutu paling banyak selama bulan
Februari dan Maret dan paling sedikit bulan Juni dan Agustus. Alasan untuk
variasi musiman dalam jumlah sedemikian ini tidak diketahui dengan pasti.
Fadilah dan kawan-kawan (2007) yang menyatakan bahwa pada ternak sapi
banyak sekali terdapat protozoa yang dapat membahayakan siklus pertumbuhan,
produksi dan yang lainnya sehingga pencegahan terhadap pertumbuhan protozoa
harus diinstensifkan, salah satu nya yaitu protozoa Eimeria Buidnonensi.
Fischer, H, Horst, Selfert dan Brittner, A
(1995) menyatakan bahwa binatang yang sakit akan nampak lemah lesu tetapi
binatang yang sehat gerakannya akan lincah dan gembira.misalnya pada kuda
setiap kali mendengar sesuatu telinganya bergerak, dilebarkan, dan di
tengadahkan.
Ficher (1995) menyatakan bahwa untuk pencegahan
penyebaran penyakit pada ternak harus lah dengan melakukan sanitasi dan
desinfeksi yang baik dan teratur.
Glenn
(1999) menyatakan bahwa larva stadium III pada parasit yang inaktif bila
tertelan hewan bersama makanan akan berkembang menjadi dewas di dalam lambung
penderita.
James
(1992) menyatakan bahwa kambing mengambil makanannya dengan menggunakan bibir
dan kambing lebih menyukai dedaunan dari pada rumput, serta dapat menempuh
perjalanan yang jauh untuk mencari makanan kesukaannya dibandingkan sapi dan domba.
Kartasudjana (2008) menyatakan
bahwa banyak sekali protozoa yang hidup didalam tubuh ternak yang sangat
berbahaya sehingga perlunya pemeliharaan lingkungan yang baik agar dapat
mencegah pertumbuhan protozoa jahat yang dapat memberikan dampak buruk bagi
ternak.
Komarudin
(2008) menyatakan bahwa jenis protozoa Eimeria Necatrix yang terdapat
pada ternak akan menurunkan produksi dari ternak tersebut dan juga mempengaruhi
konsumsi pakan.
Natasasmita
(1998) menyatakan bahwa bulu binatang yang sakit nampak kusam sedagkan pada
binatang yang sehat nampak bulunya lebih
bersih dan licin mengkilat.
Noble, E. (1996) menyatakan bahwa penyemprotan
desinfektan terhadap kandang dan ternak bertujuan untuk membunuh bibit penyakit
khususnya ektoparasit.
Norman (1995) menyatakan bahwa struktur dari ookista
yang khas adalah dinding ookista terdiri dari satu atau dua lapis dan mungkin
dibatasi selaput.
Nugroho (1989) menyatakan bahwa penyakit Newcastle Disease merupakan penyakit
pernafasan yang akut dan mudah sekali menuar. Pencegahan yang dilakukan untuk
penyakit ini adalah vaksinasi dan sanitasi.
Nugroho (1998) menyatakan bahwa Eimeria necatrix
merupakan protozoa yang terdapat dalam usus halus dan sekum pada ayam, dengan
bentuk bulat memanjang dan halus. Protozoa ini dapat menyebabkan penyakit yang
khronis pada ternak ayam.
Nugroho (1999) menyatakan bahwa untuk mengambil specimen
pada ternak kita harus perhatikan keadaan ternak tersebut. Apabila ternak masih
hidup kita dapat mengambil bagian-bagian tertentu seperti, leleran hidung atau
telinga, darah, feces, kerokan kulit.
Rukmone, B. (1995) menyatakan bahwa dengan pemandian ternak dapat
mencegah penyebaran penyakit terutama ektoparasit,sebab dalam sabun terdapat
kandungan desinfektan yang dapat mencegah pertumbuhan dari ektoparasit.
Smith, (1998) menyatakan bahwa banyak cara yang dilakukan dalam vaksinasi
yaitu diteteskan, melalui air minum, dengan injeksi. Cara ini juga amat mudah
dan banyak dilakukan orang karena lebih efektif dan dosis yang dimaksut bisa
lebih cepat dari pada dengan air minum.
Subronoto. (1996) menyatakan bahwa vaksin yang sudah dicampur dengan
pelarut harus disimpan pada suhu 4-8 0 C, agar proses vaksinasi berhasil
vaksin tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dan setelah dicampur
dengan pelarut harus habis dalam waktu 2 jam setelah pencampuran dengan
pelarut.
Soedarmono (1998) menyatakan
bahwa penyakit endoparasit ini merupakan penyakit yang sanmgat berbahaya karena
penyakit ini menyerang saluran pencernaan akan tetapi penyakitn ini dapat
diatasi dengan pemberian anti parasit secara teratur.
Soenarjo,(1975) menyatakan bahwa efisiensi kontrol terhadap caplak, terutama
pada hewan yang dikandang adalah suatu aspek pentin dari kesehatan secar
ekonomis sangat bernilai, sebab ternak dalam kondisi lebih tenang akan
menyelamatkan zat-zat makanan yang berasal dari makanan yang dikonsumsi.
Soenarjo,C (1998) menyatakan
bahwa suhu tubuh normal pada sapi adalah 38, 50 C sedangkan suhu
tubuh domba adalah 37 0C.
Soeprapto Soekardono (1997)
menyatakan bahwa ternak yang terserang penyakit endoparasit akan memperlihatkan
kestabilan tubuh ternak menurun nafsu makn berkurang serta produktivitas ternak
bisa terhenti.
Solihin, T (1995) menyatakan
bahwa penyebaran penyakit parasit cacing dapat berlangsung apabila daya tahan
tubuh ternak menurun, kelembaban yang tinggi dan lingkungan tempat ternak
digembalakan kotor.
Subronto (1996) menyatakan bahwa untuk mencegah perkembangan bibit
penyakit yang menyerang ternak,sebaiknya pada pengelolaan ternak dilakukan
dengan sanitasi dan desinfeksi secara teratur dan berkesinambungan.
Subronto. (1996) menyatakan bahwa parasit adalah suatu organisme yang
menumpang pada makhluk lain yang dihinggapi dan menyebabkan kerugian contohnya
adalah caplak dan serangga.
Sudono (1969) menyatakan bahwa sinar matahari pagi yang masuk kedalam
kandang sangat penting, karena sinar pagi tak begitu panas dan lebih banyak
mengandung sinar ultraviolet yang dapat berfungsi sebagai desinfektan dan
membantu pembentukan kulit.
Sudarmono (2008) menyatakan
bahwa tidak adanya protozoa dalam pemeriksaan protozoa secara laboratory
mungkin karena kesalahan atau kurang telitian dalam pengambilan feces atau juga
dalam pengerjaannya.
Suhardi (1993), menyatakan bahwa pada ternak yang
terserang penyakit cacing dapat dilihat dengan adanya perubahan atau
gejala-gejala yaitu anemia, kurus, bulu kusam, dan adanya rahang yang bengkak.
Pemeriksaan feces dapat dilakukan dalam beberapa metode. Penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini dengan salah satu gejalanya yaitu terjadi anemia
pada ternak.
Sumaprastowo (1995) menyatakan bahwa penyebab
penyakit ini banyak macamnya,kambing terkena penyakit ini dengan makan atau
minum Yang mengandung telur
cacing yang menempel pada rumput dan terbawa oleh air penyebaran penyakit ini
berlangsung di saat musim hujan.
Sumianto (1990) menyatakan bahwa E. necatrix
bertahan selama 12 hari dan dapat menyebabkan mukosa halus menjadi tebal dan
akibatnya penyakit yang disebabkan sering dinyatakan sebagai koksidiosis yang khronis.
Sumo (1998) menyatakan bahwa adanya antropoda pada sampel feces ternak
dikarenakan peces tersebut sudah lama dan sudan dihinggapi lalat yang
menyebarkan bibit atau telur antropoda.
Supriadi (2005) menyatakan
bahwa untuk penanganan penyakit parasit pada ternak sebenar tidak sulit, cukup
dengan melakukan sanitasi yang teratur, dan pemberian obat cacing dengan
teratur serta perhatian peternak terhadap ternaknya.
Sutresna (1996) menyatakan bahwa lalat merupakan ektoparasit penghisap darah.
Syamsul Bahrum (1999)
menyatakan bahwa cacing sangat mudah sekali menyerang ternak unggas karena
ternak unggas selalu memakan fecesnya sendiri apabila fecesnya tidak pernah
dibersihkan.
Trobos (1997) menyatakan bahwa Newcastle Disease (ND)
menunjukkan adanya suatu variasi yang besar dalam bentuk dan derajat keparahan
penyakit.
Williamson (1993) menyatakan
bahwa penyakit yang biasa diderita sapi adalah menceret, dengan tanda-tanda
mata sayu, lesu, menceret, dan kadang-kadang peningkatan secara abnormal dari
suhu dan meningkatnya pernafasan.
