Rabu, 11 November 2015

EKONOMI PRODUKSI (Tugas Ekonomi Produksi)



TUGAS EKONOMI PRODUKSI

SISTEM BAGI HASIL DALAM USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER


OLEH :


            NURSHOLEH                         E10011128



 






FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
 




PENDAHULUAN

Usaha ternak ayam ras di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, perkembangan usaha ini memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan pertanian dan memiliki nilai strategis khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani dalam negeri serta mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja Prospek agribisnis peternakan untuk ternak ayam broiler cukup baik permintaan pasar selalu meningkat, sejalan dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi hewani. Produksi ternak ayam broiler saat ini berkembang dengan pesat dan peluang pasar yang bisa diandalkan. Di tinjau dari segi mutu, daging ayam memiliki nilai gizi yang tinggi di banding dengan daging tenak lainnya, dagingnya lembut, warnanya merah terang, bersih dan menarik, memiliki asam amino yang lengkap, serta mudah diolah. Dagingnya di dalam pesta keagamaan netral, lain halnya dengan daging sapi bagi umat Hindu, dan daging babi bagi umat Islam, di tinjau dari segi ekonomisnya, khususnya ayam ras potong atau ayam negri yang sudah populer dengan sebutan broiler, merupakan ayam yang bisa diusahakan secara efisien, sebab broiler merupakan ternak potong yang paling cepat bisa dipotong di banding dengan ternak yang lainnya (Aak, 1986).
            Broiler merupakan ayam ras pedaging yang memiliki pertumbuhan cepat dan dapat mengkonversi pakan yang dikonsumsi secara optimal menjadi daging. Broiler organik merupakan ayam ras pedaging yang pemeliharaanya dilakukan tanpa pemberian bahan kimia, seperti obat-obatan, antibiotik, maupun vitamin buatan pabrik. Pemeliharaan ayam broiler ini diberi asupan probiotik dan herbal. Daging ayam yang dihasilkan ternyata mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah dari ayam broiler secara konvensional. Teksturnya hampir mirip ayam pejantan/ayam kampung dan gumpalan lemak pada dagingnya lebih sedikit daripada ayam broiler.
Usaha peternakan dewasa ini telah banyak upaya yang dilakukan untuk mencukupi kebutuhan konsumen terutama sebagai penyedia pangan asal ternak, dan salah satunya yang berperan adalah peternakan ayam broiler. Usaha peternakan ayam broiler dapat berkembang jika pengelola memiliki modal. Masyarakat menggunakan pinjaman untuk mendirikan usaha peternakan ayam broiler dengan kerjasama sistem bagi hasil dari laba bersih yang diperoleh tiap tahunnya. Pengelolaan modal merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen suatu perusahaan, untuk itu dengan manajemen yang baik diharapkan profit atau tingkat laba yang diperoleh dapat maksimum. Manajemen pengelolaan modal, mencakup efisiensi penggunaan biaya baik biaya tetap maupun biaya variabel.
            Modal sangat diperlukan baik dalam pendirian maupun dalam pengembangan suatu usaha. Hal tersebut harus didukung dengan pengelolaan modal yang baik. Walaupun pola kerjasama yang dilaksanakan berbeda-beda baik itu bagi hasil, kemitraan ataupun secara mandiri jika pengelolaan modalnya dilakukan dengan baik maka tidak akan menghalangi suatu usaha untuk terus berkembang. Manajemen modal yang baik mencakup efisiensi penggunaan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya-biaya tersebut dalam usaha ayam broiler digunakan untuk pengadaan faktor-faktor produksi sehingga dalam pemanfaatannya harus efisien agar tingkat laba yang diperoleh dapat maksimum.

RUMUSAN MASALAH

1.      Manajemen Usaha Peternakan Ayam Broiler
2.      Biaya usaha peternakan ayam broiler
3.      Tingkat laba yang diperoleh dari sistem bagi hasil peternakan ayam broiler

TUJUAN MAKALAH

1.      Mempelajari manajemen usaha peternakan ayam broiler
2.      Menghitung biaya usaha peternakan ayam broiler
3.      Menganalisis tingkat laba/profitabilitas yang diperoleh dari sistem bagi hasil

PEMBAHASAN

Usaha peternakan ayam broiler memerlukan modal untuk menjalankan usahanya. Modal tersebut selain digunakan untuk investasi juga digunakan untuk biaya produksi atau biaya operasional. Terdapat tiga bentuk kerjasama permodalan dalam usaha peternakan ayam broiler ini, yaitu 1) usaha dengan modal sendiri atau biasa disebut dengan peternakan mandiri; 2) usaha dengan modal dari orang lain dan dipercayakan penuh kepada seseorang untuk mengelolanya atau disebut dengan sistem bagi hasil; dan 3) usaha dengan modal dari orang lain dan orang yang memelihara ayam hanya diberi sejumlah uang atas usahanya memelihara ayam broiler tersebut atau bisa disebut dengan peternakan sistem kemitraan. Ketiga jenis kerjasama permodalan pada
peternakan ayam broiler ini akan sangat membuka wacana jenis usaha mana yang akan dipilih nantinya untuk menjalankan usaha peternakan ayam broiler. Ketiga jenis kerjasama permodalan yang akan dipilih, berkaitan erat dengan hasil yang diharapkan pada usaha peternakan ayam broiler ini. Untuk mengetahui hal tersebut, maka diperlukan beberapa analisis yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan menghasilkan laba dari modal yang ditanamkan. Analisis-analisis yang dapat digunakan antara lain: 1) Titik Impas (Break Even Point) yaitu analisis yang digunakan untuk mengetahui pada skala dan nilai penjualan berapa perusahaan tidak memperoleh laba juga tidak menderita kerugian. Analisis titik impas ini akan memudahkan peternak untuk mengetahui pada tingkat penjualan dan skala pemeliharaan berapa, usaha peternakannya dapat memperolah laba; 2) MOS (Margin of Safety) atau MIR (Marginal Income Ratio) yaitu analisis untuk mengetahui kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Kedua analisis ini dapat digunakan peternak untuk mengetahui usahanya sedang dalam kondisi yang sangat menguntungkan atau merugikan; dan 3) Rentabilitas (ekonomi dan modal sendiri) yaitu analisis untuk mengetahui kemampuan modal yang digunakan untuk menghasilkan laba.
Ketiga analisis tersebut akan sangat membantu untuk mengetahui profitabilitas yang dicapai usaha peternakan ayam broiler sistem bagi hasil pada khususnya. Kerangka Sistem Bagi Hasil diperlihatkan pada Bagan di bawah ini.