Wodzicka, M,. ( 1996 ) menyatakan bahwa cacing
hidup dalam saluran pencernaan dan seluruhnya memiliki siklus hidup
berlangsung. Ini berarti bahwa parasit di tularkan dari ternak keternak yang
lain melalui fase hidup bebas yang perkembangannya terjadi pada lingkungan
diluar tubuh ternak. Cacing menghasilkan ribuan telur yang di keluarkan melaui
kotoran ternak yang terinfeksi.
MATERI DAN METODA
Waktu dan Tempat
Praktikum Kesehatan Ternak ini dilaksanakan pada
setiap hari Rabu mulai
tanggal 9 Oktober sampai 4
Desember 2013 pada pukul 15.00 WIB s/d selesai bertempat di Laboratorium Kesehatan Ternak
dan Farm Experience Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Materi
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Pemeriksaan
Kesehatan Ternak Secara Umum adalah stethoscope, thermometer, satu ekor sapi,
kambing jantan dan betina, domba jantan dan betina.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Endoparasit (telur
cacing) adalah feces sapi,
tabung centrifuge, centrifuge, NaCl jenuh, gula Sheater, aquades, cover glass,
object glass, dan mikroskop. Pada praktikum Ektoparasit alat yang digunakan
alcohol 70%, aquades, cotton swab, botol plastic atau botol kaca, cawan Petri,
objek glass, cover glass, mikroskop dan beberapa ektoparasit yang berhasil
dikumpulkan.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Pemeriksaan Protozoa adalah feces ternak,
kalium bicromat 2,5%, cawan Petri, dan alat – alat yang digunakan pada
praktikum Endoparasit.
Alat
dan bahan yang digunakan pada
praktikum Vaksinasi ND adalah alat suntikan yang steril,
aquades, vaksin ND strain La Sota, vial vaksin dan ayam yang akan divaksin.
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
adalah seekor ternak, alcohol 10 %, botol kaca, cuter, dn aquades.
Metoda
Pada Pratikum Pemeriksaan Ternak
Secara Umum, metoda yang dilakukan yaitu amati
keadaan ternak yang dimulai dari keadaan kulit dan bulu, sistem pencernaan,
pernafasan, sirkulasi, sistem gerak dan uregenital. Perhatikan tiap-tiap bagian
tersebut, apakah ada kelainan yang menunjukkan adanya penyakit.
Pada Praktikum
Pemeriksaan Penyakit Endoparasit metoda yang dilakukan dengan 3 metoda yaitu : Metoda Natif dilakukan
dengan meletakkan feces diatas gelas objek, ditambah satu tetes air, setelah
itu dicampur dan tutup deng cover glass dan amati dibawah mikroskop. Metode
Sheater dengan melakukan timbang 1 gr feces masukkan kedalam tabung reaksi dan
tambahkan gula sheater dan disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3500
rpm, setelah itu tambah kembali gula sheater hingga penuh, tepelkan cover glass
tepat dibibir tabung. Angkat cover glass dan letakkan diatas glass objek dan
amati dibawah mikroskop.Metoda Apung, ambil 5 gr feces masukkan dalam tabung
centrifuge, kemudian tambah air sampai 2/3 tabung dan aduk rata biarkan 5
menit, air dan bahan yang terapung buang lalu tambahkan dengan air lagi dan
centrifuge selama 10 menit. Cairan dibuang, lalu tambah dengan NaCl jenuh
sampai 2/3 tabung, centrifuge lagi selama 10 menit. Tabung diambil, tambahkan
lagi NaCl jenuh sampai permukaan kelihatan cembung, biarkan selama 10 menit
lalu letakkan glass objek diatas bibir tabung, cairan yang menempel diamati
dibawah mikroskop.
Metoda yang dilakukan pada
praktikum Pemeriksaan Protozoa yaitu letakkan feces
yang diambil dalam cawan petri dan campur dengan kalium bicromat, dan sipam
selama 4-7 hari pada suhu kamar, lalu periksaa ookista pada feces dengan
meggunakan metoda apung.
Metoda yang dilakukan pada praktikum Koleksi dan Identifikasi Ektoparasit yaitu kumpulkan ektoparasit seperti lalat, caplak dan kutu
kambing, sapi, domba, kerbau, rusa, kucing, anjing dan ayam. Lalu masukkan
kedalam botol plastik yang berisi alkohol 70 % yang berbeda. Lalu amati masing
– masing ektoparasit dengan mikroskop.
Metoda yang dilakukan pada praktikum Vaksinasi ND siapkan alat suntik
yang steril, lalu larutkan vaksin dengan menggunakan larutan aquadestilata
dengan dosis 0,5 – 1,0 cc/ ekor, gunakan vaksin ND Strain La sota 50 dosis. Dan
untuk 1 ekor ayam digunakan 0,5 cc / ekor maka 1 vial vaksin 50 dosis
dilarutkan dalam 25 cc aquadestilata. Suntikkan 0,5 cc / ekor pada otot dada
ayam.
Metoda yang dilakukan pada praktikum
Pengambilan dan Penerimaan Spesimen yaitu potong
terlebih dahulu ternak yang akan diambil spesimennya, lalu ambil bagian-bagian
yang akan diuji spesimen seperti hati, ginjal, jantung, limpa, usus,
proventrikulus, otak. Masukkan kedalam botol kaca yang berisi formalin 10 %.
Dalam kegiatan Sanitasi
dan Desinfektan metoda yang dilakukan yaitu bersihkan kandang, lantai kandang
dari kotoran ternak yang berserakan, tempat pakan kemudian mandikan sapi dengan
sikat yang lembut dan sabun detol, lalu lakukan desinfektan dengan menggunakan Formalin dengan dosis yang ada, desinfeksi kandang ternak dan
ternak.
|
Pemeriksaan
Fisik Pada Ternak
Adapun
hasil yang diperoleh pada pemeriksaan fisik dari ternak yaitu :
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Secara Fisik
HASIL PEMERIKSAAN FISIK
|
|||||
Hasil
|
|||||
1
|
Bulu dan kulit
|
Sapi I
|
Sapi II
|
Sapi III
|
Sapi IV
|
Turgor Kulit
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Bulu
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Luka
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
|
Lesi / jejas
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
|
2
|
Pernafasan
|
||||
Cara bernafas
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Frekuensi
|
29
|
29
|
30
|
32
|
|
Cermin Hidung
|
Basah
|
Basah
|
Basah
|
Basah
|
|
Eksudat hidung
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
|
Batuk
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
|
3
|
Sirkulasi
|
||||
Denyut jantung
|
Lemah
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Frekuensi pulsus
|
51
|
70
|
60
|
60
|
|
Pendarahan
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
|
4
|
Pencernaaan
|
||||
Cara mengambil pakan
|
Pakai lidah
|
Pakai lidah
|
Pakai lidah
|
Pakai lidah
|
|
Cara mengunyah dan menelan
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Tonus lambung
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
|
Peristaltic usus
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Muntah
|
Tak ada
|
Tak ada
|
Tak ada
|
Tak ada
|
|
Cara buang kotoran
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Frekuensi buang feces
|
Sedikit
|
Banyak
|
Normal
|
Normal
|
|
Konsistensi kotoran
|
Lembek
|
Lembek
|
Normal
|
Normal
|
|
5
|
Urogenital
|
||||
Cara urine
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Warna urine
|
Kuning
|
Kuning
|
Kuning
|
Kuning
|
|
Kekeruhan urine
|
Jernih
|
Jernih
|
Jernih
|
Jernih
|
|
6
|
Syaraf dan Gerak
|
||||
Reaksi Refleks
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
|
Cara berjalan
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
7
|
Panca Indra
|
||||
Mata
|
Tidak
ada leleran
|
Ada
|
Ada
|
Ada
|
|
Telinga
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
Normal
|
|
Telinga
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
|
Suhu tubuh
|
38°C
|
38,5°C
|
38°C
|
38,5°C
|
Dari hasil pemeriksaan pada
sapi yang diamati, keadaan
sistema sapi tersebut dari mulai kondisi kulit dan bulu, pernafasan, sirkulasi,
cara makan, uregenitalis, syaraf dan gerak, dan juga panca inderanya dalam
keadaan normal.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa kadaan sistema sapi tidak ada mengalami perubahan yang
menunjukkan sapi tersebut tidak menderita
penyakit yang membahayakan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Fischer,
H, Horst, Selfert dan Brittner, A, 1995)
yang menyatakan bahwa binatang yang sakit akan nampak lemah lesu tetapi
binatang yang sehat gerakannya akan lincah dan gembira.misalnya pada kuda
setiap kali mendengar sesuatu telinganya bergerak, dilebaran, dan di
tengadahkan.
Williamson (1993) menyatakan
bahwa penyakit yang biasa diderita sapi adalah menceret, dengan tanda-tanda
mata sayu, lesu, menceret, dan kadang-kadang peningkatan secara abnormal dari
suhu dan meningkatnya pernafasan.
Dari hasil pemeriksaan
pada kulit sapi yang telah dilakukan pada empat ekor sapi di fapet farm keadaan
kulit sapi tersebut normal mengkilat dan halus. Hal ini sesuai dengan pendapat (Subronto, 1985) Kulit sehat dilihat
dari bulu yang bersih mengkilat dan tidak rontok serta bulu dalam keadaan
normal yang mana bulu tidak berdiri.
Pada pemeriksaan sapi jika dilihat dari keadaan sistemanya sapi tersebut
sehat karena kulinta bersih, tidak kusam,
bulunya tidak rontok dan tidak terdapat luka atau bekas luka tetapi sayangnya
tubuh sapi perah banyak sekali terdapat caplak walaupun kandang sapi tersebut
sering di bersihkan tetapi caplak tetap ada di tubuhnya dan ini dapat merugikan
peternak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan . (Subronto, 1996) yang menyatakan bahwa parasit adalah suatu organisme yang menumpang
pada makhluk lain yang di hinggapi dan menyebabkan kerugian contohnya adalah
caplak dan serangga.
Dari
pengamatan yang telah dilaksanakan bahwa pernafasan pada ternak yang diamati
dalam keadaan normal. Menurut (Subronto, 1989). Frekuensi pernafasan
keteraturan serta dimana perlu diperiksa dari jarak yang tidak mengganggu
ternak. Hewan akan normal dalam keadaan tenang serta lingkungan yang sedang.
Pengamatan yang telah dilakukan
bahwa proses pencernaan pada ternak dalam keadaan sehat atau normal. Menurut
(Hiramune dan Murase 1975). Frekuensi tinja berguna untuk penentuan penyakit
diare, sedangkan yang dinyatakan oleh (Santoso. 2000) Fungsi sistim pencernaan hewan yang normal dapat dilihat
dalam cara makannya seperti cara mengambil makan, mengunyah, dan menelan.
Jadi
dari hal yang telah diamati bahwa hasil pratikum menyatakan ternak
urogenitalnya dalam keadaan normal. Menurut (Samad. S. 1978). Dalam Proses
Urogenital hewan yang normal dapat dilihat dari cara kencing dan diamati
melalui warna urine, dan kekeruhan urine.
Sesuai
dengan tinjauan yang mana hasil dari pengamatan bahwa ternak dalam keadaan
normal. Menurut (Reksohadidjoyo. 1991). Ternak yang sehat dan normal mempunyai
refleks yang bagus dan cara berjalan yang normal serta organ mata maupun organ
telinga. Bila ternak terkejut mendengar suara yang aneh berarti ternak dalam
keadaan yang sehat.
Kemudian suhu tubuh sapi tersebut tetap di periksa dengan menggunakan
termometer yang diletakkan pada bagian anusnya di mana termometer tersebut
sudah di normalkan terlebih dahulu dan di peroleh suhu tubuh sapi adalah 37,10C hal ini tidak sesuai dengan pernyatan Soenarjo,C
(1998). yang menyatakan bahwa suhu tubuh normal pada sapi adalah 38, 50 C
sedangkan suhu tubuh domba adalah 37 0C. kemungkinan
sapi ini dalm keadaan yang kurang sehat.
Penyakit Endoparasit Pada Ternak
(Cacing dan Protozoa)
Endoparasit adalah jenis protozoa yang menyerang ternak dari dalam tubuh yang biasanya berkembang di dalam tubuh
ternak dan menyebabkan ternak mengalami kegelisahan pada ternak tersebut
sehingga mengganggu aktivitas dari ternak itu sendiri sehingga mengakibatkan
ternak tidak mau makan dan akhirnya mengalami kekurusan pada ternak tersebut
walaupun ternak tersebut makan banyak akan tetapi ternak juga akan mengalami
kekurusan karena makanan yang dimakan akan dimakan lagi oleh cacing yang
bersifat parasit di dalam tubuh ternak.
Ada beberapa
pengujian endoparasit dalam spesimen diantaranya adalah:
- Uji Natif merupakan uji sederhana, yang perbandingan nya 1 : 10 feses dan air, kemudian setelah homogen diambil beberapa tetes pada preparat lalu diamati dibawah mikroskop.
- Uji Sedimentasi merupakan uji yang menggunakan endapan dari hasil pengenceran spesimennya untuk diamati di bawah mikroskop.
- Uji Apung merupakan uji yang menggunakan NaCl dan feses yang diaduk sampai homogen, disaring, lalu disentrifus dengan kecepatan 1500rpm selama kurang lebih 5 menit hingga akhirnya diamati dibawah mikroskop
Untuk pemeriksaan telur cacing pada praktikum
ini digunakan 3 metoda. Berikut hasil yang didapatkan pada setiap metoda :
Tabel 2. Pemeriksaan Telur Cacing
Feses Ternak
|
Metoda Natif
|
Metoda Apung
|
Metoda Sheater
|
Ayam Arab
|
Heterakis galliae,
Davaina proglottina
|
Raileitina
enchonobothrida,
Davaina proglottina,
Raileitina cesticulus
|
Heterakis galliae,
Strongyloides avium
|
Sapi perah
|
Eimeria ellispsoidals
|
Cooperia pectina,
Toxocara vitulorum
|
Eimeria aubumensis,
Eimeria cylindrica
|
Kerbau
|
Scistisoma spindalis,
Eurytrama
pancreaticum
|
Scistisoma spindalis,
Eurytrama
pancreaticum
|
Schistosoma bovis
|
Itik petelur
|
Strongyloides civian
|
Proshihogonimus sp,
Strongyloides avium
|
Reilietina cesticulus
|
Ayam broiler
|
Amoebataenia
splencides
|
Amoebataenia
sphenoides
|
Heterakis galliae
|
Sapi potong
|
Carmerius spatiosus,
Fishoedesius
elongates
|
Carmerius spatiosus
|
Carmerius spatiosus
|
Ayam kampung
|
Raileitina
enchonobothrida,
Davaina proglottina,
|
Raileitina
enchonobothrida
|
Raileitina
centripuncata
|
Kambing
|
Fasciola hepatica,
Paramphistonum cervi
|
Avetellina
centripuncata
|
Avetellina
centripuncata
|
Bebek
|
Synganus trachea,
Ascaridia galli
|
Prosihogonimus sp
|
Prosihogonimus sp
|
Kelinci
|
|
Pramphistonum ceervi,
Nematodirus spatiger
|
|
Kuda
|
Schistosoma bovis,
Carmerius spatiosus
|
Schistosoma bovis,
Carmerius spatiosus
|
|
Burung puyuh
|
Heterakis galliae,
Pramphistonum sp
|
Amoebataenia
sphenoides
|
|
Anak sapi
|
Eurytroma
pancreaticum,
Schistosoma nasalis
|
Schistosoma bovis,
|
|
Tabel 3. Endoparasit yang menginfeksi ternak di atas :
Schistosoma nasalis
|
Gambar
|
![]() |
|
Kingdom
: Animalia
Filum
:
Platyhelminthes
Class
:
Trematoda
Ordo
: Strigeatoida
Familia : Schistosomatidae
Genus
: Schistosomae
Species :
Schistosoma nasalis
Suhardi (1983), menyatakan bahwa
pada ternak yang terserang penyakit cacing dapat dilihat dengan adanya
perubahan atau gejala-gejala yaitu anemia, kurus, bulu kusam, dan adanya rahang
yang bengkak. Pemeriksaan feces dapat dilakukan dalam beberapa metode. Penyakit
yang disebabkan oleh cacing ini dengan salah satu gejalanya yaitu terjadi
anemia pada ternak.
Glenn (1989), menyatakan bahwa larva stadium III pada parasit yang inaktif bila
tertelan hewan bersama makanan akan berkembang menjadi dewas di dalam lambung
penderita.
Heterakis galliae
|
Gambar
|
![]() |
|
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Phylum
: Nematoda
Class : Secernentea
Subclass :
Rhabditia
Ordo : Ascaridida
Family : Ascaridiae
Genus : Heterakis
Spsies
: Heterakis
galliae
Berdasarkan hasil dari praktikum telur cacing Heterakis galliae berbentuk oval dan memiliki banyak beruang.
Anonim (2013) menyatakan Heterakis
galliae adalah parasit yang tidak menimbulkan akibat yang serius pada
kesehatan ayam. Minimal tidak menimbulkan gejala atau patologi yang signifikan.
Cara penularan cacing ini yaitu ayam memakan telurnya, namun telur yyang
mengandung larva akan infektif dalam dua minggu. Parasit ini dpata dibasmi
dengan fenbendazde.
Davainea proglottina
|
Gambar
|
![]() |
|
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class :
Cestoda
Ordo : Davaineida
Ordo : Davaineida
Family
: Davaieidae
Genus
: Davainea
Spesies
: Davainea
proglottina
Pada saat praktikum telur cacing Davainea proglottina berbentuk oval.