Bagan 1. Kerangka Sistem Bagi Hasil


1.    Usaha Peternakan Ayam Broiler
Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat dari terjadinyapeningkatan populasi ayam broiler dari tahun 2000 sampai tahun 2004 sebesar 51,86%, dari sekitar 646 juta ekor menjadi 981 juta ekor seperti diperlihatkan. pada Tabel 1.
Tabel 1. Populasi Ayam Ras
            Pada umumnya, usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Menurut Undang-undang Peternakan tahun 1967 pasal 9 ayat 2 dan 3, peternakan rakyat adalah peternakan yang dikelola hanya sebagai usaha sampingan selain usaha pertanian, sedangkan perusahaan peternakan adalah peternakan yang dikelola secara profesional.

2.    Pengertian Sistem Bagi Hasil
Kerjasama permodalan pada usaha peternakan ayam broiler terdiri dari tiga jenis yaitu model mandiri, kemitraan dan bagi hasil. Menurut UU No. 9 Tahun 1995 kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh perusahaan dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Pola kemitraan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 940.Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian terbagi menjadi lima macam, yaitu: (1) Pola Inti Plasma: merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra (perusahaan inti) dengan kelompok mitra. Perusahaan mitra (perusahaan inti) bertindak sebagai inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberikan pembinaan teknologi maupun bimbingan teknis, (2) Pola Subkontrak; merupakan hubungan.
            Kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan inti yang ada di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra (perusahaan inti) sebagai bagian dari produksinya, (3) Pola Dagang Umum;
Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra (perusahaan inti) yang di dalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra, (4) Pola Keagenan; merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra (perusahaan inti) yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra, dan (5) Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA); merupakan hubungan kemitraan, dimana kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra (perusahaan inti) menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan dan membudidayakan suatu komoditi pertanian.
            Menurut Undang-undang Peternakan tahun 1967 pasal 17 tentang   Bagi Hasil Ternak dan Persewaan Ternak, ayat (1) peternak atas dasar bagi hasil ialah penyerahan ternak sebagai amanat yang dititipkan kepada orang lain untuk dipelihara baik-baik, diternakkan dengan perjanjian bahwa dalam waktu tertentu titipan tersebut dibayar kembali berupa ternak keturunannya atau dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak, ayat (2) waktu tertentu yang dimaksud pada ayat (1) tidak boleh kurang dari 5 (lima) tahun jika ternak atas dasar bagi hasil tersebut termasuk ternak besar tetapi untuk ternak kecil jangka waktu itu dapat diperpendek.
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak mandiri maupun peternak dengan sistem bagi hasil hampir sama komposisinya. Berbeda dengan peternak model kemitraan, pada peternak plasma sarana produksi ternaknya semua disediakan oleh peternak inti. Perhitungan untuk keseluruhan pengeluaran yang digunakan untuk produksi pada peternak plasma tetap dihitung sebagai biaya. Penelitian Nugroho (2004) menunjukkan perbedaan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh dua jenis usaha peternakan. Biaya tenaga kerja pada peternak 6mandiri dikeluarkan hanya untuk staf kandang saja, sedangkan pada peternak plasma biaya tenaga kerja selain untuk staf kandang juga dikeluarkan untuk manajer kandang. Biaya pakan yang dikeluarkan oleh kedua jenis peternakan ayam broiler besarnya relatif sama yaitu sebesar 64%. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing peternak dipengaruhi oleh banyaknya jumlah ayam yang dipelihara tiap periode dan fluktuasi harga dari masing-masing komponen biaya.
Penelitian Nugroho (2004), menunjukkan bahwa laba bersih tunai yang diterima oleh kedua jenis usaha peternakan tersebut sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya biaya yang dikeluarkan pada masing-masing periode. Laba bersih tunai tertinggi dan terendah terjadi pada peternakan mandiri yang menunjukkan fluktuasi risiko dalam berproduksi. Pada saat kondisi usaha peternakan rakyat ayam broiler mendapatkan keuntungan, maka keuntungan tersebut sepenuhnya akan menjadi milik peternak mandiri. Namun, pada saat kondisi usaha peternakan ayam broiler menderita kerugian, maka peternak mandiri harus menanggung semua kerugian yang ada.
Sebaliknya, pada peternakan plasma keuntungan yang diperoleh akan dipotong  oleh pihak inti, yaitu sebesar 30% apabila para peternak plasma mempunyai hutang di masa lampau. Namun, pada saat kondisi usaha peternakan rakyat ayam broiler menderita kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pihak yang mengakibatkan kerugian tersebut terjadi, yaitu plasma atau inti. Selain risiko, beda antara peternak mandiri dan peternak plasma adalah kebebasan menjual ayam broiler hasil panen dengan harga sesuai pasar. Sebaliknya, para peternak plasma tidak bebas menjual ayam broiler hasil panen karena ada perjanjian yang telah disepakati antara plasma dan inti. Sesuai perjanjian tersebut, ayam broiler hasil panen sebagai output dari peternak plasma tersebut dijual ke pihak inti.
Berbeda dengan kedua jenis usaha di atas, pada peternakan ayam  broiler dengan sistem bagi hasil keuntungan (laba bersih) yang diperoleh dalam satu tahun produksi dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (penanan modal dan pengelola peternakan). Apabila kondisi usaha peternakan ayam broiler sedang mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh kedua belah pihak. Pengaruh dari kerugian tersebut yaitu pada besarnya pembagian karena dihitung dari besarnya laba bersih yang diperoleh. Usaha peternakan dengan sistem bagi hasil ini, pengelola peternakan bebas menjual ayam broiler hasil panen dan bebas menentukan pembelian sapronak (sarana produksi ternak) yang dibutuhkan.