Cacing ini adalah cacing pita dengan pathogenesis uang sangat bebahaya pada
ayam (Kusumamiharja, 1992). Cacing ini sanagat paatogen karena bagian skdetsnya
melakukan penetrasi ke dalam mukosa duodenum menyebabkan terjadinya enteritis
hemoragis yang berat. Pada pemeriksaan natif ini telur D. proglottina seperti
kapsul yang ujungnya runcing seperti pada polio.
Fasciola hepatica
|
Gambar
|
![]() |
|
Kingdom
: Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class
: termatoda
Ordo :
Echinestoniformes
Family
: Fasciolidae
Genus
: Fasciola
Spesies
: Fasciola
hepatica
Fasciola,
Fascioliasis
(Distomatosis, Liver fluke disease, Liver rot, Penyakit cacing hati)
Fascioliasis atau penyakit cacing hati merupakan penyakit yang berlangsung
akut, sub akut, atau kronik, disebabkan oleh trematoda genus Fasciola,
Fascioloides, dan Dicrocoelium. Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola
sp. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya bersifat kronik, sedangkan
pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kerugian akibat fasciolosis
ditaksir 20 Milyard rupiah/tahun yang berupa penurunan berat badan serta
tertahannya pertumbuhan badan, hati yang terbuang dan kematian. Disamping itu
kerugian berupa penurunan tenaga kerja dan daya tahan tubuh ternak (Subronto, 2003). Pada umunya
fascioliasis digunakan untuk menggambarkan, atau untuk menentukan diagnosis,
penyakit cacingan yang menyerang ternak sapi, kerbau, kambing, domba, unta, dan
spesies lainnya yang disebabkan cacing trematoda genus Fasciola. Selain
di jaringan hati, cacing dapat bertumbuh dan berkembang di jaringan lain,
misalnya paru-paru, otak dan limpa. Distribusi geografik, didaerah tropik,
termasuk Indonesia fascioliasis disebabkan Fasciola gigantica, yang
diserang ternak sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Penyakit ini banyak
diderita oleh ternak ruminansia di bagian bumilain, Australia, Amerika, Eropa
penyebabnya cacing trematoda Fasciola hepatica disamping menyerang
rumunansia juga menyerang manusia (Tabbu, 2000).
Patogenesis Fasciolosis pada sapi,
kerbau, domba dan kambing dapat berlangsung akut maupun kronik. Yang akut
biasanya karena invasi cacing muda berlangsung secara masif dalam waktu pendek,
dan merusak parenkim hati, hingga fungsi hati sangat terganggu, serta
terjadinya perdarahan ke dalam rongga peritonium. Meskipun cacing muda hidup di
jaringan hati, tidak mustahil juga mengisap darah, seperti yang dewasa, dan
menyebabkan anemia. Diperkirakan 10 ekor cacing dewasa menyebabkan kehilangan
darah sebanyak 2 ml/hari (Subronto.
2003). Fasciola sp,
hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan
darah. Perlu dikembangkan teknik diagnosa fasciolosis yang bisa mendeteksi
adanya infeksi aktif. Salah satu teknik tersebut adalah dengan capture ELISA
untuk deteksi coproantigen merupakan diagnosa Fasciola dengan
memberikan hasil yang sensitif, spesifik
dan cepat (Tabbu, 2000).
Fascioliasis juga sering disertai diare, yang
mungkin disebabkan oleh enjima yang terdapat di dalam cacing yang merangsang
selaput lendir usus, hingga terjadi enteritis. Kurangnya produksi empedu juga
menyebabkan metabolisme lemak terganggu, dan juga mendorong terjadinya diare
(alimentaris). Infeksi oleh cacing Fasciola gigantica menyebabkan
kerusakan hati serius dalam bentuk fibrosis, dan anemia pada sapi, kerbau, dan
domba maupun kambing. Invasi campuran fasciola dan nematoda dapat mengakibatkan
cacingan pada domba dan kambing (Subronto, 2003). Jumlah telur cacing yang terlalu sedikit dalam
feses akan mengalami kesulitan dalam mendiagnosa, dan telur tidak akan
ditemukan sampai cacing hati mulai produksi telur biasanya antara minggu ke
10-14 setelah hewan diinfeksi oleh cacing Fasciola Hepatica (Tabbu,
2000).
|
|
||||
|
|
Kingdom
: Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class
: Nematoda
Ordo :
toxocaranidae
Family
: Toxocaradidae
Genus
: Toxocara
Spesies
: Toxocara
vitulorum
Toxocara vitulorum adalah
cacing bulat yang teruama mempengaruhi hewan muda. Infeksi ditularkan dari
ambing induk melalui kolostrum dan otot. Cacng ini mulai menumpahkan teluur
dalam tinja pada 22hari setelah lahir. Telur-telur yang ditumpahkan mengandung
larva tahap yang berkembang menjadi L3 dalam 2-4 minggu (Roberts, q990 disitasi
oleh Amaral A C,2010).
Parasit dewasa yang hidup di usus
kecil adalah produsen telur produktif dengan jumlah yang sangat babnyak,
berdinding tebal dan sangat tahan terhadap kondisi iklim Indonesia serta
lingkungan yang infektif ookista dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama
(Husnain dan Usan, 2006) gejala klinis tahapan dapat menyebabkan diare kolik,
pembusukan usus, enteritis, penurunan berat badan, atrofi dan bahkan keamtian,
kerusakan paru-paru yang disebabkan oleh larva juga dapat mengakibatkan
pneumonia (Junquera P, 2010)
Davainea proglottina
|
Gambar
|
![]() |
|
Kingdom
: Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class
: Cestoda
Ordo :
Cyclophylidae
Family
: Cyclophylididae
Genus
: Raillietina
Spesies
: Raillitina
sp, Raillietina cesticullus,
Raillietina proglottina, Raillietina enchinobothrida
Raillietina sp, merupakan genus cacing pita pada ayam. Cestodosis menyerang ayam pada semua umur. Penyebarannya
melalui kotoran ayam yang sakit atau alat-alat yang digunakan. Gejala yang
terlihat antara lain lesu, pucat, kurus dan diikuti dengan sayap yang
menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya diikuti
kematian akibat komplikasi. Cacing Cestoda yang sering hidup pada ayam yaitu Raillietina
spp. Tubuhnya mempumyai
banyak proglotida. Terdapat restelum dengan kait berbentuk palu yang tersusun
dalam lingkaran ganda. Alat penghisap kadang-kadang dipersenjatai dengan kait
yang kecil yang tersusun dalam beberapa lingkaran (Levine dan Norman, 2001).
Raillietina sp dapat membuat liang pada dinding duodenum sehingga membentuk nodul-nodul,
serupa dengan nodul-nodul pada penyakit TBC unggas. Cara pencegahan yaitu
dengan menjauhkan unggas dengan inang perantaranya. Infeksi Cestoda memiliki
tingkat penyebaran lebih luas daripada infeksi oleh Nematoda dan trematoda.
Pada usus ayam buras rata-rata ditemukan 132,27 ekor cacing yang antara lain
terdiri dari cacing Cestoda Raillietina spp. Cacing Raillietina spp tergolong
dalam phylum Platyhelmintes, Class Cestoidea, Sub Class Cestoda,
Ordo Cyclophyllidea, Genus Railietina dan Spesies Raillietina spp
(Hadi, 2004).
Strongyloides Avium
|
Gambar
|
![]() |
|
Kingdom
: Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class
: Nematoda
Ordo :
Rhabditia
Family
:Strongyloididae
Genus
: Strongyloides
Spesies
: Strongyloides
Avium
Strongyloides Avium bersifat saprofit esotasus dengan bulbus
valvulatorius, parasitic generation (generasi parasitic). Cacing ini hidup di
dalam usus halus vertebraa. Pada tternak bentuk parasitic ada yang bias
parthonogendic(filariform), dapat menmbus kulit induk semang melalui aliran
darah paru-paru , trachea, faring dan usu halus adalah tujuannya. Bentuk
parasit cacing dewasa ditandai dengan genital organ pada betina dan eshopagus
realtif panjang. (Abdi,2013)
Strongyloides Hospesnya
sebagian besar hewan, lokasi infeksinya usus halus dan juga pada sekum. Strongyloides
westeri kuda dan keledai. Strongyloides papilorus ruminan. Strongyloides
ransomi babi. Strongyloides stercoralis anjing dan kucing. Strongyloides
avium ayam/unggas. Penetrasi di kulit oleh larva infektif menyebabkan
reaksi erythematus yang mana pada domba diikuti masuknya organisme asing yang
menyebabkan pembusukan kaki/kuku. Jalur jalannya larva di paru-paru dapat
terlihat ketika dilakukan pembedahan/nekropsi. Parasit dewasa ditemukan dalam
duodenum dan jejunum bagian proximal dan jika ditemukan dalam jumlah banyak
mungkin menyebabkan peradangan dengan oedema dan pengikisan epitel (Urquhart;
et.all. 1996).