3.    Biaya dan Penerimaan
a.    Biaya
Biaya merupakan hal penting bagi petani dalam membuat keputusan untuk manajemen usahanya. Mubyarto (1989) menjelaskan, biaya tetap adalah jenism biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi, sedangkan biaya variabel adalah jenis biaya yang jumlahnya tergantung pada jumlah produksi. Penggolongan biaya menurut Munawir (2000) meliputi:
1.    Biaya Tetap
Biaya tetap usaha peternakan meliputi biaya penyusutan dan biaya pemasaran. Biaya penyusutan investasi merupakan biaya tetap usaha peternakan ayam broiler, yang dikenakan untuk tujuan perhitungan nilai korbanan peternakan dari investasi yang telah ditanamkannya. Perhitungan biaya penyusutan investasi menggunakan metode garis lurus, yaitu besarnya biaya penyusutan per tahun adalah tetap. Asumsi yang digunakan adalah nilai investasi pada akhir umur ekonomis tidak bersisa (sama dengan nol) sehingga rumus untuk biaya penyusutan per tahun adalah sebagai berikut:
2.    Biaya Variabel
           Biaya variabel dikeluarkan peternak ayam broiler untuk biaya produksi atau biaya operasional. Biaya total sendiri merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel.
4.    Penerimaan
Laba bersih usahatani merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan (Hernanto, 1995). Penerimaan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahaternak. Oleh karena itu penerimaan merupakan ukuran keuntungan usahaternak yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahaternak (Soekartawi et al., 1986).
usahaternak yang dilakukan oleh peternak mitra lebih efisien daripada usahaternak yang dilakukan oleh peternak mandiri (Tabel 6). Hal ini dikarenakan semua sarana produksi ternak didapat dari peternak inti sehingga total biaya tunai yang dikeluarkan peternak lebih kecil dibandingkan dengan total biaya tunai peternak mandiri. Laba bersih yang diperoleh peternak mitra atas biaya tunai pun lebih besar dari laba bersih atas biaya tunai peternak mandiri.

5.    Konsep Profitabilitas
Masalah profitabilitas suatu peternakan berkaitan dengan selisih antara harga jual dan biaya per unit (Buffa dan Rakesh, 1994). Suatu usaha dikatakan  mendapat profitabilitas jika penerimaan atau nilai penjualan produknya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut, dan rugi jika mengalami hal yang sebaliknya. Diantara kondisi laba dan rugi tersebut terdapat kondisi titik impas, yaitu saat penerimaan yang diperoleh sama dengan biaya. Suatu usaha didirikan dengan tujuan untuk memperoleh laba. Peternak perlu melakukan evaluasi apakah usaha yang dijalankannya masih menguntungkan, sehingga dapat diambil keputusan apakah usaha tersebut dapat dilanjutkan bahkan terus dikembangkan atau tidak. Untuk itu peternak memerlukan suatu alat analisis untuk menghitung kemampuan suatu peternakannya untuk memperoleh laba, yaitu analisis profitabilitas. Analisis profitabilitas yang digunakan antara lain titik impas (Break Even Point), MOS (Margin of Safety) dan MIR (Marginal Income Ratio) serta rentabilitas.

6.    Titik Impas (Break Even Point)
              Titik impas dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana suatu perusahaan belum mendapat laba dan tidak mengalami kerugian. Dengan kata lain, titik impas terjadi ketika penghasilan sama dengan biaya total atau laba sama dengan nol. Titik impas ini sangat sensitif terhadap perubahan sejumlah faktor, khususnya biaya tetap, biaya variabel per unit dan harga jual per unit produk. Apabila biaya tetap diturunkan maka tingkat titik impas akan bergerak turun ke titik yang lebih rendah (Boediono, 2000). Munawir (2000) menyebutkan, bahwa analisis titik impas perlu mengetahui tentang jalannya pembiayaan total. Pendekatan dengan analisis titik impas ini pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari analisis keuntungan yang didasarkan pada analisis marginal baik terhadap penghasilan maupun pembiayaan yang dikeluarkan. Analisis ini memberikan manfaat kepada perusahaan, yaitu:
1)  peternak dapat mengetahui efisiensi yang harus dilakukan agar semua biaya  operasi dapat tertutup,
2) peternak dapat mengevaluasi tingkat-tingkat penjualan tertentu dalam hubungannya dengan tingkat keuntungan.

Analisis titik impas pada penelitian ini menggunakan metode persamaan matematis atau teknik aljabar. Satuan yang digunakan untuk perhitungan impas dinyatakan dalam rupiah penjualan, dengan menggunakan rumus menurut Munawir (2000) sebagai berikut:
Menurut Munawir (2000), kemampuan memperoleh laba oleh suatu peternakan dapat diketahui dengan perhitungan Margin of Safety (MOS) dan Marginal Income Ratio (MIR).
1) Margin of Safety (MOS)
MOS merupakan rasio antara tingkat penjualan tertentu dengan tingkat penjualan pada kondisi impas. Nilai MOS menjadi petunjuk bagi manajemen peternakan mengenai batas toleransi penurunan penjualan, agar  peternak tidak menderita kerugian walaupun belum memperoleh laba. Semakin besar MOS semakin baik peternakan tersebut, karena semakin besar batas keamanan peternakan untuk mengalami penurunan tingkat penjualannya. Secara matematis nilai MOS dirumuskan sebagai berikut:
2) Marginal Income Ratio (MIR) atau disebut juga dengan Margin Contribution
Ratio, merupakan rasio antara Marginal Income atau laba kontribusi dengan penerimaan penjualan. Laba kontribusi sendiri adalah selisih antara penerimaan penjualan dengan biaya variabel total. Nilai MIR menunjukkan bagian dari penerimaan penjualan yang tersedia untuk menutupi biaya tetap dan memberikan laba. Semakin besar nilai MIR semakin baik keadaan peternakan, karena semakin besar kemampuan usaha untuk menutupi biaya tetap dan memperoleh laba. Secara matematis nilai MIR dapat dirumuskan sebagai berikut:
Selanjutnya kemampuan memperolah laba peternakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Kemampuan Memperoleh Laba (KML) = MOS x MIR x 100 %