Asciridia galli
|
Gambar
|
![]() |
|
Kingdom
: Animalia
Phylum : Nematoda
Class
: Secernentea
Ordo : Ascirididae
Family
:Asciridiidae
Genus
:Asciridia
Spesies :
Asciridia galli
Ascaridosis yang disebabkan oleh cacing Ascahdia galli merupakan penyakit
parasitik yang sering menginfeksi temak unggas, khususnya ayam. Ascaridiosis
dapat menyebabkan penurunan berat badan serta berat karkas (Raote et al., 1991)
yang berkisardari 1,5 gram hingga 250 gram per ekor . Infeksi cacing ini dapat
pula menurunkan jumlah telur dan berat telur hingga mencapai 33% (Tiuria,
1997). Menurut He et al., (1990)
kerugian aktbat infeksi cacing saluran pencernaan termasuk A. galli diperkirakan
mencapai US $ 2,49 - 3,48 juta per tahun.
Ascaridia galli merupakan parasit besar yang umum terdapat di dalam
usus kecil berbagai unggas peliharaan maupun unggas liar. Penyebarannya luas di
seluruhdunia. Cacing A. galli merupakan cacing terbesar dalam kelas
nematoda pada unggas. Tampilan cacing dewasa adalah semitransparan, berukuran
besar, dan berwarna putih kekuning-kuningan (Admin,2008).
Pada bagian anterior terdapat sebuah mulut yang dilengkapi dengan tiga
buah bibir, satu bibir terdapat pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral.
Pada kedua sisi terdapat sayap yang sempit dan membentang sepanjang tubuh.
Cacing jantan dewasa berukuran panjang 51 – 76 mm dan cacing betina dewasa 72 –
116 mm. Cacing jantan memiliki preanal sucker dan dua spicula berukuran panjang
1 – 2,4 mm, sedangkan cacing betina memiliki vulva dipertengahan tubuh. Telur A.
galli berbentuk oval, kerabang lembut, tidak bersegmen, dan berukuran 73–92
x 45–57µm (Levine, 1994).
Infeksi Ascaridia disebabkan oleh Ascaridia galli , Ascaridia
dissimilis, Ascaridia numidae, Ascaridia columbae dan Ascaridia bonase.
Ascaridia galli selain berparasit pada ayam juga pada kalkun, burung
dara, itik dan angsa. Ascaridia galli
merupakan cacing yang sering ditemukan pada unggas dan menimbulkan kerugian
ekonomik yang tinggi karena menimbulkan kerusakan yang parah selama bermigrasi
pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva. Migrasi terjadi dalam
lapisan mukosa usus dan menyebabkan pendarahan, apabila lesi yang ditimbulkan
parah maka kinerja ayam akan turun drastic. Ayam yang terserang akan mengalami
gangguan proses digesti dan penyerapan nutrient sehingga dapat menghambat
pertumbuhan.
Ayam muda lebih sensitif terhadap kerusakan yang ditimbulkan Ascaridia
galli. Sejumlah kecil cacing Ascaridia
galli yang berparasit pada ayam dewasa biasanya dapat ditolerir
tanpa adnya kerusakan tertentu pada usus. Infeksi Ascaridia
galli dapat menimbulkan penurunan berat badan, pada kondisi yang
berat dapat terjadi penyumbatan pada usus. (Zalizar dkk., 2005) Ayam yang
terinfeksi Ascaridia galli dalam jumlah besar akan kehilangan darah, mengalami
penurunan kadar gula darah, peningkatan asam urat, atrofi timus, gangguan
pertumbuhan, dan peningkatan mortalitas.
Avetellina
centripuncata
|
Gambar
|
![]() |
|
Kingdom
: Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class
: termatoda
Ordo :
Anoplocephalidinae
Family
: Anoplocephalidiae
Genus
: Avetellina:
Spesies
:
Avetellina centripuncata
Berdasarkan gambar di atas bentuk
telur Avetellina centripuncata ini
berbentuk kapsul dengan didalamnya terdapat lagi bentuk kapsul. Parasit genus Avetellina ini terdapat pada domba, kambing dan ruminansia
lain. Cacing ini memiliki ukuran 3mm x 3mm dengan bagian ujungnya posterior
silindris. Proglotid pendek dengan segmentasi tidak jelas, mepunyai satu set
alat kelamin. Letak porus genitalis bargnti tidak teratur. Par uterine organ
berdinding tebal, telur didalam kapsul dengan ukuran 25-45 mikrometere dan
tidak memiliki pyiroform apparatus. Siklus hidup dapat bertindak sebagai hospes
intermediet dari cacin ini. (Yudhi , 2010).
Paramphistomum cervi
|
Gambar
|
![]() |
|
Kingdom
:
Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class
: termatoda
Ordo :
Digenea
Family
:Echinostomida
Genus
: Paramphistomum
Spesies
: Paramphistomum
cervi dan Paramphistomum microbothrium
Gejala
klinis yang paling sering adalah diare disertai anorexia dan dehidrasi.
Kadang-kadang pada sapi, disertai hemoraghi di rektum. Kematian pada
perjangkitan akut dapat mencapai 90% (Urquhart; et.all. 1996).
Pemeriksaan
Protozoa
Feces unggas yang diamati yaitu
feces ayam petelur, ayam broiler, dan ayam kampung, berikut hasilnya :
Tabel 4. Pemeriksaan Protozoa
Protozoa
pada Feces ayam kampung (Eimeria tenella)
![]() |
Klasifikasi
:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Protozoa
Class
: Sprozoasida
Ordo
: Coccidia
Family
: Eimeriidae
Genus
: Eimeria
Species
: Eimeria tenella
|
Protozoa
pada feces ayam Petelur (Eimeria mitis)
![]() |
Klasifikasi
:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Protozoa
Class
: Sprozoasida
Ordo
: Coccidia
Family
: Eimeriidae
Genus
: Eimeria
Species
: Eimeria mitis
|
Eimeria Aurbunsis
![]() |
Klasifikasi
:
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Protozoa
Class
: Sprozoasida
Ordo
: Coccidia
Family
: Eimeriidae
Genus
: Eimeria
Species
: Eimeria aurbunsis
|
|
Phylum : Protozoa
Class : Sporozoa
Ordo : Coccidia
Family : Eimeriidia
Genus : Eimeria
Species : Eimeria curnii
|
Dari
hasil tersebut maka dapat diketahui bahwa feces ayam kampong terdapat ookista Eimeria
tenella pada stadium perkembangan. Disini terlihat bahwa bentuk dari E.
tenella bulat telur, dengan dilapisi seperti selaput. Norman (1955), menyatakan
bahwa struktur dari ookista yang khas adalah dinding ookista terdiri dari satu
atau dua lapis dan mungkin dibatasi selaput.
Eimeria
masuk dalam keluarga
Eimeriidae. Sekitar 75% dari keluarga Eimeriidae merupakan spesies
dari genus Eimeria, dengan sekitar 1.700 spesies yang sudah ditemukan.
Upaya untuk membagi unit taksonomi besar menjadi genus terpisah telah
dilakukan. Eimeria pada ikan telah dibagi menjadi empat berdasarkan morfologi
dan siklus hidupnya.
Gejala infeksi Eimeria termasuk diare berdarah
karena jaringan epitel usus tidak mampu bekerja saat sejumlah besar ookista dan
merozoit menyembur keluar dari sel. Jaringan nekrotik menyumbat sekum,
menyebabkan organ mati
Pada genus Eimeria
tenella memiliki empat sporosista dimana masing-masing berisidua sporozoit
didalamnya, bentuk ovoid dengan ukuran 14 31 x 9 -25 µm dengan
rata-rata25 x 19 µm, memiliki dua lapis dinding halus tanpa Micropyle atau
dalam suatu residiummemiliki suatu butir
polar.Dinding oosista halus, tanpa microfili dan waktu yang diperlukan untuk
bersporulasibervariasi dipengaruhi oleh temperature yaitu 8 jam pada suhu 29
°C, 21 jam dalam suhu 26-28 °C, 24 jam pada suhu 20-24 °C, 24-28 jam pada
temperature kamar dan tidak bersporulasipada suhu dibawah 8 °C (Soulsby, 1982).
Menurut Soulsby (1982), dinding oosista tersusundari dua lapis yang umumnya jernih dan transparan dengan batas jelas,
sedangkan Levin(1995) menyatakan mungkin dibatasi oleh selaput dan ada
beberapa spesies yang berwarnakekuningan atau kehijauan. Dinding oosista ini
sangat berguna dalam melindungi oosista dantahan terhadap beberapa desinfektan.
Dinding sebelah luar mempunyai ketebalan10-20% dariseluruh ketebalan dinding,
sedangkan dinding sebelah dalam memiliki 80-90% dari seluruhketebalan dinding
dari oosista itu sendiri. Secara keseluruhan dinding oosita terdiri dari
67%peptide, 14% lipida, dan 19% karbohidrat
Pada
feces kambing terdapat ookista E. pallida dengan bentuk bulat melebar,
dengan dilapisi dua selaput. Sedangkan untuk feces domba terdapat protozoa E.
granulose yang juga ditemukan pada ternak kambing. Pada gambar terlihat E.
granulose berbentuk ulat telur dengan ukuran yang besar, halus, pada
ujung mikropiler terdapat sebuah topi.