7.      Rentabilitas
Menurut Riyanto (1995), rentabilitas pada suatu usaha peternakan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yangmenghasilkan laba  tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu, dan umumnya dirumuskan sebagai berikut:


dimana L adalah jumlah laba yang diperoleh selama periode tertentu dan M adalah modal atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Cara untuk menilai rentabilitas suatu perusahaan bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dibedakan dua macam rentabilitas yang digunakan sebagai alat pengukur efisiensi penggunaan modal dalam usaha peternakan, yaitu rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri.
1) Rentabilitas Ekonomi (Earning Power)
Rentabilitas ekonomi ialah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing (seluruh modal yang bekerja di dalam usaha peternakan/operating capital) yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. Dengan demikian modal yang ditanamkan dalam peternakan lain atau modal yang ditanamkan dalam efek tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi. Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah laba yang berasal dari operasional peternakan, yaitu yang disebut laba usaha (net operating income).
Bagi suatu usaha pada umumnya masalah rentabilitas lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar saja belum merupakan ukuran bahwa peternakan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi (earning power) itu sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

a) Profit Margin, yaitu perbandingan antara net operating income dengan net sales dan dinyatakan dengan persentase.
Dapat dikatakan bahwa profit margin ialah selisih antara net sales dengan operating expenses (harga pokok penjualan + biaya administrasi + biaya penjualan + biaya umum), hasilnya dinyatakan dalam persentase dari net sales.

b) Turnover of operating assets atau tingkat perputaran aktiva usaha, yaitu kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu. Turnover tersebut dapat ditentukan dengan membagi net sales dengan operating assets.
Operating assets turnover dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi peternakan dengan melihat kecepatan perputaran operating assets dalam suatu periode tertentu. Hasil akhir dari profit margin dan operating assets turnover menentukan tinggi rendahnya earning power. Oleh karena itu makin tingginya tingkat profit margin atau operating assets turnover masing-masing atau kedua-duanya akan mengakibatkan naiknya earning power.
Hubungan antara profit margin dan operating assets turnover dapatlah digambarkan sebagai berikut:
Profit Margin X Operating Assets Turnover = Earning Power

2) Rentabilitas Modal Sendiri (Return on Equity)
Rentabilitas modal sendiri atau sering juga dinamakan rentabilitas usaha adalah kemampuan suatu peternakan dengan modal sendiri untuk menghasilkan profit. Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas modal sendiri adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan (Earning After Tax), sedangkan modal yang diperhitungkan hanya modal sendiri yang diinvestasikan di dalam peternakan.
Rentabilitas modal sendiri dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Manajemen Peternakan
Sebagai contoh diambil dari referensi di Internet adalah Kerjasama yang terjalin antara bapak Imam Suhari dan pihak PT Kusuma Niaga Persada Nusantara adalah sistem bagi hasil, yaitu 40% dari laba bersih menjadi hak pihak pengelola peternakan dan 60% dari laba bersih menjadi hak pihak perusahaan. Lahan dan skala usaha yang dijalankan oleh PT Kusuma Niaga Persada Nusantara khususnya untuk peternakan ayam ini dapat dikategorikan skala usaha sedang karena hanya mampu memelihara 8000 ekor ayam, yang terdiri dari ayam broiler dan ayam jantan petelur. Tabel di bawah ini menunjukkan luas lahan yang digunakan oleh perusahaan untuk menjalankan usaha peternakannya.
Lahan merupakan milik bersama (pengelola peternakan dan perusahaan). Sehingga dalam perhitungan biaya tetap terdapat penyusutan untuk kandang. Biaya pembuatan tiap kandang sebesar Rp 4.750.000 dengan kapasitas tiapkandang 1000 ekor. Komposisi ayam yang dipelihara pada tiap periodenya bervariasi, hal ini didasarkan pada pertimbangan harga ayam di pasar dan tergantung permintaan konsumen. Permintaan yang fluktuatif khususnya untuk daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah karena adanya bulan Muharram (bulan Suro) yang pada umumnya terjadi penurunan penjualan ayam broiler, sedangkan untuk bulan Syawal dan Dzulhijah terjadi peningkatan penjualan ayam broiler dibandingkan bulan-bulan lainnya. Komposisi pemeliharaan ayam broiler dan ayam jantan petelur pada usaha peternakan ayam selama penelitian ditunjukkan oleh Tabel dibawah ini

Bulan Desember 2004 – Januari 2005 di saat banyak permintaan terhadap ayam broiler, pengelola peternakan PT Kusuma Niaga Persada Nusantara hanya memelihara 6000 ekor DOC broiler ke kandang. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi turunnya harga ayam broiler pada saat panen.

Pemilihan Bibit Ayam (Day Old Chick)
Pemilihan DOC (Day Old Chick) yang baik sangat diperhatikan oleh peternakan, karena kualitas DOC akan berpengaruh pada keberhasilan produksi. Banyaknya DOC di pasar dipengaruhi oleh jumlah produksi perusahaan pembibitan dan permintaan konsumen akan ayam broiler.
DOC (Day Old Chick) yang digunakan oleh PT Kusuma Niaga Persada Nusantara berasal dari PT Charoen Pokphand, setiap pembelian 100 ekornya diberikan ekstra 2 ekor. Hal yang dilakukan setelah DOC datang adalah penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal rata-rata DOC tersebut. Bobot badan awal DOC tersebut rata-rata berkisar 0,03 - 0,04 kg. Selama penelitian harga DOC tiap periodenya terus mengalami kenaikan seperti yang terjadi di wilayah DKI – Jakarta pada tahun 2005. Perubahan harga DOC selama penelitian dapat dilihat pada Gambar di bawah ini :

Gambar . Grafik Harga DOC Setiap Periode Pemeliharaan

Total biaya DOC dipengaruhi oleh kenaikan harga DOC tiap periodenya. Total biaya DOC setiap periode produksi selama penelitian terlihat pada Tabel di bawah ini :

Total biaya untuk pembelian DOC selama satu tahun produksi (Juni 2004 – Mei 2005) sebesar Rp. 62.150.000. Harga DOC yang terus meningkat tidak merubah keputusan PT Kusuma Niaga Persada Nusantara dalam hal pemilihan bibit yang berkualitas baik. Perusahaan tetap menggunakan bibit yang baik agar bobot hidup akhir dari ayam broiler yang dihasilkan sesuai dengan target perusahaan tersebut yaitu 2,0 – 2,5 kg dengan lama pemeliharaan 45 hari. Total biaya DOC yang tertinggi pada bulan Desember 2004 - Januari 2005 yaitu sebesar Rp 13.800.000, selain karena DOC yang dibeli banyak (6000 ekor) juga karena harganya mencapai Rp 2.300/ekor.

Pakan
Pakan yang dibutuhkan oleh ayam broiler rata-rata 5,38 kg/ekor/periode produksi dengan konversi pakan 2,45 yang dipelihara selama 45 hari. Besarnya konversi pakan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pakan belum efisien, karena untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup diperlukan pakan sebanyak 2,45 kg. Pada saat umur ayam broiler lebih dari 20 hari pakan yang diberikan tidak hanya pakan dari PT Charoen Pokphand saja (np 11 dan BR 1). Komposisi pakan yang diberikan selama satu periode produksi dapat dilihat pada

Aspek Keuangan Struktur Modal
Modal sangat diperlukan untuk memulai suatu usaha. Besarnya modal disesuaikan dengan kebutuhan usaha tersebut. Modal awal (kandang, gudang, rumah untuk kantor dan lahan semuanya milik perusahaan) untuk usaha ayam broiler ini berasal dari PT Kusuma Niaga Persada Nusantara dan pengelola peternakan. Modal awal pemeliharaan yang diperlukan adalah Rp 13.000/ekor ayam broiler, sedangkan untuk biaya pengembangan diambil dari tabungan bersama kedua belah pihak dengan persentase untuk perusahaan lebih besar (70%) dibandingkan dengan persentase pengelola peternakan (30%). Pembagian laba berdasarkan kesepakatan adalah 40: 60 dari total laba bersih yaitu 40% untuk  pengelola peternakan ayam broiler dan 60% untuk PT Kusuma Niaga Persada Nusantara.

Biaya
Biaya pada suatu usaha akan sangat menentukan besarnya modal yang diperlukan. Biaya terdiri atas dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap terdiri atas biaya sewa lahan, penyusutan kandang, pajak bumi bangunan dan biaya penyusutan peralatan-peralatan.
Biaya variabel terdiri atas biaya pembelian DOC, pakan, tenaga kerja, obat-obatan, vaksin, vitamin, fumigasi, jerami, sak bekas semen, listrik, telepon, batubara, minyak tanah, gula merah, susu skim, bensin untuk akomodasi pengelola peternakan, servis sepeda, pita mesin tik, trafo lampu, pembelian tali, alat tulis, kabel dan biaya bina lingkungan. Komponen-komponen tersebut termasuk ke dalam biaya variabel karena pembeliannya tidak tetap berdasarkan skala pemeliharaan pada periode tersebut. Lama pemeliharaan ayam juga sangat berpengaruh pada besarnya biaya variabel tiap periodenya
Air Minum
Air gula (gula merah atau gula pasir) diberikan oleh pengelola peternakan setelah DOC datang ke kandang. Air gula berfungsi untuk menambah energi, agar ayam tidak stres. Gula merah/gula pasir yang diperlukan untuk setiap 1.000 ekor ayam adalah sebanyak 1 kg dilarutkan ke dalam 5 liter air.
Kandang dan Peralatan Kandang
Kandang merupakan bagian dari faktor produksi yang harus ada dalam usaha peternakan ayam broiler. Kandang model panggung akan sangat mengurangi kontak langsung antara ayam dan fesesnya sehingga dapat mengurangi penyebaran berbagai jenis penyakit pada ayam. Hal ini juga memudahkan pengelola peternakan untuk mendeteksi kesehatan ayam. Kandang dengan atap model monitor (dua atap yang diberi jarak untuk sirkulasi udara), akan memudahkan sirkulasi udara di dalam kandang.
Banyaknya peralatan yang diperlukan untuk usaha peternakan ayam broiler akan sangat menuntut pengelola peternakan untuk bisa mengelolanya dengan sangat baik, pengalaman dalam usaha inipun akan sangat menunjang dalam pengelolaannya
Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada suatu usaha akan sangat diperlukan untuk melaksanakan semua aktivitas pada usaha tersebut.  Total biaya tenaga kerja selama satu tahun produksi sebesar Rp 8.142.118 Besarnya biaya tenaga kerja bisa diminimumkan dengan menambah keterampilan untuk para pekerja kandang, sehingga kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan ayam broiler dapat dikerjakan oleh pekerja kandang tanpa pekerja tambahan. Hal ini juga dapat lebih mengefisienkan waktu kerja para pekerja kandang.

Fumigasi

Fumigasi sangat penting dilakukan pada suatu usaha peternakan ayam broiler. Fumigasi dilakukan untuk memberantas hama penyakit yang masih tertinggal di kandang yang digunakan pada periode sebelumnya Biaya fumigasi periode Juni-Juli 2004 terutama antisep paling besar dibandingkan periode lainnya yaitu sebesar Rp. 278.500. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut merupakan musim pancaroba dimana terjadinya perubahan suhu udara yang sangat fluktuatif dibandingkan bulan-bulan lainnya, sehingga untuk mencegah penyebaran penyakit pada kandang ayam diberikan desinfektan berupa antisep secara intensif. Ayam-ayam pada bulan tersebut jika tidak mendapat penanganan yang baik akan menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi, penerimaan yang diperoleh peternak pun akan menurun bahkan dapat menyebabkan kerugian
Vaksinasi

Vaksinasi untuk ayam broiler oleh pengelola peternakan dilakukan selama periode pemeliharaan. Pemberian vaksin sesuai dengan beberapa ketentuan. Pengelola peternakan PT Kusuma Niaga Persada Nusantara mempunyai ketentuan dalam pemberian vaksin. Cara pemberian vaksin dilakukan dengan tetes mata dan melalui air minum. Vaksin yang diberikan melalui air minum harus dilarutkan terlebih dahulu dengan susu skim. Sebelum dilakukan vaksinasi ayam terlebih dahulu dipuasakan dari minum selama tiga jam. Dosis vaksin yang diberikan adalah 500 – 1000 cc, dosis tersebut harus bisa habis dalam waktu dua jam. Jenis vaksinasi yang dilakukan setiap periode pemeliharaan selalu sama, tetapi jumlah pemberiannya disesuaikan dengan jumlah ayam broiler yang dipelihara karena vaksin harus diberikan sesuai dosis dan tepat waktu.
Obat-obatan