Eimeria curnii dapat menjangkit ternak sapi hal ini sesuai yang
dinyatakan oleh Lapage (1956) yang menyatakan bahwa Eimeria curnii ini adalah salah satu protozoa yang dapat menyerang
ternak sapi, yang dapat mengakibatkan nafsu makan dan daya tahan tubuh ternak
menjadi menurun.
Vaksinasi
ND (Newcastle Disease)
Pada praktikum vaksinasi ini, kami melakukan vaksinasi Newcastle
Disease pada ternak ayam yang memiliki bobot badan sekitar 1 kg yang berumur
lebih dari 21 hari. Sebagaimana kita ketahui bahwa penyakit Newcastle Disease
merupakan penyakit yang sering terdapat pada ternak unggas. Penyakit ini
disebabkan oleh virus yang dapat dicegah dengan cara vaksinasi. Strain yang
digunakan pada vaksinasi ini adalah strain La Sota.
Vaksinasi yang dilakukan pada praktikum ini adalah vaksinasi ND yaitu
vaksin yang dapat mencegah penyakit ND atau tetelo pada ternak unggas. Penyakit
ND atau tetelo merupakan penyakit yang paling sering ditemukan pada ternak
ayam, dan untuk pencegahan dari penyakit ini adalah dengan cara vaksinasi.
Anonymous (1975), menyatakan bahwa penyebab dari penyakit Newcastle Disease
adalah virus Paramyxovirus. Ternak yang menderita penyakit ND tampak
lesu dan sulit bernafas, gangguan pencernaan antara lain diare berwarna
kehijau-hijauan, gangguan susunan syaraf pusat antara lain kelumpuhan dan
terticolis.
Sesuai dengan pernyataan Nugroho
(1989) bahwa penyakit Newcastle Disease merupakan penyakit pernafasan yang akut
dan mudah sekali menuar. Pencegahan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah
vaksinasi dan sanitasi.
Takehara (1987) juga menyatakan bahwa Newcastle Disease (ND) menunjukkan adanya
suatu variasi yang besar dalam bentuk dan derajat keparahan
penyakit.
Pada praktikum ini kami menggunakan dosis yaitu dosis dilarukan dalam
0,5 cc aquadestilata kemudian vaksin ND Strain La sota 50 dosis. Sedangkan
untuk dosis setiap 1 ekor ayam : 1 cc/ekor maka 1 vial dilarutkan dalam 50 cc
aquadestilata.
Vaksin yang baik adalah vaksin yang
mampu memberikan kekebalanyang kuat dan tahan lama. Kekebalan yang terbentuk seaiknya
terjadi padahewan yang divaksinasi maupun fetus yang dikandungnya. Vaksin
diharapkanb3ebas dari efek samping yang merugikan. Vaksin yang baik memberikanefek
pasca vaksinasi yang ringan, stress yang nbditimbulkan tidak berlangsung lama dan tidak merusak organ system
kekebalan. Vaksin yangbaik juga seharusnya murah,mantap, sesuai untuk
vaksinasi masal danidealnya merangsang
tanggap kebal yang tidak dapat dibedakan dari yangdisebabkan oleh efek
ilmiayh, sehingga vaksinasi dan pemberantasanberlangsung
serempak.Vaksinasi merupakan cara utama untuk mengendalikan penyakit padaternak
myang disebabkan virus maupun bakteri. Struktur virus yang samadengan sel inang
menyebabkan pengembangan virus dengan bahankemoterapetika antiviral
sulit dilakukan. Oleh karena itu pengembanganvaksin
antiviral akhirnya lebih maju disbanding dengan vaksin bacterial.Vaksin
dilakukan dengan cara memasukan vaksin ke dalam tubuhternak dan merupakan suatu
usaha dengan tuuan melindungi ternak terhadapserangan penyakit tertentu. Vaksin
adalah bibit penyakit yang ntelahdilemahkan virulensinya atau dimatikan
sehingga virulensinya tidak membahayakan. Apabila di berikan pada ternak,
vaksin tidak menimbulkanpenyakit, melainkan
merangsang pembentukan zat kebal yang sesuai dengan jenis vaksinnya.
Koleksi dan Identifikasi Ektoparasit
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya diluar tubuh
(permukaan kulit tubuh) induk semang. Cara hidup dari ekoparasit ini adalah
dengan hinggap sementara pada induk semang untuk mencari makan atau tinggal
menetap pada induk semang. Pada umumnya ektoparasit terdiri atas bagian
kepala,dada dan bagian belakang. Ektoparasit termasuk phylum Arthropoda, yaitu
binatang yang berbuku-buku (Arifin, 1982).
Kehadiran ektoparasit pada ternak tidak akan
menyebabkan kematian secara langsung karena memang nyatanya ektoparasit tidak
dapat menurunkan kekebalan tubuh ternak atau pun menyebabkan suatu organ atau
tubuh ternak rusak hingga ternak yang dihinggapinya mengalami kematian layaknya
endoparasit. Namun, ektoparasit inilah yang membawa virus dan bakteri pathogen
yang dapat membunuh ternak, seperti lalat dan nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti misalnya, merupakan agen penyakit demam
berdarah yang sangat berbahaya nagi
manusia. Ektoparasit di sini hanya bertindak sebagai vector dan bukan sebagai
agen. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamalin (1982) yang menyatakan bahwa
ektoparasit atau parasit luar adalah binatang yang hidup menumpang pada
permukaan tubuh makhluk jenis lain dengan merugikan makhluk yang ditumpanginya.
Ektoparasit yang didapatkan dari pengamatan adalah sebagai berikut:
Ektoparasit pada Sapi
Menurut Dirkeswan
(1980), menyatakan bahwa ektoparasit merupakan serangga yang dapat mengganggu
aktivitas dari ternak yang dapat mengakibatkan ternak akan kehilangan nafsu
makan karena akibat dari serangga yang menghisap darah ternak . Sedangkan
menurut Lapage (1996) menyatakan bahwa tidak semua ektoparasit tidak hanya mengigit akan tetapi juga
menghisap darah dari ternak yang dijadikan induk semang sebagi tempat hidupnya
dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Dalam Koleksi ektoparasit pada
ternak sapi yang ditemukan pada permukaan tubuh sapi adalah caplak, kutu,dan
lalat kandang.
1.
Kutu pada Sapi

Gambar 1. Caplak pada Sapi ( Rhipicephalus
evertsi )
1.Caplak
Sapi (Rhipicephalus evertsi)
Kingdom :
Animalia
Filum
: Arthropoda
Class : insecta
Ordo
: Phtiraptra
Sub
ordo : Mallophaga
Family : Trichodectidae
Spesies : Damalinia bovis
|
|
Damalinia bovis
merupakan kutu aktif yang menyerang pada ternak sapi dan dapat menyebabkan
kerugian pada peternakan, maka perlu diperhatikan atau tempat tinggal ternak
tersebut baik kebersihan kandang maupun kebersihan pakan. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Glynn.T, 2009) menyatakan bahwa tindakan pencegahan merupakan salah
satu tindakan tepat untuk menimalkan adanya infestasi kutu pada sapi dengan
menjaga kebersihan kandang, serta pemberian pakan dan air minum yang bersih.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
banyak telur cacing yang terdapat pada feses ternak baik itu ruminansia maupun
ternak unggas dan melalui metode apung ini ditemukan telur cacing Schistoma bovis pada sapi perah. hal ini
sesuai dengan pendapat Wodzicka, M,. (
1996 ) yang menyatakan bahwa cacing hidup dalam saluran pencernaan dan
seluruhnya memiliki siklus hidup berlangsung. Ini berarti bahwa parasit di
tularkan dari ternak keternak yang lain melalui fase hidup bebas yang
perkembangannya terjadi pada lingkungan diluar tubuh ternak. Cacing
menghasilkan ribuan telur yang di keluarkan melaui kotoran ternak yang
terinfeksi.
2.
Kutu Kerbau

Gambar 2. Kutu kerbau (Haematopinus eurysternus)
2 .Kutu kerbau (Haematopinus eurysternus)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Mallophagorida
Ordo : Mallophaga
Family : Mallophagaidae
Genus : Haematopinus
Species : Haematopinus
eurysternus
|
|
3. Kutu kambing

Gambar 3. Kutu Kambing (Damalinia
bovis)
Kutu Kambing (Damalinia bovis)
Klasifikasi:
Kingdom :
Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: insecta
Ordo
: Phtiraptra
Sub
ordo : Mallophaga
Family : Trichodectidae
Spesies : Damalinia bovis
|
|
Pada kambing, pemotongan bulu atau rambut mampu menghilangkan 30% - 50% populasi
kutu. Selain itu bisa juga melakukan dipping untuk mengurangi keberadaan kutu
serta penyemprotan ( Williamson dan Payne, 1993). Ektoparasit Damalinia bovis
dapat memberikan efek yang serius pada ternak seperti produktivits menurunkan
produksi susu dan daging
Kutu merupakan jenis serangga
tidak bersayap, kutu juga dapat berfungsi sebagai transmitter dari penyakit
hewan menular. Menurut Elmer R Noble dan Gleen A Noble,(1989) menyatakan bahwa
kutu merupakan parasit pada permukaan tubuh burung dan mamalia. Di Negara
beriklim panas, kutu paling banyak selama bulan Februari dan Maret dan paling
sedikit bulan Juni dan Agustus. Alasan untuk variasi musiman dalam jumlah
sedemikian ini tidak diketahui dengan pasti.