Tujuan dilakukan pengobatan pada ayam yang sakit adalah untuk menjaga produktivitas ayam. Salah satu cara yang dilakukan oleh pengelola peternakan ayam broiler ini adalah pengontrolan setiap dua hari sekali terhadap kotoran (feses) ayam broiler.
Harga untuk setiap jenis obat juga berbeda. Biaya obat-obatan setiap periode pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 24. Jenis obat-obatan yang sering digunakan pada setiap periode pemeliharaan adalah trimisin dan therapi, sedangkan trivural, kholiridin, neomeditril dan porbitol tidak digunakan pada setiap periode pemeliharaan. Pembelian obat-obatan pada bulan Juni – Juli 2004 sangat besar, karena pada bulan tersebut cuaca sedang tidak baik sehingga banyak ayam broiler yang sedang sakit (mencret putih) maka Rp 769.000 digunakan untuk membeli therapi. Bulan April – Mei 2005 pembelian obat-obatan juga sangat besar (terutama untuk pembelian trivural dan porbitol) dibandingkan bulan-bulan yang lainnya, karena pada bulan tersebut ayam broiler banyak yang terkena penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease). Karena banyaknya ayam broiler yang sakit pada akhir pemeliharaan pada bulan April – Mei 2005, maka ada sebanyak 18 ekor ayam tidak laku dijual karena bobot badan akhirnya kurang dari 1 kg. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ayam broiler tidak maksimal akibat serangan penyakit CRD pada bulan pemeliharaan. Pemberian obat-obatan selain harus disesuaikan dengan jenis penyakitnya juga harus diperhatikan dalam hal batas waktu pemberiannya. Pemberian obat-obatan pada ayam broiler harus dihentikan lima hari sebelum ayam-ayam broiler tersebut dijual, jika hal ini tidak dilakukan maka obat-obatan akan meresap di daging. Keuntungan dari penghentian pemberian obat-obatan adalah untuk meringankan biaya produksi sehingga laba yang diperolehpun diharapkan lebih besar. Pertimbangan lain penghentian pemberian obat-obatan lima hari sebelum ayam broiler dijual karena pada saat umur ayam lebih dari 30 hari sudah termasuk umur aman untuk ayam, sedangkan pada saat umur 25 – 30 hari ayam broiler sangat masih sangat rentan terhadap penyakit.
Panen
Umur panen pada ayam broiler akan sangat berkaitan erat dengan tingkat mortalitas dari ayam broiler yang sedang dipelihara. Rata-rata ayam broiler yang dipanen tiap periodenya lebih dari 90% dari total ayam yang dipelihara berarti mortalitasnya kurang dari 10%, bobot badan akhir 2,0 – 2,5 kg per ekornya pada umur pemeliharaan 45 hari. Mortalitas terbesar di peternakan ayam broiler PT Kusuma Niaga Persada Nusantara disebabkan oleh CRD (Chronic Respiratory Disease). Mortalitas ini juga sangat mempengaruhi tingkat penerimaan peternak, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat laba usaha peternakan tersebut.
Mortalitas terbesar terjadi pada pemeliharaan bulan Juni – Juli 2004 (skala pemeliharaan 6000 ekor). Periode tersebut merupakan musim pancaroba sehingga ayam broiler yang mati mencapai 537 ekor (8,95%) karena udara panas. Periode pemeliharaan bulan Agustus – September 2004 (skala pemeliharaan 4000 ekor) tingkat mortalitasnya hanya 2,10%, hal ini mengindikasikan bahwa ayam broiler dapat beradaptasi dengan baik pada bulan Agustus –September. Pada bulan April – Mei 2005 tingkat mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan pada bulan Agustus – September 2004, hal ini disebabkan karena banyaknya ayam broiler yang terserang penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease).

Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu unsur yang mempunyai kontribusi dalam usaha peternakan ayam broiler. Pemasaran yang terencana dengan baik akan sangat menguntungan usaha peternakan ayam broiler, karena perusahaan dapat merencanakan tingkat laba yang ingin diperolehnya. Pengelola peternakan mengantisipasi masalah pemasaran ini dengan cara menjalin kerjasama dengan  beberapa pedagang ayam broiler untuk menjadi konsumen tetap. Hal ini akan memudahkan perusahaan dalam distribusi ayam broiler.
Aspek Keuangan Struktur Modal

Modal sangat diperlukan untuk memulai suatu usaha. Besarnya modal disesuaikan dengan kebutuhan usaha tersebut. Modal awal (kandang, gudang, rumah untuk kantor dan lahan semuanya milik perusahaan) untuk usaha ayam broiler ini berasal dari PT Kusuma Niaga Persada Nusantara dan pengelola peternakan.
Modal awal pemeliharaan yang diperlukan adalah Rp 13.000/ekor ayam broiler, sedangkan untuk biaya pengembangan diambil dari tabungan bersama kedua belah pihak dengan persentase untuk perusahaan lebih besar (70%) dibandingkan dengan persentase pengelola peternakan (30%). Pembagian laba berdasarkan kesepakatan adalah 40: 60 dari total laba bersih yaitu 40% untuk pengelola peternakan ayam broiler dan 60% untuk PT Kusuma Niaga Persada Nusantara.

Biaya

Biaya pada suatu usaha akan sangat menentukan besarnya modal yang diperlukan. Biaya terdiri atas dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap terdiri atas biaya sewa lahan, penyusutan kandang, pajak bumi bangunan dan biaya penyusutan peralatan-peralatan.
Biaya variabel terdiri atas biaya pembelian DOC, pakan, tenaga kerja, obat-obatan, vaksin, vitamin, fumigasi, jerami, sak bekas semen, listrik, telepon, batubara, minyak tanah, gula merah, susu skim, bensin untuk akomodasi pengelola peternakan, servis sepeda, pita mesin tik, trafo lampu, pembelian tali, alat tulis, kabel dan biaya bina lingkungan. Komponen-komponen tersebut termasuk ke dalam biaya variabel karena pembeliannya tidak tetap berdasarkan skala pemeliharaan pada periode tersebut. Lama pemeliharaan ayam juga sangat berpengaruh pada besarnya biaya variabel tiap periodenya. Komponen biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan oleh pengelola peternakan selama penelitian terdapat pada Tabel 27.