4. Kutu pada Ayam
Koleksi dan identifikasi pada
ayam dilakukan pada ayam kampung yang ditemukan caplak dan kutu. Kutu yang
ditemukan pada ayam kebanyakkan didapat didaerah kepala dan didalam telinga
maka disebut dengan golongan kutu kepala ayam sesuai dengan pendapat
Drh.Nugroho, (1987) yang menyatakan bahwa kutu kepala ayam terdapat di kepala
dan leher ayam. Kutu Ayam (Argas
persicus)

Gambar 4. Kutu
Ayam Mallopagha persicus
Kutu Ayam Mallopagha persicus
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Mallophagorida
Ordo :
Mallophaga
Family :
Mallophagaidae
Genus :
Mallopagha
Species :
Mallopagha persicus
|
|
5.
Kutu pada Kucing
Koleksi ektoparasit pada
kucing dilakukan dengan pengambilan kutu yang terdapat pada kucing umumnya
terdapat didaerah telinga.

Gambar 5. Kutu Kucing (Demodex
canis)
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Arthropoda
Class :
Mallophagorida
Ordo :
Mallophaga
Family :
Mallophagaidae
Genus :
Mallopagha
Species :
Mallopagha persicus
|
|
6.
Caplak kerbau

Gambar 6. Caplak
Kerbau (Rhipicephalus evertsi)
Caplak Kerbau (Rhipicephalus evertsi)
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: Acarinorida
Ordo
: Ixodorina
Family : Ixodoridae
Genus : Rhipicephalus
Spesies : Rhipicephalus evertsi
|
|
Whitfield (1979) yang menyatakan bahwa caplak
Rhipceohalus evertsi adalah jenis caplak keras yang sangat merugikan bagi
ternak dan dapat membuat kulit ternak menjadi rusak akibat gigitan caplak.
7.
Caplak Sapi

Gambar 7. Caplak
Sapi (Amblyoma hebraeum)
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: Acarinorida
Ordo
: Ixodorina
Family : Ixodorindae
Genus : Amblyoma
Spesies : Amblyoma hebraeum
|
|
Kutu dan caplak merupakan phylum arthropoda yaitu hewan yang mewakili
tubuh beruas-ruas. Sesuai dengan pendapat (Askew, 1971) bahwa semua kutu tidak
bersayap, ia mempunyai tubuh pipih dan antenna pendek dengan 3 sampai 5 ruas
dan kakinya pendek. Hanya mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk
berpegangan pada bulu atau rambut.
8. Kutu Anjing

Gambar 8. Kutu
Anjing (Ctenocephalides canis)
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: Acarinorida
Ordo
: Siphonapterorida
Family : Siphonapteroridae
Genus : Ctenocephalides
Spesies : Ctenocephalides canis
|
|
Bila
menggunakan obat-obatan insektisida yang digunakan harus sanggup membunuh
serangga atau ektoparasit dari berbagai spesies, tanpa menimbulkan resistensi
bagi yang dijadikan sasaran (Murtidjo, 1992).
9. Kutu Kerbau

Gambar 9. Kutu
Kerbau (Haematopinus eurystemus)
Klasifikasi:
Kingdom :
Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: Mallophagorida
Ordo
: Mallophaga
Family : Mallophagaidae
Genus : Haematopinus
Spesies : Haematopinus eurystemus
|
|
Cameron (1956), menyatakan bahwa kutu merupakan parasit permanent
eksternal dan obligat pada burung dan hewan mamalia. Kutu ini tidak meloncat
ataupun terbang melainkan berjalan cepat.
10.
Lalat
Kandang

Gambar 10. Lalat Kandang (Musca domestics)
Klasifikasi:
Klasifikasi:
Kingdom :
Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
:
Hymenoplera
Ordo
: Diptera
Family : Dipteroridae
Genus : Stemoxys
Spesies : Musca domestics
|
|
Tidak
hanya kutu atau caplak yang menyebabkan penyakit ektoparasit tetapi lalat juga
salah satu agen penyakit, sesuai dengan pernyataan (Smyth, 1976) bahwa lalat
merupakan ektoparasit penghisap darah.
11.
Caplak Kambing

Gambar 11. Caplak
pada kambing ( Amblyoma cayannense )
Dari
hasil yang didapat maka caplak dan kutu merupakan parasit yang merugikan, baik
itu merugikan ternak tersebut sebagai tempat hidup kutu dan caolak, jug adapt
merugikan para peternak. Mereka harus mengeluarkan banyak biaya untuk mengatasi
masalah ini.
Cameron (1956), menyatakan bahwa kutu
merupakan parasit permanent eksternal dan obligat pada burung dan hewan mamalia.
Kutu ini tidak meloncat ataupun terbang melainkan berjalan cepat.
Kutu dan caplak disini merupaka
phylum Arthropoda yaitu hewan yang memiliki tubuh beruas-ruas. Sesuai dengan
pernyataan Askew (1971) bahwa semua kutu tidak bersayap, dia mempunyai tubuh
pipih, dan antenna pendek dengan 3 sampai 5 ruas, dan kakinya pendek. Hanya
mempunyai tursus yang cakarnya digunakan untuk bepegangan pada bulu atau
rambut.
Bukan hanya kutu atau caplak yang
menyebabkan penyakit ektoparasit, tetapi lalat juga salah satu agen penyakit.
Sesuai dengan pernyataan Smyth (1976), bahwa lalat merupakan ektoparasit
penghisap darah.
Pengambilan Dan Pengiriman Spesimen
Specimen merupakan bagian /
organ tubuh ternak yang diambil untuk diuji secara laboratories untuk
mengetahui penyakit ternak yang menyebabkan kematian. Pada praktikum yang telah
kami laksanakan ini kami mencoba mengambil specimen ternak yang masih hidup
yaitu bebek betina untuk di uji .
Pada praktikum yang telah dilaksanakan
dengan membagi bagian-bagian yang akan dikirim. Adapun bagian yang dikirim yaitu
hati, limpa, otak, jantung, usus, uterus, ginjal, proventrikulus. Masing-masing
dipotong dan dimasukkan kedalam botol kaca yang berisi formalin 10 %.
Nugroho (1989), menyatakan bahwa
untuk mengambil specimen pada ternak kita harus perhatikan keadaan ternak
tersebut. Apabila ternak masih hidup kita dapat mengambil bagian-bagian
tertentu seperti, leleran hidung atau telinga, darah, feces, kerokan kulit.
Laboratorium dalam hal ini digunakan utuk pemerisaan spesimen. Sepesimen
merupakan segala macam benda apa saja yang dianggap tercemar oleh suatu
penyakit hewan atau jasad renik penyebab penyakit hewan termasuk bagian-bagian
tubuh hewan atau berupa hewannya sendiri yang mati, sakit atau tersangka sakit
perlu dikirim secara cepat dengan memperhatikan ketentuan yang diperlukan.
Manfaat pengiriman spesimen pada lembaga yang secara profesional berwenang
misalnya Balitvet, BPPH atau laboratorium di beberapa perguruan tinggi tidak
hanya berarti terhadap diagnosa penyekit itu sendiri namun juga untuk
pengendalian penyakit secara lebih luas misalnya dalam ruang lingkup
epidemiologi.
Dasar pengumpulan spesimen adalah, jenis spesimen yang dikirim tergantung
pada jenis penyakit sehingga organ yang dikirim juga spesifik khususnya organ
atau jaringan yang secara klinis mengalami perubahan, spesimen dikirim dalam
keadaan aseptik menggunakan bahan yang ditetapkan sesuai prosedur atau
peralatan yang telah dicuci, dikeringkan dan disterilisasi, botol diberi diberi
identitas yang jelas dan teknis pemeriksaan apa yang diinginkan, botol spesimen
disimpan dalam termos es dan selama proses pengambilan spesimen lakukan secara
hati-hati khususnya terhadap pencemaran.
Ada beberapa yang mempengaruhi seleksi pengiriman
spesimen daintaranya yaitu: waktu, peralatan, teknik, transportasi, dantidak
kalah penting adanya form/ dokumen sepesimen. Pada prinsipnya bahan yang
diperlukan, cara pengepakan, dan metode yang dikehendaki harus disesuaikan
dengan apakah spesimen tersebut untuk diperiksa secara bakteriologik,
virologik, mikologik, parasitologik, toksikologik, serologik dan pemeriksaan
histopatologik. Penyakit dan organ yang terserang biasanya spesifik oleh
karenanya pengiriman spesimen harus memperhatikan gejala klinis penyakit dan
jenis spesimen serta pengawetan yang digunakan.
Sanitasi dan Desinfektan
Dari praktikum yang
telah dilakukan yaitu dengan langkah – langkah : membersihkan kandang, dengan
membuang terlebih dahulu feces – feces yang ada dilantai lalu menyiram dengan
air. Bersihkan tempat pakan, tempat pakan dikosongkan. Lalu mandikan sapi
dengan menggunakan sikat yang lembut dan sabun dettol atau sejenisnya. Pada
praktikum ini saya memandikan sapi yang diberi nama Bobo, siputih.
Setelah itu gembalakan
sapi tersebut agar dia dapat makan dan berinteraksi dengan udara bebas. Selagi
sapi digembalakan maka kita dapat membersihkan peralatan, tempat pakan, lantai
kandang.
Setelah semua bersih masukkan sapi, dan lakukan proses desinfeksi untuk
membunuh mikroorganisme yang terdapat pada kandang, peralatan dan bahkan pada
tubuh ternak. Disini kami menggunakan desinfektan cyperkiller, yang dapat
digunakan untuk membunuh nyamuk, lalat, caplak, kutu dan ektoparasit
lainnya. Sudono (1969), menyatakan bahwa sinar matahari pagi
yang masuk kedalam kandang sangat penting, karena sinar pagi tak begitu panas
dan lebih banyak mengandung sinar ultraviolet yang dapat berfungsi sebagai
desinfektan dan membantu pembentukan kuli.
Jamilah (2000) menyatakan bahwa antiseptik adalah
substansi kimia yang dipakai pada kulit atau selaput lendir untuk mencegah
pertumbuhan mikrooganisme dengan menghalangi atau merusaknya. Sedangka yang
dinyatakan oleh Lapage (1956) yang menyatakan bahwa desinfektan adalah
substansi kimia yang digunakan pada benda-benda mati untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dengan menghalangi atau merusaknya.
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan
yang saya dapat dari pratikum pemeriksaan ternak secara fisik pada ternak
kambing dan sapi ini adalah bahwa Kesehatan ternak mutlak harus diperhatikan,
mengingat keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh status kesehatan
ternak yang dipelihara. Maka dari itu kita harus senantiasa menjaga kebersihan
dan kesehatan ternak tersebut dengan jalan pemerksaan klinis agar keseluruhan
fisik ternak dan sistema pada sapi dan
kambing masih dikategorikan normal dan tidak ditemukan kelainan-kelainan pada
ternak.
Kesimpulan yang dapat diambil pada pratikum penyakit endoparasit cacing
dan protozoa adalah praktikum ini didasarkan atas kewajiban atau keharusan
untuk menemukan sebuah hasl yang tidak
tentu kebenarannya sehingga hasil praktikum hanya sebuah karangan para
praktikan saja. Penyakit parasit
cacing dapat menyebabkan penderita-penderita mengalami hambatan pertumbuhan
berat badan .Karena parasit cacing ini dapat menyerang hati ternak ruminansia
dengan menetap di usus kecil,menyebar kedalam jaringan otot, menyerang dan
berdiam di lambung dan mengisap darah serta dapat menyerang bagian mata,
seperti pada kantong konjungtiva, kamar mata dan saluran air mata.
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya diluar tubuh (permukaan kulit
tubuh) induk semang, Ektoparasit termasuk phylum Arthropoda, yaitu binatang
yang berbuku-buku. Ektoparasit pada ternak walaupun hidup diluar tubuh ternak
akan tetapi dampak yang ditimbulkannya terhadap ternak tersebut sangat
membahayakan pada status kesehatan ternak tersebut.
Dapat diambil kesimpulan bahwa
vaksinasi adalah memasukkan bibit penyakit yang telah dilemahkan ke dalam tubuh
makhluk hidup dan diharapkan dapat menimbulkan kekebalan. Dan vaksin itu
sendiri adalah bibit penyakit yang berasal dari virus dan bakteri yang telah
dilemahkan dan dimasukkan ke dalam tubuh penerima, sehingga terjadi peningkatan
kekebalan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dari vaksin yang dimasukkan
tersebut. Vaksinasi wajib dilakukan mengingat belum ada obat yang efektif untuk
menyembuhkan penyakit viral.
Program sanitasi, vaksinasi,
dan program pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala ayam sakit mulai
tampak serta program lainnya yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan
dapat mencegah ternak terkena penyakit. Melakukan vaksinasi pada ayam, baik
saat masih DOC maupun sudah besar akan meningkatkan kekebalan tubuh ternak
terhadap penyakit.
Saran
Manajemen pemeliharaan ternak yang baik
akan dapat mencegah ternak terserang berbagai macam penyakit, faktor kebersihan
kandang dan ternak juga tak lain adalah faktor yang ikut menentukan kesehatan
ternak.
Tata laksana vaksinasi dan
kehati-hatian merupakan hal penting agar vaksinasi tidak menyebabkan kematian
pada ternak, kebanyakan kematian ternak pasca vaksinasi karena kesalahan
pelaksanaan vaksinasi. Vaksinlah ayam sedini mungkin untuk menghindari serangan
penyakit agar ternak mempunyai daya tahan tubuh.
.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Kawan
Beternak II.. Jakarta
Press. Jakarta.
Anggorodi. R. 1997.
Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah
Mada University
Press. Jogjakarta.
Anonymous. 1995. Penataran
Ilmu Penyakit Unggas. Panitia Penyelengara Penataran Ilmu Penyakit
Unggas. Yogyakarta.
Anshory Irfan.
1984. Bahan Pakan
dan Formulasi Ransum.
Jakarta. Erlangga.
Aris. A. 1993. Kriteria Pakan Berkualitas. Universitas Indonesiaa Press.
Jakarta.
Darmono. 1992. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta.
Devendra, C. 1990. Produksi
Kambing Didaerah Tropis. ITB. Bandung.
Glenn, R. N. 1999. Parasitologi. Gadjah mada
University Press. Yogyakarta.
Gultom S. 1998. Ilmu
Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. LUW-Universitas Brawijaya
Animal Husbandry Project.
Hendalia, et.al. 2008. Biokimia Nutrisi. Fapet UNJA. Jambi.
Jamestown,
1997. Theory and Practice Penambol Books Armidale. NSW. Australia.
John Siregar. 1998.
Introduction Partical Animal Breeding. Granada Publishing, Mexico
Joseph. 1991. Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada University Press Fakultas
Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Kaswari. T. 2008. Diktat Nutrisi Ternak dasar. Fakultas Peternakan
Universitas Jambi. Jambi.
Kenan. 1990. An
Introduction to Partical Animal Breeding. Granada Publishing, Newyork.
Kenan. 1990. General College Chemistry.
New York. Harper
and Row Nurhayati, et.al. 2008. Nutrisi Ternak
Unggas. Fapet UNJA. Jambi.
Lukman.a. 1997. Pemberian Ransum
Unggas. Gramedia. Jakarta.
Mozeys. 2003.
Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah
Mada University.Yogyakarta.
Parrakkasi.a. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Petnowati, 1999. Bahan
Pakan dan Formulasi
Ransum. Erlangga. Jakarta.
Purba, Michael. 2003. Kimia
2000. Erlangga. Jakarta.
Samuel, 1997. A Short History
Of Nutritional Science (1995 – 1997). journal of Nutrition.
Soedarno. 1997.
Introduction Partical Animal Breeding. Granada Publishing. Newyork.
Sondjya. 1998. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed.M.L. Scott
& Associates, Ithaca, New York.
Sutresna, Nana. 1995. Kimia 2.
Ganeca Exact. Bandung.
Tobing. L.R. 1991. Kimia
Organik Pangan. Depdikbud. Jakarta.
Trobos. 2007. Pasar
Menganga Bibit Langka. PT. PWI. Jakarta.
Trobos. 2008. Tuna
Budidaya Jepang Mengancam. PT. PWI. Jakarta.
Ucoep Haroen et.al. 2008. Bahan Ajar Nutrisi Ternak Unggas. Fakultas
Peternakan Universitas Jambi. Jambi.
Numpang komentar ya gan,
BalasHapusSaya ingin memberitahukan informasi mengenai tentang Ayam-ayaman.
Bagi para Botoh pemula yang ingin belajar cara ternak ayam, merawat ayam, menjadi ayam lebih kuat.
Anda Bisa Mengunjungi Artikel Sabung Ayam Dipersembahkan Oleh tajenonline.com
Ayam Aduan Birma Drunken Mengenal Lebih Dalam
https://tajenonline.com/ayam-aduan-birma-drunken-mengenal-lebih-dalam/
Anda Juga Bisa Melakukan Chatting Langsung Di Whatsapp Kami +62-8122-222-995
Terima Kasih Sudah Membaca Komentar Saya