Biaya pakan merupakan biaya terbesar dikeluarkan oleh peternak pada  usaha ayam broiler yaitu sebesar 73,698% dari total biaya. Besarnya biaya pakan tersebut karena belum efisien dalam penggunaan pakan, hal ini dapat dilihat dari konversi pakan sebesar 2,45. Lama pemeliharaan ayam broiler sangat berpengaruh pada banyaknya jumlah pakan yang diperlukan. Oleh karena itu pengelola peternakan harus efisien dalam penggunaan pakan, dengan cara meningkatkan kualitas pakan dan manajemen pemeliharaan sehingga diperoleh ayam dengan bobot badan lebih dari 2 kg dalam waktu yang lebih singkat.
Biaya untuk pengobatan dan pencegahan terhadap penyakit, yaitu biaya obat-obatan; vaksin; fumigasi dan vitamin merupakan biaya yang persentasenya cukup besar yaitu 3,542%. Besarnya persentase tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya pembelian obat-obatan pada periode April – Mei 2005 karena ayam yang dipelihara banyak terserang penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease), sedangkan pada periode Juni – Juli 2004 meningkatnya pembelian vitamin untuk mempertahankan ketahanan tubuh ayam disaat musim pancaroba. PT Kusuma Niaga Persada Nusantara banyak memerlukan tenaga kerja harian untuk melakukan aktivitas-aktivitas di usahanya, misalnya tenaga untuk menimbang setiap kali panen; penjaga malam pada saat umur ayam broiler yang dipelihara mencapai 25 – 45 hari agar pencurian tidak terjadi; tenaga harian untuk vaksinasi tetes mata pada saat umur ayam broiler 4 hari, karena vaksin ini harus diberikan pada saat itu juga dan dilakukan pada saat yang bersamaan. Beberapa hal di atas yang menyebabkan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan mencapai persentase sebesar 2,131%.

Penerimaan

Penerimaan tunai peternakan ayam broiler berasal dari hasil penjualan ayam broiler hidup dengan harga per kilogram berkisar antara Rp. 6.000 – Rp. 8.000 dan bobot badan panen antara 2,00 – 2,50 kg. Pada peternakan PT Kusuma Niaga Persada Nusantara terdapat ayam kerdil (culling) dengan bobot badan ratarata sebesar 1,24 kg, dijual dengan harga lebih rendah antara Rp. 5.000 – Rp 5.400/kg. PT Kusuma Niaga Persada Nusantara mengeluarkan 10 – 15 ekor untuk biaya bina lingkungan yang diberikan untuk tetangga terdekat dengan lokasi kandang. Hal ini dilakukan selain untuk menghindari pencurian juga sebagai uang ganti rugi karena lokasi kandang sangat dekat dengan pemukiman mereka yang terganggu dengan bau dari kotoran ayam. Harga ayam tersebut sangat tergantung pada pasar dan bulan-bulan jawa misalnya saat bulan Muharram (Februari – Maret 2005) dimana permintaan ayam broiler cenderung menurun sedangkan pada bulan Syawal dan Dzulhijjah (Oktober – November 2004 dan Desember 2004 – Januari 2005) permintaan ayam broiler cenderung meningkat. Penerimaan ayam broiler pun besarnya akan sesuai dengan harga dan permintaan pada bulan-bulan tersebut, makanya pengelola peternakan mengantisipasi kondisi tersebut dengan umur pemeliharaan yang bisa diatur dengan pemberian pakan alternatif (campuran jagung, cbr/kbr dan bekatul) selain itu juga diatur jumlah pemasukkan DOC setiap periode

Sistem Bagi Hasil

Laba bersih yang diperoleh dalam satu tahun produksi sebesar Rp 24.044.448,71. Sistem bagi hasil pada PT Kusuma Niaga Persada Nusantara berdasarkan laba yang diperoleh selama satu tahun produksi adalah sebagai berikut: (a) bagian hasil perusahaan investor 60% dari laba bersih yaitu sebesar Rp 14.426.669,23 dan (b) bagian hasil pengelola peternakan 40% dari laba bersih yaitu sebesar Rp 9.617.779,48. Kerjasama dengan modal awal 70% dari perusahaan dan 30% dari pengelola peternakan, pembagian hasil 60%:40% sebenarnya lebih menguntungkan pihak pengelola peternakan. Keuntungan yang diperoleh pengelola peternakan selain mendapatkan bagi hasil sebesar 40% dari laba, juga mendapatkan gaji sebesar Rp 400.000/periode. Sistem bagi hasil ini berbeda dengan jenis usaha secara kemitraan maupun mandiri, hal ini terlihat dari kedua belah pihak yang bekerja sama menanamkan modalnya dengan persentase sesuai dengan kontrak dan adanya pembagian hasil yang jelas antara pengelola peternakan dan perusahaan. Kelebihan dari sistem bagi hasil ini adalah pengelola peternakan bebas menjual ayam broiler yang dipanen sesuai dengan harga yang ada di pasar. Kelebihan lain pada sistem bagi hasil jika terjadi kerugian ditanggung oleh kedua belah pihak.

Sebagai contoh 2. Sistem bagi hasil di bawah ini

Jumlah biaya yang dihabiskan dan keuntungan yang dihasilkan.

Sewa tanah beserta kandang yang dapat menampung 4000 ekor ayam Rp15.000.000,- per tahun. Biaya gaji 2 orang pekerja Rp600.000,- per orang per sekali panen Rp1.200.000,- . Biaya bibit per kardus isi 100 ekor Rp370.000,- total harga 37 kardus berisi 3700 ekor bibit ayam Rp13.690.000,-(dibayar setelah panen). Biaya pakan per kwintal Rp265.000,- pakan yang dihabiskan sekali panen adalah 130 kwintal seharga Rp265,000,- kali 130 kwintal sama dengan Rp34.450.000,-.(dibayar setelah panen) Biaya 20 bungkus obat anti stress yang dihabiskan selama sekali panen adalah Rp240.000,-(dibayar setelah panen). Biaya 24 botol vaksin selama sekali panen Rp360.000,- (dibayar setelah panen). Dari 3700 ekor bibit biasanya dapat dipanen 3500 ekor per ekor rata-rata memiliki berat 1,5kg, maka hasil penjualan sekali panen Rp14.000,- dikali 5250kg (berat 3500 ekor ayam) sama dengan Rp73.500.000,-. Keuntungan yang didapat adalah : hasil penjualan Rp73.500.000,- dikurangi jumlah total biaya pakan, bibit, obat anti stress, vaksin Rp48.740.000,- sama dengan Rp24.760.000,-. Karena sistem kerja bagi hasil dengan penyuplai bibit dan kebutuhan 50%-50%, maka keuntungan yang didapat dibagi dua menjadi Rp12.380.000,- per sekali panen. Modal yang harus disiapkan pada awalnya adalah untuk pembiayaan kandang. Jika menyewa kandang orang maka cukup Rp15.000.000,-. Jika menyewa tanah 10 tahun dan membikin kandang sendiri untuk isi 4000 ekor maka jumlah modal yang harus disiapkan uang sewa tanah Rp10.000.000,- plus biaya kandang Rp60.000.000,- sama dengan Rp70.000.000,-.


















KESIMPULAN

Kesimpulan
Manajemen perusahaan belum baik terutama dalam efisiensi penggunaan pakan, karena konversi pakan sebesar 2,45 untuk menghasilkan 1 kg bobot hidup akhir. Selain itu Belem optimalnya pemanfaatan tenaga kerja terutama pekerja kandang yang masih mempunyai banyak waktu luang. Manajemen yang sudah baik adalah pemilihan bibit yang berkualitas, program pencegahan dan pengobatan penyakit. Biaya total yang dikeluarkan perusahaan pada satu tahun produksi sebesar Rp 382.020.737,35 dengan komposisi biaya tetap Rp 3.542.189,35 (0,927%) dan biaya variabel Rp 378.478.548,00 (99,073%). Laba bersih selama satu tahun produksi yang dihasilkan perusahaan sebesar Rp 24.044.448,71 dengan pembagian hasil Rp 14.426.669,23 untuk perusahaan dan Rp 9.617.779,48 untuk pengelola peternakan. Kemampuan Memperoleh Laba sebesar 6,13% dari total hasil penjualan ayam broiler selama satu tahun produksi. Rentabilitas ekonomi sebesar 6,29%. Rentabilitas modal sendiri 1,42%.























DAFTAR PUSTAKA


Badan Agribisnis Departemen Pertanian. 1998. Kemitraan: Kebijaksanaan dan
Penjelasan Pola Kemitraan Usaha Pertanian.
Boediono. 2000. Ekonomi Mikro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.1.
Edisi Kedua. BPFE. Yogyakarta.
Buffa, E. S. dan R. K. Sarin. 1994. Manajemen Operasi dan Produksi Modern.
Edisi Kedelapan. Binarupa Aksara. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2001. Buku Statistika Peternakan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Fitrifani, E. 2003. Analisis kemitraan dan efisiensi ekonomi usahaternak ayam
broiler di Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hernanto, F. 1995. Ilmu Usaha Tani. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Proyek Peningkatan Perguruan
Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mulyantono. 2005. Antara Produksi Pakan dan Populasi. Poultry Indonesia, Edisi
298 Februari 2005. Jakarta.
Munawir, S. 2000. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Liberty.
Yogyakarta.
National Poultry Industry Statistic Service. 2005. Informasi Perkembangan
Supply – Demand DOC. Poultry Indonesia, Edisi 304 Agustus 2005.
Jakarta.
Nugroho, E.P. 2004. Analisis dampak flu burung (Avian Influenza) terhadap laba
bersih tunai para peternak rakyat ayam broiler di Kabupaten Bogor.
Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pakarti, S.I.B. 2000. Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ayam
ras pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Pambudy, R. dan I. Pulungan. 1992. Peraturan Perundang-undangan Peternakan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Riyanto, B. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi Keempat. BPFEYogyakarta. Yogyakarta.
Setriani, R. 2005. Analisis laba bersih peternak ayam ras pedaging pada pola
kemitraan inti-plasma Naratas Poultry Shop. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi, A. Soeharjo, J.B. Hardarker dan J.L. Dillon. 1986. Ilmu Usaha Tani
dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.
Veranza, H. 2004. Analisis finansial usaha peternakan ayam broiler x di Desa
Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahid, A. 2004. Strategi bisnis peternakan ayam broiler mandiri Hasjrul Harahap
Farm di Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

1 komentar:

  1. Saya Widya Okta, saya ingin memberi kesaksian tentang karya bagus Tuhan dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari pinjaman di Asia dan sebagian lain dari kata tersebut, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman yang curang di sini di internet, tapi mereka tetap asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban penipuan pemberi pinjaman 6-kredit, saya kehilangan banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka.

    Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan teman saya yang saya jelaskan situasi saya, kemudian mengenalkan saya ke perusahaan pinjaman yang andal yaitu SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya sebesar Rp900.000.000 dari SANDRAOVIALOANFIRM dengan tarif rendah 2% dalam 24 jam yang saya gunakan tanpa tekanan atau tekanan. Jika Anda membutuhkan pinjaman Anda dapat menghubungi dia melalui email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)

    Jika Anda memerlukan bantuan dalam melakukan proses pinjaman, Anda juga bisa menghubungi saya melalui email: (widyaokta750@gmail.com) dan beberapa orang lain yang juga mendapatkan pinjaman mereka Mrs. Jelli Mira, email: (jellimira750@gmail.com). Yang saya lakukan adalah memastikan saya tidak pernah terpenuhi dalam pembayaran cicilan bulanan sesuai kesepakatan dengan perusahaan pinjaman.

    Jadi saya memutuskan untuk membagikan karya bagus Tuhan melalui SANDRAOVIALOANFIRM, karena dia mengubah hidup saya dan keluarga saya. Itulah alasan Tuhan Yang Mahakuasa akan selalu memberkatinya.

    BalasHapus